Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Arisan Proyek 'Gubernur Swasta'

Adik Gubernur Atut diduga banyak mengatur tender proyek di Provinsi Banten. Dia pelobi bisnis dan politik klan Chasan. Atut dituduh mengetahui penyuapan.

14 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT orang meriung di meja restoran tepi kolam renang Hotel Ratu Bidakara, Serang, Banten, pada akhir Mei lalu. Pengusaha Yahya Hidayat bersama seorang rekannya malam itu bertemu dengan dua orang utusan PT Marbago Duta Persada, perusahaan kontraktor.

Yahya, pemilik perusahaan kontraktor lain di Banten, mafhum tamunya bakal membicarakan tender proyek konstruksi pembangunan jaringan daerah irigasi Cihara senilai Rp 4,9 miliar, yang dilaksanakan Dinas Sumber Daya Air dan Permu­kiman Pemerintah Provinsi Banten. Sebab, mereka bertemu atas permintaan Kepala Bidang Irigasi Dinas Sumber Daya Air dan Permukiman Banten Daud Yusuf.

Diawali perbincangan ringan, Yahya amat terkejut ketika tamunya menyampaikan permintaan gawat. Menurut dia, utusan Marbago itu mengatakan, "Silakan mundur, proyek itu sudah dikondisikan. Kami yang terpilih jadi 'pengantin'." Yahya menjelaskan, "pengantin" merupakan sandi untuk menyebutkan perusahaan yang sudah disiapkan sebagai pemenang.

Menurut Yahya, pengusaha itu mengatakan sudah membayar uang pengikat 20 persen dari nilai proyek kepada Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Pengusaha itu juga mengatakan telah menyetorkan dana sebesar lima persen dari nilai proyek untuk pejabat Dinas Permukiman.

Agar Yahya bersedia mundur, Marbago Duta Persada menawarkan uang kompensasi kepadanya. "Nilainya ratusan juta rupiah," ujarnya. Jumlah ini jauh di atas tarif standar, yang hanya tiga persen dari nilai proyek. Pertemuan dua jam itu ber­akhir tanpa kesepakatan karena Yahya menolak mundur. Dua orang dari Marbago pamit setelah membayar tagihan empat gelas kopi.

Yahya mengatakan menolak tawaran mundur karena perusahaannya memasukkan harga penawaran Rp 3,9 miliar, paling rendah di antara peserta lelang lain. Dia yakin karena harga penawaran peserta lain bisa dilihat di website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Banten. Marbago Duta Persada mengajukan tawaran lebih tinggi, yakni Rp 4,8 miliar. "Kalau dalam tender, kami masuk kategori kandidat kuat pemenang," ujar Yahya.

Optimistis bakal mendapatkan pekerjaan dalam pengumuman pemenang pada 3 Juli 2013, Yahya terkaget-kaget saat mendapat kabar lelang dibatalkan. Dari web­site, tertulis lelang dengan nomor 1266099 tidak dilanjutkan. Alasannya, pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen tidak bersedia meneken keputusan pemenang karena "pelaksanaan lelang tidak sejalan dengan peraturan".

Daud Yusuf berdalih proyek dibatalkan karena tidak cukup waktu untuk melaksanakan pekerjaan. "Sekarang sudah Oktober. Kalau diteruskan, akan melewati tahun," katanya. Soal tudingan menerima pelicin dari Marbago, dia menyangkal.

Sebaliknya, Yahya menuding ada "tangan gelap" di balik pembatalan itu. Ia mengingat pengakuan utusan Marbago Duta Persada tentang setoran uang pengikat kepada Wawan dan pejabat daerah.

Yahya mengatakan Wawan, yang memimpin Kamar Dagang dan Industri Banten, terkenal bisa mengawal perusahaan yang telah menyerahkan uang muka. "Gubernur Swasta"—begitu ia dijuluki oleh para pengusaha di Banten—selalu bisa mengatur pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan. "Terbukti tender di atas Rp 500 juta selalu dimenangi perusahaan tertentu saja," ujar Yahya.

Perusahaan itu antara lain PT Buana Wardana Utama, PT Bali Pacific Pragama, PT Sukalimas Mekatama Raya, PT Bangun Surya Perkasa Utama, dan PT Putra Perdana Raya. Selain itu, Marbago beberapa kali menjadi pemenang tender proyek bidang pengairan dan jalan raya.

Kepada Tempo, Yahya menunjukkan segepok dokumen yang dicetak dari situs LPSE Provinsi Banten sepanjang 2012-2013. "Silakan dicermati. Pemenangnya itu lagi, itu lagi, kan?" katanya.

Dari sejumlah tender proyek konstruksi yang digelar Pemerintah Provinsi Banten, lima perusahaan yang diduga berafiliasi dengan Wawan memang selalu masuk lima besar calon pemenang. Misalnya proyek pembangunan jalan Citeureup-Tanjung Lesung-Sumur senilai Rp 39,9 miliar. Kandidat pemenangnya Buana Wardana Utama, Putra Perdana Jaya, Bali Pacific Pragama, dan Sukalimas. Panitia lelang kemudian memutuskan Putra Perdana dan Bali Pacific sebagai pemenang pertama dan kedua.

Dalam proyek trotoar Tangerang-Serpong tahap I senilai Rp 18,2 miliar, perusahaan yang masuk lima besar hampir sama. Pemenangnya pun sama, yaitu Putra Perdana dan Bali Pacific

Dari lima perusahaan yang menjadi langganan masuk short list, nama Wawan hanya ada di Bali Pacific Pragama. Dalam akta perusahaan, Wawan tercatat sebagai komisaris dengan kepemilikan saham lebih dari 90 persen. Sebelumnya, posisi itu ditempati Airin Rachmi Diany, Wali Kota Tangerang Selatan, istri Wawan.

Kendati nama Wawan hanya muncul di satu perusahaan, seorang pengusaha kontraktor di Banten mengatakan hampir semua perusahaan yang jadi lang­ganan pemenang berada di bawah kendalinya. Untuk masuk kelompok itu, perusahaan mesti bersedia berbagi keuntungan dengan Wawan pada setiap proyek yang didapatkan.

Tarifnya bervariasi. Untuk pekerjaan bidang pengairan, tarifnya 30-35 persen dari nilai kontrak, pembangunan jalan 25-30 persen, dan proyek gedung 20-25 persen. "Istilahnya untuk membeli proyek," ujarnya. "Ini dilakukan sudah lama, bahkan ketika Chasan Sochib, ayahnya, masih hidup."

Seorang mantan pejabat Banten menambahkan, pembagian jatah proyek dilakukan mirip arisan. Data proyek yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banten dikantongi Wawan sebelum diumumkan ke publik. "Data itu dibahas dulu bersama-sama di kantor Wawan di kawasan Kuningan atau apartemen Ritz-Carlton, Jakarta," katanya.

Dalam pertemuan itu, setiap perusahaan diminta memilih proyek dan fee yang bisa mereka bayar. "Dari sana, sudah diketahui siapa saja yang mendapat pekerjaan," ujar mantan pejabat tadi. "Sekalian ditentukan harga penawaran yang harus diajukan saat pelaksanaan tender."

Efran Helmi Juni, pengacara Wawan, menyangkal kliennya terlibat dalam praktek korupsi. Menurut dia, rumah dan mobil mewah milik kliennya yang terungkap Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan kekayaan yang wajar. "Dia sudah kaya sejak kecil," katanya.

Tersohor di bidang bisnis, Wawan juga menjadi utusan keluarga Chasan dalam urusan lobi politik dan aparat hukum. Seorang jaksa yang pernah bertugas di Banten mengatakan Wawan selalu turun tangan jika ada kerabatnya yang terkena kasus korupsi. "Terakhir, dia dua kali mencoba bertemu dengan seorang pejabat kejaksaan tinggi," ujarnya. "Namun ditolak."

Wawan diduga mendanai pemberian suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak, Banten. Uang sebesar Rp 1 miliar telah diberikan Wawan ke pengacara Susi Tur Andayani, untuk diserahkan ke Akil.

Namun operasi tangkap tangan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu malam dua pekan lalu menggagalkan rencana pemberian suap itu. Wawan dan Susi ditetapkan sebagai tersangka dan diterungku di ruang tahanan komisi antikorupsi.

Keterlibatan Wawan dalam urusan pemilihan kepala daerah Lebak baru dilakukan belakangan. Adalah Amir Hamzah, calon bupati periode 2013-2018, yang mengajaknya mengurus sengketa di Mahkamah Konstitusi. "Amir sudah kehabisan dana dan Wawan turun tangan membantu," kata sumber itu.

Pergerakan Wawan terbukti efektif. Meski kalah telak dalam penghitungan suara di Komisi Pemilihan Umum Daerah Lebak, Amir yang berpasangan dengan Kasmin bisa menang di Mahkamah. Majelis hakim konstitusi yang dipimpin Akil pada Selasa dua pekan lalu, sehari sebelum Akil ditangkap, minta dilakukan pemungutan suara ulang.

Sumber tadi mengatakan, dalam operasi tangkap tangan itu, penyerahan uang kepada Akil urung dilakukan karena jumlahnya masih kurang. "Saat itu Wawan dan Susi baru siap Rp 1 miliar," ujarnya. "Padahal kesepakatan awal Rp 3 miliar."

Jejak Ratu Atut dan Amir Hamzah juga terendus dalam operasi suap itu. Amir, yang merupakan kandidat Partai Golkar, meminta tolong Atut. Politikus Golkar itu kemudian memerintahkan adiknya.

Atut, Wawan, dan Amir juga diduga banyak berkomunikasi membicarakan sengketa hasil pemilihan Lebak. Karena kuat diduga terlibat, Atut dicegah ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia juga dipanggil ke gedung KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Ketua KPK Abraham Samad memastikan penyidik akan menyelidiki peran Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar itu. "Kami akan memeriksa apakah dia terlibat atau tidak," katanya.

Setri Yasra, Maria Hasugian, Ananda Badudu, Angga Sukma Wijaya (Jakarta), Muhamad Rizki (Banten)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus