Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Akademi Jakarta (AJ) menggelar program tahunan dan Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana (STA) tentang kemandirian pikiran serta pameran dan diskusi "Daya Ubah Seni". Ragam acara itu digelar di Teater Kecil Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Senin, 24 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berbeda dengan pandangan tentang seni yang sering keliru, seni itu tidaklah mesti eksklusif, mahal, elitis, sulit dimengerti, dan apalagi terasing dari masyarakatnya sendiri," kata Seno Gumira Ajidarma selaku Ketua AJ.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acara itu menghadirkan empat komunitas yang sebagian merupakan warga kota, ibu rumah tangga dan anak-anak. Empat komunitas itu adalah eks-Bioskop Dian, Ruang Reda, Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi dan Imah Budaya Cigondewah.
Keempat komunitas tersebut menggunakan seni sebagai media utama untuk menerjemahkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi, mengarsipkan ingatan, sebagai proses healing, saling belajar maupun sebagai pengikat untuk kesadaran kebersamaan. Jadi, dari mereka diperkenalkan pendekatan seni yang terjelma langsung dari kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, acara diskusi menghadirkan para narasumber, seperti Wahyu Dian (Komunitas Bekas Bioskop Dian); Ami Juandi Husin dan Ima Rochmawati (Komunitas Ruang Jeda); Meita Meilita (Komunitas Imah Budaya Cigondewah); Susentono Tono dan Deden Sambas (Komunitas Olah Seni Babakan Siliwangi).
Anggota AJ Tisna Sanjaya memandu diskusi ini sebagai moderator. Pameran dan diskusi berlangsung pada pukul 10.00 sampai pukul 14.00.
Perbincangan dilanjut dengan Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana, “Menaksir Kemandirian Pikiran untuk Menemukan Haluan” oleh Risa Permanadeli.
Kuliah Kenangan STA merupakan program tahunan AJ untuk pengembangan pemikiran kritis sebagai respon atas persoalan-persoalan di sekitar. Untuk menghormati jasa-jasa Sutan Takdir Alisjahbana di bidang sastra, seni dan lainnya, maka program ini menggunakan nama Sutan Takdir Alisjahbana.
Kali ini, Kuliah Kenangan STA disampaikan oleh Risa Permanadeli, Pendiri dan Direktur Pusat Representasi Sosial sejak 2005. Risa meraih gelar doktor di Psikologi Sosial dari École des Hautes en Sciences Sociales, Paris.
Penelitiannya berfokus pada elaborasi pemikiran sosial dalam masyarakat non - Barat, khususnya di Indonesia. Risa mengajar di Universitas Indonesia dan juga merupakan anggota Laboratoire Eropa de la Psyhology Sociale, dari Maison des Sciences de l’ Homme, Paris.
Menurut Risa, kita harus bersedia menengok kembali kepada hal yang paling dasar dari pikiran tentang bersekolah bagi sebuah negara. "Bangku sekolah adalah tempat paling strategis untuk menyemai pikiran tersebut dan kehidupan nyata harus menjadi laboratorium nyata yang memungkinkan penyemaian tersebut tumbuh menjadi common-sense baru yang akan selalu mengingatkan kita pada mimpi STA, Sanusi Pane, Ki Hadjar Dewantara dan para pendahulu yang pernah menyemaikan mimpi baik tentang Indonesia," ujarnya.
Risa berpendapat tahun 2023 adalah tahun penting. Bukan hanya karena tahun depan akan menyongsong peristiwa besar yang akan menentukan nasib bersama, yaitu pemili.
"Karena 25 tahun yang silam, kita pernah mengoyak sebuah tirani pikiran tentang menjadi Indonesia, untuk memilih menjadi Indonesia yang lain. 25 tahun berlalu, dan kita semua berada pada titik yang sama: keruwetan," kata Risa.
Risa mengajak kepada semuanya untuk menakar kembali keberanian menemukan haluan baru dan memutus keruwetan. "Tawaran untuk membaca Indonesia sebagai sebuah keruwetan, hanyalah satu cara untuk membangunkan kita, bahwa masih ada peluang untuk keluar dan mengakhiri keruwetan dengan cara elegan, bermartabat dan tanpa mengorbankan mimpi yang pernah dibangun bersama," ujarnya.