Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin akan mengevaluasi secara menyeluruh terhadap tata kelola pendidikan dan pelayanan yang melibatkan dokter peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat. Evaluasi ini dilakukan menyusul insiden kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter residen PPDS Universitas Padjajaran (Unpad) Priguna Anugerah Pratama terhadap pendamping pasien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Budi menilai ada kekosongan pengawasan dalam praktik pelayanan yang dilakukan oleh dokter PPDS. Ia menyebut posisi kasus unik karena berada di bawah dua institusi sekaligus, yakni rumah sakit sebagai tempat praktik dan universitas sebagai penyelenggara pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"PPDS ini adalah murid dari Fakultas Kedokteran Unpad yang sekolahnya di kita. Nah ini harus bareng-bareng," ujar Budi saat ditemui usai menghadiri Pelantikan Ikatan Dokter Indonesia periode 2025-2028 pada Sabtu 12 April 2025. Ia berencana bertemu Rektor Universitas Padjadjaran pada Minggu mendatang untuk membahas evaluasi bersama.
Tata Kelola Obat Bius
Salah satu perhatian Kemenkes adalah tata kelola obat bius yang seharusnya hanya bisa diakses oleh dokter konsulen, bukan oleh peserta didik. "Itu aturannya sudah jelas semua. Bahwa itu harus disimpan di tempat tertentu. Yang boleh ngambil itu harusnya bukan anak didik," kata Budi. Ia menegaskan akan menelusuri titik kelalaian dalam alur pengambilan obat.
Budi memastikan evaluasi ini tidak akan menghentikan proses pendidikan PPDS secara keseluruhan. Namun khusus untuk rotasi PPDS anestesi di RSHS, akan dihentikan sementara guna perbaikan tata kelola.
"Prodinya nggak hilang, muridnya juga nggak hilang. Tapi yang di Hasan Sadikin, karena ini terjadinya di sana, saya mau perbaiki dulu," ujarnya.
Soal pertanggungjawaban atas insiden, Budi menyebut pencabutan izin praktik seumur hidup untuk pelaku kekerasan seksual sudah sepantasnya atau tepat untuk dilakukan. "Kalau hukuman tidak diberikan, itu jadi permisif dan akan terus diulangi," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya pengakuan atas kekurangan dalam pelayanan kesehatan. "Masyarakat akan merasa sangat sakit hati kalau kita tidak mengakui ada kekurangan atau kesalahan," katanya. Ia berkomitmen melakukan perbaikan bersama Universitas Padjadjaran dan RSHS.
Pilihan Editor: Unpad Akui Tak Ada Tes Kesehatan Jiwa untuk Peserta PPDS