Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Alasan Maju Mundur Pertemuan Prabowo-Megawati

Prabowo akhirnya bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Mengapa selama ini tampak susah wujudkan pertemuan itu?

11 April 2025 | 14.51 WIB

Tangkapan layar Instagram Sufmi Dasco saat Presiden Prabowo Subianto bertemj dengan Preside RI ke-5 Megawati Soekarnoputri. Tempo/Nufus Nita Hidayati
Perbesar
Tangkapan layar Instagram Sufmi Dasco saat Presiden Prabowo Subianto bertemj dengan Preside RI ke-5 Megawati Soekarnoputri. Tempo/Nufus Nita Hidayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akhirnya bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Ketua Umum Partai Gerindra itu menyambangi kediaman Megawati yang terletak di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Pertemuan Prabowo-Megawati berlangsung empat mata pada Senin, 7 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pertemuan kedua tokoh politik ini sebenarnya telah digadang-gadang sejak Oktober tahun lalu. Kala itu Prabowo mengaku ingin bertemu dengan Presiden ke-5 RI itu sebelum dirinya dilantik menjadi Presiden. Terungkap pula saat itu bahwa Prabowo dan Megawati ternyata memang jarang bersua. Bahkan Prabowo disebut telah menunggu selama dua tahun untuk bertemu Megawati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Prabowo harus menunggu dua tahun,” kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo awal Oktober 2024, dikutip dari Antara.

Pernah berkongsi pada Pilpres 2009, hubungan politik Megawati dan Prabowo terbilang rumit. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Megawati telah ‘mengkhianati’ kesepakatannya dengan Prabowo. Pada 2009 silam, kala Megawati-Prabowo maju sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden, keduanya meneken ikrar, yang di kemudian hari disebut sebagai Perjanjian Batu Tulis.

Dalam perjanjian antara PDIP dan Partai Gerindra, yang ditandatangani kedua belah pihak pada 16 Mei 2009 itu, ada tujuh poin kesepakatan. Secara garis besar perjanjian berisi kesepakatan jika pasangan ini menang. Sementara poin yang dikhianati Megawati adalah butir ketujuh. Butir bontot itu berisi tentang kesediaan Megawati mendukung Prabowo di Pilpres berikutnya.

“Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014,” demikian bunyi poin ke-7 Perjanjian Batu Tulis.

Tapi janji ternyata tinggal janji. Megawati justru mengusung kadernya yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi sebagai kandidat Presiden di Pilpres 2014. Manuver Megawati itu rupanya menimbulkan kekecewaan yang besar bagi Prabowo. Bahkan, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu bagai tak sanggup memberikan tanggapan.

“Kalau Anda manusia, lalu ada di pihak saya, bagaimana? Ya, pikirkan saja,” kata Prabowo di Jakarta pada Ahad, 16 Maret 2014.

Pada Pilpres 2019, kendati barangkali Perjanjian Batu Tulis sudah tak berlaku, tak menutup kemungkinan Megawati akan mendukung Prabowo sebagai iktikad baik kepada kawan lama. Tapi kemungkinan itu memang tertutup setelah PDIP memutuskan kembali mengusung Jokowi untuk menghadapi Prabowo. Kekalahan Prabowo di Pilpres 2014 pun terulang lagi di Pilpres 2009.

Prabowo ganti strategi di Pilpres 2024, setelah kalah tiga kali di Pilpres sebelumnya, pada palagan kali ini ia mendekatkan diri pada Jokowi. Branding itu membuahkan hasil bagus untuk menggaet berkah elektoral. Bersama putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, ia akhirnya memenangkan perebutan posisi RI 1. PDIP, rivalnya sejak 2014, berhasil dikalahkannya.

Walau demikian, Prabowo tampaknya tak memandang Megawati sebagai musuh politik. Setelah menyampaikan keinginannya bertemu Megawati pada Oktober, Prabowo sempat didesuskan beberapa kali akan bertemu dengan putri proklamator kemerdekaan RI itu. Kendati demikian Megawati tampaknya enggan bertatap muka dengan Prabowo, terutama diduga karena kedekatan Prabowo dengan Jokowi.

Menjelang Pilpres 2024, hubungan Jokowi dengan Megawati dan PDIP dikabarkan memanas. Terutama setelah Gibran, yang juga kader PDIP, memilih tak sejalan dengan partainya dan memutuskan menjadi pendamping Prabowo. Sejak itu keluarga Jokowi masuk daftar hitam PDIP sebelum akhirnya mengumumkan pemecatan pada pertengahan Desember 2024.

Enam bulan berselang sejak Oktober 2024, wacana pertemuan Prabowo dan Megawati itu akhirnya terwujud. Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Prabowo tak memberi tahu Jokowi mengenai pertemuannya dengan Megawati. Menurut Dasco, pertemuan Prabowo dan Megawati yang berlangsung awal pekan ini tersebut merupakan bentuk silaturahmi di momen Idul Fitri.

“Saya rasa enggak ya. Ini kan pertemuan silaturahmi, boleh dengan siapa saja,” kata Dasco ketika ditemui awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa malam, 8 April 2025.

Menurut Dasco, pertemuan ini menegaskan bahwa tak ada masalah dengan hubungan antara Prabowo dan Megawati. Wakil Ketua DPR RI itu menuturkan kedua petinggi partai besar di Tanah Air ini bersahabat. Keduanya, kata Dasco, membahas banyak hal dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 90 menit tersebut.

“Antara Pak Prabowo dan Bu Megawati memang hubungan selama ini baik-baik saja dan bersahabat, sehingga ya pertemuan semalam itu adalah pertemuan kekeluargaan, keakraban, dan hangat,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa malam, 8 April 2025.

Sementara itu, Juru bicara PDIP Guntur Romli mengatakan pertemuan antara Megawati dan Prabowo berlangsung secara empat mata dan banyak membicarakan hal yang lebih bersifat pribadi tentang persahabatan keduanya. Meski mendadak, kata Guntur, pertemuan tersebut sebenarnya sudah direncanakan sejak lama.

“Namun karena kesibukan beliau berdua baru kali ini pertemuan tersebut dapat terlaksana,” katanya.

Selain topik pribadi, pertemuan Prabowo-Megawati tersebut disebut juga mendiskusikan masalah-masalah global seperti perang dagang Amerika Serikat atau AS dan Cina, konflik Israel dengan negara-negara Arab, perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Laut Cina Selatan dan pemanasan global serta dampaknya bagi Indonesia. Juga masalah-masalah strategis nasional.

“Terakhir, Presiden Prabowo dan Ibu Megawati berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi dan koordinasi, terutama jika menyangkut kepentingan-kepentingan strategis nasional dan internasional,” ucap Guntur.

Panas Dingin Hubungan Prabowo-Megawati

Megawati dan Prabowo menjadi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2009 kala melawan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono dan Jusuf Kalla-Wiranto. Ditetapkan di hari terakhir menjelang pendaftaran ke KPU pada 15 Mei 2009, Proses koalisi PDIP dan Gerindra ini memakan waktu yang panjang dan cukup alot.

Selama kampanye, keakraban keduanya kerap terlihat. Salah satunya adalah saat masa tenang menjelang pemungutan suara, Prabowo tampak akrab masak bersama Megawati di Jalan Kebagusan, Jakarta Selatan, pada 7 Juli 2009. Namun pada Pilpres itu, pasangan Megawati-Prabowo kalah telak dari pasangan SBY-Boediono yang meraih 73.874.562 suara. Sejak itu, keduanya jarang terlihat bersama lagi.

Saat Pilpres 2014, Megawati memilih menunjuk Jokowi sebagai calon presiden, mengkhianati Perjanjian Batu Tulis antara PDIP dan Gerindra. Bersama pasangannya, Jusuf Kalla, Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo yang berdampingan dengan Hatta Rajasa. Jokowi-JK memperoleh suara sebesar 53,15 persen, mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta yang memperoleh suara sebesar 46,85 persen.

Perseteruan Prabowo melawan Megawati kembali terjadi dalam Pilgub Jakarta 2017. Kala itu kubu Prabowo mengusung Anies Baswedan- Sandiaga Salahudin Uno (Sandi), sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sementara PDIP mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat. Di putaran kedua, Ahok kalah dan Anies Baswedan jadi gubernur Jakarta.

Rivalitas Prabowo-Megawati berlanjut di Pilpres 2019. PDIP kembali menunjuk Jokowi, yang dipasangkan dengan Ma’ruf Amin untuk melawan Prabowo yang menggandeng Sandiaga Uno.Lagi-lagi, Prabowo kalah dari Jokowi dalam Pilpres tersebut. Jokowi-Ma’ruf Amin mendapat perolehan suara 55,50 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga dengan perolehan suara 44,50 persen.

Namun demikian, hubungan Megawati dan Prabowo tampak dekat kembali ketika bertemu di arena pencak silat Asean Games 2018 pada Agustus 2019. Prabowo yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia menyambut Megawati, dengan terlebih dulu berganti mengenakan busana adat.

Putri proklamator ini juga menceritakan kedekatannya dengan Prabowo dalam pidatonya di Hari Ulang Tahun ke-46 PDIP di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Kamis 10 Januari 2019. Mega menyebut hubungannya dengan Prabowo baik-baik saja walau dalam beberapa palagan besar Pemilu menjadi rival. Bahkan kata Megawati, orang dekat Prabowo kerap mengatakan kepadanya bahwa Prabowo selalu rindu nasi goreng buatannya.

“Saya bilang, saya dan Pak Prabowo berhubungan baik,” kata Megawati. “Orang dekatnya Pak Prabowo bilang, dia kangen lho sama nasi goreng saya.”

Kendati begitu, perseteruan politik Megawati dan Prabowo berlanjut di Pilpres 2024. Pada Januari 2022 lalu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (IndoStrategic) A. Khoirul Umam memprediksi Prabowo dan Puan Maharani, putri Megawati, akan berkoalisi sebagai pasangan Capres dan Cawapres pada Pilpres 2024. Menurut Umam, Pilpres 2024 menjadi kesempatan bagi Megawati untuk memenuhi janjinya dalam Perjanjian Batu Tulis.

“Sebagai politisi senior, Megawati tentu sadar bahwa martabat seorang politisi salah satunya terletak pada aspek kepercayaan (trust),” kata Umam dalam pernyataan tertulisnya, Senin, 10 Januari 2022.

Kalau tak dengan Puan, Megawati pun bisa menyandingkan kadernya yang saat itu jadi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk mendampingi Prabowo dan mendukungnya di Pilpres 2024. Menurut CEO Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai duet Ganjar – Prabowo sebagai pasangan Capres dan Cawapres berpeluang memenangkan Pilpres 2024.

“Ganjar-Prabowo itu masih realistis, rasional, dan ada peluang menangnya. Memang, dua tokoh ini potensial cukup kuat (memenangkan Pilpres 2024),” ujar Pangi dalam diskusi bertajuk, Menerka Strategi Koalisi Megawati, di Jakarta, Kamis, 24 Maret 2023.

Alih-alih memenuhi janjinya sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Batu Tulis. Ganjar yang sempat digadang-gadang jadi wakilnya Prabowo, justru oleh Megawati ditunjuk sebagai Capres pada Jumat, 21 April 2023. Mega mengaku telah berdiskusi dengan banyak pihak, termasuk Jokowi, sebelum memutuskan menunjuk Ganjar sebagai capres.

Peluang Megawati mendukung Prabowo di Pilpres 2024 masih terbuka dengan menempatkan Ketua Umum Partai Gerindra itu sebagai pendamping Ganjar. Namun, menanggapi peluang sebagai cawapres Ganjar, Prabowo menegaskan dirinya diusung oleh partainya sebagai capres. Dia menjelaskan, Partai Gerindra sudah cukup kuat menjagokannya sebagai capres.

“Partai saya mencalonkan saya sebagai capres, dan partai saya agak kuat juga sekarang,” ucap Prabowo usai bertemu dengan Jokowi di kediaman Presiden, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Sabtu siang, 22 April 2023.

Kesempatan Megawati menepati janji mendukung Prabowo di Pilpres 2024 akhirnya buntu seiring Prabowo mencomot Gibran sebagai calon wakil presiden. Secara tak langsung, PDIP memang memberikan kadernya untuk Prabowo. Di sisi lain, toh Gibran tak didukung PDIP sehingga janji Megawati belum terpenuhi. Kendati begitu, Prabowo sepertinya tak menaruh dendam politik seiring terjadinya pertemuan Prabowo-Megawati baru-baru ini.

Rizki Dewi Ayu, Eka Yudha Saputra, Ervana Trikarinaputri, Khumar Mahendra, Budiarti Utami Putri, Friski Riana, Hatta Muarabagja, Bobby Chandra, dan Dewi Nurita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus