Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tanggapan Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana soal ramai kampus bergerak, guru besar dan sivitas akademik melayangkan kritik kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menuai polemik. Pernyataan Ari yang menduga adanya strategi politik partisan untuk kepentingan elektoral menyulut amarah kaum akademisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua di antaranya adalah Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo dan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro, apa kata mereka?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemarahan Prof Harkristuti Harkrisnowo
Guru Besar Fakultas Hukum UI Prof Harkristuti Harkrisnowo membantah tudingan pihak Istana soal kritik yang datang dari sejumlah kampus terhadap Presiden Jokowi sebagai bagian dari strategi politik partisan jelang Pemilu.
Pihaknya menyatakan tidak ada kepentingan lain selain menyelamatkan demokrasi yang adil dan jujur. “"Kami itu guru besar, kami tidak punya kepentingan untuk mendapatkan posisi tertentu, mendukung paslon tertentu, We don't have that. I'm sorry. Kalau orang Istana mau sembarangan, kami akademisi juga bisa marah," ujar Prof Harkristuti pada Jumat 2 Februari 2024 dalam acara Indonesia lawyer Club.
Ketua Dewan Guru Besar UI ini mengaku tersinggung dengan pernyataan Istana tersebut. Bahkan ia menantang pihak Istana untuk membuktikan tudingannya. “Kalau orang Istana mau sembarangan, kami akademisi juga bisa marah,” kata Prof Harkristuti.
Sebelumnya, sivitas akademika UI menyampaikan keresahan dan prihatin terhadap hancurnya tatanan hukum dan demokrasi menjelang pemilu 2024. Prof. Harkristuti mengatakan lima tahun terakhir, pihaknya kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak.
“Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” kata Harkristuti di pelataran Gedung Rektorat UI, Depok, Jumat, 2 Januari 2024.
Menurut Harkristuti, sivitas akademika UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Kemudian, hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme yang telah menghancurkan kemanusiaan dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik dan berbagai kelayakan hidup.
Prof Koentjoro. ANTARA
Kemarahan Prof Koentjoro
Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof Koentjoro juga mengakui marah besar mendengar pernyataan pihak istana soal tudingan adanya strategi politik partisan untuk kepentingan elektoral. Prof Koentjoro menegaskan, pernyataan tentang petisi merupakan bayaran atau kepentingan elektoral sama sekali tidak benar.
“Ada 250 profesor yang ikut berdiskusi mengenai Petisi Bulaksumur. Apa mungkin kita arahkan untuk melakukan itu? Logikanya berarti tidak jalan. Niat kami bukan untuk menjatuhkan, niat kami mengingatkan dengan kasih,” kata Prof. Koentjoro kepada Tempo.co, saat wawancara Senin, 5 Februari 2024.
Lebih lanjut, Prof Koentjoro menguraikan, sebagai bagian dari Gadjah Mada, Jokowi diingatkan dengan cara yang baik, tetapi malah dituduh partisan. Prof Koentjoro merasa marah ketika ada yang menyudutkan guru besar dengan pernyataan petisi ini merupakan partisan. Menurutnya, pernyataan tersebut menghina guru besar.
“Kita (guru besar) dituduh partisan, tetapi yang menuduh tidak bisa menunjukkan bukti bahwa ini partisan. Di UGM, ada 250 guru besar yang hadir, tetapi dikatakan partisan. Padahal, tugas guru besar untuk menjaga moralitas dan demokrasi,” kata pengajar di Fakultas Psikologi UGM.
Sebelumnya, sejumlah sivitas akademika UGM berkumpul di Balairung UGM untuk membacakan Petisi Bulaksumur pada Rabu, 31 Januari 2024. Petisi dilayangkan kepada Presiden Jokowi lantaran dinilai menyimpang. Melalui Petisi tersebut, mereka meminta dan menuntut Jokowi untuk kembali pada prinsip-prinsip demokrasi.
Adapun selain Istana, komentar miring terhadap aksi kritis sivitas akademika juga datang dari Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu tak percaya aksi tersebut murni dari kalangan akademisi. Pihaknya menilai petisi yang disampaikan dari sejumlah universitas kepada pemerintah hanya meminjam nama kampus belaka.
“Itu kan tokoh yang memakai (nama) kampus,” kata Airlangga saat ditemui usai menghadiri kegiatan Peningkatan Kapasitas Saksi dan Konsolidasi Pemenangan Pemilu 2024 DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Barat di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat pada Jumat, 2 Februari 2024.
Senada dengan Airlangga, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga mencurigai ada pihak yang “menunggangi” kalangan akademisi untuk membuat gelombang kritikan kepada Jokowi. Sosok yang mengaku sebagai mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ini mengatakan, selaku bekas aktivis kampus dirinya paham betul pola politik tersebut.
“Alah, ya sudahlah. Mana ada politik tidak ada yang ngatur-ngatur. Kita tahu lah. Ini penciuman saya sebagai mantan ketua BEM – ngerti betul barang ini,” kata Bahlil ihwal kampus bergerak saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 5 Februari 2024.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | RACHEL FARAHDIBA REGAR | RICKY JULIANSYAH | DANIEL A. FAJRI | ANTARA