Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Universitas Negeri Surabaya menunjuk langsung perusahaan swasta untuk mengelola dua aset.
Universitas Negeri Surabaya diduga belum mendapat izin Kementerian Keuangan.
Kompensasi yang didapat Universitas Negeri Surabaya dianggap terlalu kecil.
MENYANDANG asma Student Center Universitas Negeri Surabaya, bangunan di kompleks kampus Unesa itu tak menunjukkan sedikit pun kegiatan mahasiswa pada Senin, 25 April lalu. Hanya ada beberapa orang keluar-masuk bangunan tiga lantai yang berubah fungsi sebagai hotel dan tempat pertemuan itu. “Mereka tamu hotel,” kata Sri, salah satu pegawai hotel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, hotel bertarif Rp 400-800 ribu itu baru dipenuhi tamu jika ada acara di Graha Unesa, bangunan lain di kompleks kampus di Jalan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya. Dua gedung itu kini sama-sama dikelola oleh PT Citra Harmoni Raya. Direktur perusahaan itu, Trisulowati, disebut-sebut tinggal dan berkantor di Student Center.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trisulowati adalah pengusaha properti di Surabaya. Dia dan mantan suaminya, Gunawan Angkawidjaja, pernah sukses membangun dan mengelola Hotel Empire Palace, Surabaya. Membawa bendera Trisulowati Group, perempuan 52 tahun asal Blitar, Jawa Timur, itu juga telah membangun sejumlah perumahan di Surabaya dan sekitarnya.
Pada 2019, PT Citra Harmoni Raya mengambil alih pengelolaan gedung Student Center Universitas Negeri Surabaya. Mereka memiliki hak mengelola gedung itu selama 15 tahun. Sejak itulah Student Center Unesa berubah fungsi menjadi hotel. Adapun Graha Unesa juga disewakan untuk umum. Setiap orang yang ingin menyewa gedung mesti melalui PT Citra Harmoni Raya.
Graha UNESA di Lidah Wetan, Lakarsantri, Surbaya, Jawa Timur, 24 April 2022. TEMPO/Kukuh S WIbowo
Pengalihan pengelolaan gedung Student Center Unesa kepada pihak swasta dipersoalkan oleh sejumlah dosen. Sebab, gedung itu tidak lagi digunakan untuk mendukung kegiatan mahasiswa. “Sekarang murni untuk komersial dan dikelola pihak di luar Unesa,” ujar mantan Wakil Rektor Bidang Pembinaan Mahasiswa Unesa, Ketut Prasetyo. (Baca: Predator Seks di Kampus Kita)
Pembahasan alih kelola gedung milik Unesa itu salah satunya dilakukan di Hotel Shangri-La, Surabaya, pada pertengahan Mei 2019. Saat itu Rektor Universitas Negeri Surabaya Nurhasan, Wakil Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan Suprapto, serta Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama Sujarwanto bertemu dengan Trisulowati.
Dokumen yang diperoleh Tempo menyebutkan persamuhan itu membicarakan rencana kerja sama pendayagunaan aset Unesa, yaitu gedung Graha Unesa dan Student Center Unesa. Nurhasan juga mengundang perwakilan tim bantuan hukum dan tim teknis ekonomi Unesa untuk memberikan rekomendasi mengenai rencana kerja sama tersebut.
Ketua tim teknis ekonomi Unesa, Sanaji, membenarkan adanya pertemuan itu. “Saya hadir mewakili tim teknis ekonomi Unesa,” ucapnya kepada Tempo, Senin, 25 April lalu. Sanaji mengaku sempat diminta membuat kajian tentang perjanjian kerja sama dengan Citra Harmoni Raya, tapi ia menolak.
Budi Hermono, ketua tim kajian hukum Unesa, juga hadir dalam pertemuan itu. Ia mengaku diminta oleh Rektor Nurhasan mengkaji draf perjanjian kerja sama dengan PT Citra Harmoni Raya. “Ada banyak kelemahan dalam draf kerja sama tersebut,” tutur Budi.
Salah satu persoalan utama: kerja sama itu belum mendapat izin dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Budi menjelaskan, jika mengacu pada Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah, kerja sama pemanfaatan aset Unesa mesti mendapat izin dari Menteri Keuangan melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Menurut Budi, tanpa izin dari menteri, kerja sama itu tidak bisa dilakukan. Masalahnya, kata dia, kerja sama itu dilakukan sebelum izin dikeluarkan. “Karena itu, kami menyarankan Unesa mengajukan izin dulu,” ucap Budi. (Baca: Cara Dosen Universitas Tadulako Membongkar Korupsi di Kampusnya)
Ia pun menganjurkan pimpinan Unesa meminta saran kepada tim ekonomi ihwal potensi nilai kemanfaatan aset agar tidak mengurangi pendapatan negara. Budi juga meminta Unesa menerapkan kompensasi tetap sekaligus imbal hasil dari kerja sama operasional aset tersebut.
Saran itu diserahkan Budi kepada Rektor Nurhasan sehari seusai pertemuan di Hotel Shangri-La. Namun saran dari tim kajian hukum tersebut mental. Pada 13 Juni 2019, Nurhasan dan Trisulowati menandatangani surat perjanjian pengalihan pengelolaan sejumlah aset Universitas Negeri Surabaya kepada PT Citra Harmoni Raya tanpa ada persetujuan dari kementerian.
“Hingga selesai menjabat ketua tim hukum Unesa pada 2020, saya belum pernah melihat atau mendengar adanya izin dari kementerian soal kerja sama itu,” ujar Budi. Ketiadaan izin itu juga terlihat dari dokumen kerja sama antara Unesa dan Citra Harmoni Raya yang diperoleh Tempo. Pasal 6 dokumen itu menyebutkan bahwa Unesa mengusahakan pemberian izin dari menteri.
Dokumen itu menyatakan aset yang dikerjasamakan adalah gedung Graha Unesa yang berdiri di atas tanah seluas 44 ribu meter persegi. Juga bangunan Student Center lengkap dengan kolam renang dan ruang fitness, yang berada di lahan seluas 24 ribu meter persegi.
Dalam dokumen yang sama disebutkan bahwa masa kerja sama adalah 15 tahun dengan total nilai sewa Rp 40,047 miliar. Pembayaran sewa itu dicicil selama 15 tahun, sehingga kompensasi yang dibayarkan PT Citra Harmoni Raya kepada Universitas Negeri Surabaya rata-rata sebesar Rp 2,6 miliar per tahun. Citra Harmoni juga mendapat jaminan perpanjangan pengelolaan selama 15 tahun berikutnya.
Kejanggalan pengalihan pengelolaan dua gedung itu juga tampak dalam dokumen kajian perjanjian kerja sama antara Unesa dan Citra Harmoni Raya. Dokumen itu menyebutkan bahwa nilai kompensasi yang diterima Unesa terlalu kecil dibanding investasi yang dikeluarkan pihak kampus. Kerja sama itu pun dianggap berpotensi merugikan negara.
Dokumen itu menyebutkan bahwa harga pasar nilai sewa tanah di kawasan Unesa saat itu Rp 343 ribu per meter persegi per tahun. Semestinya nilai sewa tanah yang mencapai 69.400 meter persegi tersebut sebesar Rp 23,8 miliar per tahun atau sembilan kali nilai yang disepakati oleh Unesa dan Citra Harmoni Raya.
Mantan Rektor Universitas Negeri Surabaya, Warsono, mengatakan kajian yang menyebutkan nilai sewa Rp 343 ribu per meter persegi per tahun di dokumen kajian tersebut belum memasukkan nilai bangunan. “Jika nilai bangunan ditambahkan, harga sewa akan lebih tinggi,” tuturnya.
Menurut Warsono, pembangunan gedung Graha Unesa dilakukan saat dia menjabat rektor, yaitu pada 2017-2018. Biaya pembangunan gedung itu mencapai Rp 185 miliar. Sedangkan biaya pembangunan gedung Student Center Unesa sebesar Rp 30 miliar. Total biaya pembangunan dua gedung itu mencapai Rp 215 miliar.
“Tidak masuk akal jika nilai aset tanah dan gedung semahal itu hanya disewakan Rp 40 miliar selama 15 tahun. Jelas ada potensi kerugian negara di sana,” ujarnya. Warsono juga menuding pengalihan pengelolaan aset Unesa kepada Citra Harmoni Raya tidak dilakukan secara terbuka atau melalui lelang, tapi dengan penunjukan langsung.
Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Suprapto mengatakan kerja sama dengan Citra Harmoni Raya dilakukan karena biaya operasional Graha Unesa dan Student Center tinggi. Setiap tahun Unesa mesti mengeluarkan Rp 1,3 miliar untuk biaya listrik dan air. “Jika dikelola mandiri, dikhawatirkan justru menambah beban operasional Unesa,” ucapnya secara tertulis.
Menurut Suprapto, Citra Harmoni Raya memberikan sejumlah kompensasi tambahan di luar uang Rp 40 miliar. Misalnya memperbolehkan Unesa menggunakan ballroom Graha Unesa untuk kegiatan wisuda sebanyak empat kali dalam satu tahun. Juga menggunakan satu kamar hotel Student Center sebanyak 30 kali dalam satu tahun.
Suprapto menyatakan Unesa telah mengajukan izin ke Kementerian Pendidikan dan mendapat surat balasan. “Pada prinsipnya Kementerian menyetujui,” ujarnya. Surat persetujuan itu tertanggal 13 Desember 2019 atau enam bulan setelah Unesa dan PT Citra Harmoni Raya menandatangani surat perjanjian kerja sama.
Direktur PT Citra Harmoni Raya Trisulowati tak merespons permintaan wawancara yang dilayangkan ke nomor telepon pribadinya. Tempo mendatangi alamat Citra Harmoni Raya di Ruko Citra City, Blok R-31, Sarigoro, Sidoarjo, seperti tercantum dalam perjanjian kerja sama. Namun yang berkantor di situ adalah PT Karunia Bersama Mitra Perkasa, perusahaan bisnis pengetikan komputer.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nizam mengatakan belum ada kajian tentang dugaan pelanggaran dalam kerja sama antara Universitas Negeri Surabaya dan Citra Harmoni Raya. “Jika ada informasi dan bukti-bukti yang kuat, akan ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan,” tutur Nizam.
AGUNG SEDAYU, KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo