Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Anggota Komisi I DPR Sebut UU TNI Menutup Celah Dwifungsi Militer

Hari ini, DPR telah mengesahkan revisi UU TNI menjadi undang-undang lewat rapat paripurna.

20 Maret 2025 | 15.13 WIB

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin. Foto: Oji/nvl
Perbesar
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin. Foto: Oji/nvl

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Tubagus Hasanuddin mengatakan ada dua poin positif dari pengesahan revisi Undang-Undang TNI oleh DPR RI dalam paripurna hari ini, 20 Maret 2025. Poin pertama, kata Hasanuddin, celah praktik dwifungsi TNI tetap tertutup rapat lewat UU TNI ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasanuddin mengatakan hal ini tercermin dari tidak ada perubahan sama sekali mengenai jati diri TNI sebagai tentara profesional yang tidak berpolitik, tidak berbisnis, dan tunduk pada kebijakan politik negara seperti yang termaktub dalam Pasal 2 butir d. “DPR dan pemerintah sepakat untuk mempertahankan Pasal 39 yang melarang prajurit aktif untuk menjadi anggota parpol, berpolitik praktis, berbisnis, dan mengikuti pemilu. Kemudian, Pasal 47 ayat 1 pun tetap tidak berubah, prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil tetap harus mengundurkan diri/pensiun,” kata Hasanuddin dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo, Kams, 20 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Poin yang kedua adalah revisi dengan tegas membatasi keterlibatan prajurit TNI aktif di lembaga sipil. Menurut Hasanuddin, penambahan lima instansi negara yang dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam Pasal 42 ayat 2 sejatinya adalah bentuk limitasi (pembatasan) terhadap pos-pos yang dapat diisi oleh prajurit aktif. 

“Lima institusi tambahan (pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung) mewakili institusi yang diperbolehkan peraturan perundang-undangan lain untuk merekrut prajurit aktif,” kata Hasanuddin. 

Hasanuddin mengatakan pertimbangan memasukan lima lembaga tersebut karena memang berkelindan dengan sektor pertahanan atau membutuhkan kemampuan teknis kemiliteran. Dengan demikian, kata dia, tidak ada penambahan jumlah kementerian atau lembaga yang dapat diisi prajurit aktif TNI. Selain itu, tidak ada perubahan terhadap pasal-pasal yang selama ini melarang praktik dwifungsi TNI. “Revisi UU TNI justru memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara,” kata dia.

Meski begitu, Hasanuddin memahami berbagai kritik dan protes terhadap revisi UU TNI. Ia menilai lumrah apabila ada ketakutan masyarakat bahwa revisi bisa memgembalikan dwifungsi TNI.   “Kritik dan protes terhadap dinamika proses revisi UU TNI adalah sesuatu yang lazim dalam sistem demokrasi kita dan memang diperlukan,” kata dia.

Hari ini, DPR telah mengesahkan revisi UU TNI menjadi undang-undang lewat rapat paripurna. Semua partai menyatakan setuju dengan pengesahan RUU tersebut.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus