Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKALI-KALI cobalah Anda datang ke Gedung DPR Senayan. Anda akan melihat banyak deretan kursi kosong dalam persidangan. Dalam setiap rapat komisi, selalu banyak politisi yang tidak hadir. Bahkan, dua pekan lalu, ada sebuah komisi yang sepi karena puluhan anggotanya pergi berhaji. Itu pun diduga memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh mitra kerjanya.
Kemalasan para politisi yang kini mendambakan kenaikan gaji pokok ini sudah lama berlangsung, dan bukan rahasia lagi. Forum Komunikasi Massa (FKM), wadah wartawan lingkungan DPR, pernah meneliti tingkat kehadiran mereka dalam rapat-rapat. Hasilnya? Pada periode Oktober 2000-Juli 2001, sebanyak 30 persen dari 500 anggota dewan jarang menghadiri rapat paripurna atau rapat komisi DPR. Bahkan ada sepuluh anggota dewan yang tidak pernah mengikuti rapat sama sekali.
Penelitian itu cuma didasarkan pada absensi rapat yang didata Sekretariat Jenderal DPR. Bila anggota DPR yang hanya setor muka dan tanda tangan lalu pergi diperhitungkan, persentase politisi yang membolos akan lebih tinggi lagi.
Pada masa persidangan sebelumnya (1999-2000), tingkat absensi anggota DPR tidak jauh berbeda. Sesuai dengan catatan Sekretariat Jenderal DPR, saat itu terdapat 41 nama anggota dewan yang amat jarang hadir di Senayan. Bahkan 20 di antara mereka sama sekali tidak pernah menghadiri sidang.
Penyebab ketidakhadiran para anggota dewan, menurut Sekretaris Jenderal DPR Sitti Nurhajati Daud, lebih banyak disebabkan oleh benturan jadwal. ?Rapat yang satu dengan yang lainnya sering bentrok,? ujarnya. Ia berjanji pada persidangan mendatang akan mengatur jadwal rapat lebih rapi.
Apa kata anggota DPR sendiri? K.H. Cholil Bisri, salah seorang anggota yang jarang kelihatan dalam rapat-rapat, mempunyai alasan lain. Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini menegaskan, ketidakhadiran di Senayan bukan lantaran malas, melainkan karena ada tugas partai yang lebih penting. Tapi, ?Saya juga selalu mengusahakan hadir dalam sidang-sidang penting yang membutuhkan voting,? kata kiai asal Rembang, Jawa Tengah, ini.
Cholil Bisri cuma salah satu contoh. Banyak anggota lain yang suka membolos tanpa alasan yang jelas karena ia juga tidak aktif di partai-nya.
Untuk mendisiplinkan anggota dewan, Fraksi Reformasi memang pernah mengusulkan adanya pemotongan gaji bagi anggota yang membolos. Tapi usulan ini hanya bisa dilaksanakan bila dituangkan dalam Tata Tertib DPR. Dan cara ini pun belum tentu efektif. Bisa jadi anggota parlemen yang suka mangkir tak peduli gaji mereka dikurangi karena mereka mempunyai bisnis atau kegiatan lain yang menghasilkan duit lebih banyak.
Sejauh ini, menurut Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, pimpinan dewan cuma bisa memberikan teguran tertulis kepada para politisi yang malas. Kalau teguran ini tidak diindahkan, mereka bisa dibawa ke Dewan Kehormatan. ?Dewan ini berwenang memberikan sanksi,? ujar politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Hanya, wewenang Dewan Kehormatan terbatas, tidak bisa memecat anggota DPR. Karena itu, Soetardjo Soerjogoeritno, yang juga Wakil Ketua DPR, lebih setuju jika recalling dihidupkan. ?Tapi jangan sampai seperti dulu, yang dikenai recall justru yang vokal,? ujarnya.
Yang jadi soal, siapa yang berhak melakukan recall? Kalau yang berwenang partainya masing-masing seperti di era Orde Baru, muatan politiknya tetap akan lebih kental. Target untuk mendisiplinkan anggota dewan yang malas tak akan tercapai.
Mungkin akan lebih baik bila wewenang Dewan Kehormatan yang diperbesar.
Dwi Arjanto dan Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo