Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BADAN Pengawas Obat dan Makanan menyatakan lima perusahaan farmasi diduga telah melanggar cara pembuatan obat yang baik atau CPOB dalam memproduksi obat sirop. Kelima perusahaan itu diduga menggunakan zat pelarut etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG), yang belakangan menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Cemaran EG dan DEG dalam bahan baku pelarut tidak memenuhi syarat, bahkan melebihi ambang batas aman,” ujar Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam konferensi pers yang digelar Rabu, 9 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Benarkah BPOM Melindungi Perusahaan Farmasi dalam Kasus Gagal Ginjal Akut?
Kelima perusahaan farmasi itu adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma. BPOM memerintahkan mereka menarik obat sirop dari peredaran serta memusnahkan semua batch yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman.
Hingga Sabtu, 5 November lalu, Kementerian Kesehatan mencatat 324 kasus gagal ginjal akut pada anak. Sebanyak 195 orang di antaranya meninggal dan 102 orang dinyatakan sembuh. Masih ada 27 pasien dalam perawatan.
Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI memeriksa sedikitnya 28 orang hingga Rabu, 9 November lalu. Bareskrim mengembangkan penyelidikan terhadap pemasok bahan baku obat pada perusahaan farmasi tersebut.
“Kami harus obyektif dan transparan terhadap masalah ini,” ucap Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Pipit Rismanto. Bareskrim pun telah menyita serta menyegel pabrik dan gudang milik PT Afi Farma. Namun belum ada tersangka dalam kasus ini.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ikut membentuk tim pencari fakta untuk menelusuri kasus obat sirop beracun. Tim itu beranggotakan sembilan orang, terdiri atas personel kepolisian, akademikus, hingga perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Wakil Ketua BPKN Mufti Mubarok menyebutkan terdapat temuan awal bahwa peristiwa gagal ginjal akut diduga merupakan kejahatan sistematis. “Tidak hanya melibatkan pelaku usaha, tapi juga kelalaian sistem pengawasan pada peredaran obat-obatan,” kata Mufti.
Hakim Agung Gazalba Tersangka Suap
Hakim Agung MA, Gazalba Saleh, usai memenuhi panggilan penyidik di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 27 Oktober 2022. TEMPO/Imam Sukamto
KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan hakim agung Gazalba Saleh sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. “Tentu KPK yang lebih mengetahui (alasan jadi tersangka),” ujar juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, Jumat, 11 November lalu.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan penyidik masih mengumpulkan alat bukti. “Akan kami umumkan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada saatnya nanti,” kata Ali. (Baca: Modus Suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati)
Gazalba menyusul hakim agung lain, Sudrajad Dimyati, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Suap tersebut terkait dengan pengurusan kasasi kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Gazalba pernah memotong masa hukuman bekas Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, dari 9 tahun menjadi 5 tahun di tingkat kasasi.
Dugaan Suap Tambang Ilegal ke Jenderal Polisi
DUGAAN suap terhadap petinggi Kepolisian RI mencuat seiring dengan beredarnya video pengakuan bekas polisi, Ismail Bolong. Dalam video berdurasi sekitar dua menit, Ismail mengaku terlibat dalam kegiatan tambang ilegal di Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ismail menyebutkan secara rutin mengirim setoran Rp 2 miliar per bulan kepada petinggi Polri berpangkat komisaris jenderal. Total setoran mencapai Rp 6 miliar. Kepada Tempo pada Senin, 7 November lalu, Ismail mengaku dipaksa oleh pejabat di Biro Pengamanan Internal Polri untuk membuat video itu. “Saya dipaksa,” kata Ismail.
Kasus itu ditengarai pernah diusut bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo, yang kini menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana. Sambo enggan berkomentar ketika dimintai konfirmasi. “Tanya ke pejabat yang berwenang saja,” ujarnya seusai persidangan, Selasa, 8 November lalu.
Laporan HAM Papua di PBB Tuai Kritik
Menkumham Yasona Laoly membacakan lapran Universal Periodic Review (UPR) kepada Dewan HAM PBB, 9 November 2022. media.un.org
ISU pelanggaran HAM di Papua menjadi salah satu sorotan sembilan negara dalam Universal Periodic Review Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sidang Rabu, 9 November lalu. Mereka menyoroti sejumlah pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly justru mengklaim keberhasilan Indonesia dalam mempromosikan dan melindungi HAM. Ia mengatakan catatan itu akan jadi refleksi untuk melakukan koreksi. “Tak ada negara yang sempurna dalam pencapaian pembangunan HAM-nya,” kata Yasonna.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Fatia Maulidiyanti, menilai klaim pemerintah tak berdasarkan bukti. Ia mengkritik sikap pemerintah yang malah membentuk tim penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme non-yudisial. “Pemerintah justru saat ini menekankan pemberian reparasi untuk korban,” ujarnya.
Jurnalis Tak Bisa Langsung Dipidana
Penandatangan kerjasama Dewan Pers dengan Bareskrim Polri terkait teknis pelaksanaan pelindungan kemerdekaan pers, di Jakarta, 10 November 2022. Dok. Dewan Pers
DEWAN Pers menandatangani perjanjian kerja sama dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI tentang teknis pelaksanaan perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan, Kamis, 10 November lalu. Perjanjian tersebut melarang polisi memidanakan wartawan atas karya jurnalistiknya.
Polisi juga harus berkoordinasi dengan Dewan Pers jika menerima laporan tentang karya jurnalistik. Dewan Pers lantas menentukan produk yang dilaporkan sebagai karya jurnalistik atau bukan. Jika tergolong karya jurnalistik, penyelesaiannya harus melalui Dewan Pers. “Polisi tak boleh menangani,” kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Arif Zulkifli.
Hingga kini kriminalisasi terhadap wartawan masih sering terjadi. Dewan Pers menerima sekitar 800 aduan setiap tahun ihwal sengketa pemberitaan dari kepolisian di berbagai daerah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo