CHILDREN of God dikutuk di mana-mana. Dari orang-orang DPR sampai Menteri Agama, dari Kapolda sampai Pemda, keluar pernyataan terkejut, atau marah, atas munculnya kelompok itu. Gubernur DKI Jakarta, R. Soeprapto, meminta kepada generasi muda agar waspada. Wakil Gubernur Jawa Barat, Abung Kusman, menyatakan penghargaan kepada pihak keamanan yang mengusut mereka. Kapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol. Drs. Soenarjo, mengimbau masyarakat agar mau membantu pengusutan. Juga ia menyatakan adanya ke eratan dari gereja-gereja bila COG dianggap suatu sekte Kristen. Pemerintah memang serius: aparatnya bertindak di mana-mana. Di Bandung, misalnya, polisi menangkap Peter Curtis alias Peter Pitcher alias C. Piet, yang selama ini dijejaki sebagai semacam koordinator aktivitas COG di sana. Tokoh yang lebih besar dapat pula ditangkap di Jakarta: David Robin Beckman. Untuk kasus Beckman, polisi juga menggaet keterangan dari sekitar sepuluh gadis (cantik). Di Semarang, 29 Februari dilakukan penggerebekan di Jalan Telagabodas, Candi Baru. Yang dicari adalah Eric Gibson, yang disebut-sebut sebagai tokoh COG Jawa Tengah. Eric, orang Inggris, yang pernah ditahan November lalu, im tak blsa di]umpai. Hanya ada 500-an buku, brosur, komik, dan selebaran yang didapat seperti juga yang bisa disita di Bandung dan Jakarta. Di dua tempat terakhir itu bahkan bisa diangkut kaset-kaset video, foto pornografis, dan alat-alat perfilman. Di Yogya, pekan lalu, yang berwajib meminta keterangan dari Helen Soanlan (berpaspor Prancis), dari pagi sampai sore. Di Solo, kata Letkol Pol. Kasbullah, Kapolres, "Kami terus melacak siang-malam." Yang didapat baru kaset dan brosur, yang diserahkan oleh sebuah supermarket. Di samping itu, bisa dipahami kesulitan yang dihadapi pihak berwenang. Misalnya, mereka kali ini berhadapan dengan orangorang asmg. Dan itu berarti, nanti, bisa berurusan dengan berbagai kedutaan - AS, Inggris, Prancis, Kanada, Belanda, Jerman Barat, Selandia Baru, negara-negara yang bisa protes bila warga mereka diperlakukan kurang sesuai dengan aturan mereka dalam menghadapi tahanan. Agaknya, itu pula sebabnya, ketika Eric Gibson ditangkap di Semarang November tahun lalu di Hotel Patra Jasa, Semarang, pihak polisi agak bingung: mau diapakan orang yang satu ini. Apalagi waktu itu mereka belum tahu kedudukannya sebagai pimpinan COG. Mereka hanya mengiranya sebagai pengusaha pelacuran. Akhirnya, ia dikenai wajib lapor - tapi kemudian menghilang, Januari silam. Tuduhan kejahatan seks pun memang susah dikenakan - kecuali ada pengaduan dari seseorang yang merasa diperkosa, misalnya. Juga seperti diterangkan Kadispen Polri, Kolonel Sakir Subardi, 2 Maret lalu, kalau pun orang-orang itu diperiksa sehubungan dengan ajaran mereka, maka pemegang wewenang dalam hal itu adalah kejaksaan. Kejaksaan-lah pengawas aliran-aliran dalam masyarakat. Maka, kasus COG, yang memang berbau aliran keagamaan, kemudian pun dipindahkan pengurusannya dari Departemen Agama ke Kejaksaan Agung. Di pihak alat negara sendiri, dari sumber TEMPO didapat pula keterangan, kasus COG kini diambil alih oleh pihak intel dan reserse Mabak dari intel dan reserse Polda. David Beckman sendiri berada di tahanan Mabak, sementara Peter Curtis sampai laporan ini ditulis masih dalam tahanan di Bandung. Tuduhan yang dikenakan untuk penahanan mereka itu adalah ini: "pengadudombaan agama". Agak tidak terduga, barangkali. Tapi itu hanya menunjukkan bahwa hal-hal yang ada kaitannya dengan hubungan antaragama dianggap cukup peka. Itu jugalah kiranya salah satu sebab mengapa pemerintah cukup berhati-hati, walaupun warga COG diduga tidak mencapai jumlah lebih dari 14.000 seperti disiarkan koran. Baik menurut mereka yang terlibat atau punya hubungan dengan COG maupun pihak kepolisian, perkiraan jumlah para pembuat onar itu (di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya, Purwokerto, Banjarmasin, dan Surabaya - sedanekan di kota-kota lain tidak atau belum terdengar) hanyalah mencapai angka 100 sampai 200 orang untuk masing-masing. M.A.W. Brouwer, pastor dan kolomnis itu, memang menyatakan kekurang-setujuannya - kepada TEMPO - terhadap dibesar-besarkannya soal COG oleh media massa. Seakan-akan, katanya, mengalahkan perhatian kepada problem narkotik atau masalah demoralisasi pada umumnya. Tapi Yusuf Rony, itu tokoh muda yang pernah dipenjarakan akibat tuduhan sekitar masalah hubungan antaragama, dan kini memimpin Yayasan Misi Pekabaran Injil (YMPI), kepada TEMPO menyatakan dirinya sudah agak lama "berperang melawan Children of God". Ia juga mengaku sudah menerima sekitar 10 orangtua yang berbicara kepadanya mengenai anak mereka yang terlibat, yang berubah sifat dan berani melawan orangtua. Prof. Latuihamallo, Ketua Dewan Gereja-Gereja di Indonesia, juga menyatakan kepada TEMPO tentang COG sebaeai "meracuni para muda-mudi kita" - dan meminta para orangtua berhati-hati menjaga putra-putrinya. Dr J. Riberu, Kepala Departemen Penerangan dan Dokumentasi Majelis Agung Wari Gereja Indonesia, mengungkapkan pula bahwa pihaknya "tidak setuju" kepada paham seperti COG itu. Ketua Majelis Ulama Indonesia, K.H. Hasan Basri, juga dikutip sementara koran sebagai mencela keras - agaknya karena kekhawatiran kalau-kalau banyak anak-anak Islam tertarik ke sana. Dari pemerintah sendiri sebenarnya didapat kesan, perkara COG bukanlah masalah besar. Hanya, tidak berarti tidak penting. Setidak-tidaknya, bila sampai Sidang Pol kam 29 Februari, yang juga menyelipkan soal COG dalam pembahasan, merasa perlu mengambil kesimpulan - seperti dijelaskan Menteri Penerangan di depan sejumlah wartawan - bahwa COG "tidak ada sangkut-pautnya dengan agama yang diakui pemerintah." Yang seperti itu juga dinyatakan Menteri Agama Munawir Sjadzali. Jangankan di Indonesia. Di Amerika Serikat sendiri, tempat kelompok yang meresahkan itu lahir, COG dimusuhi semua gereja. Ia juga tidak dianggap sebagai agama, melainkan sebagai gejala yang di sana biasa disebut cult. Dengan kata lain, bukan sekte. Jaraknya dari agama kira-kira sama dengan jarak antara agama dan apa yang di Indonesia kita sebut "kepercayaan". Di AS ia hanya salah satu dari berbagai cult lain Hare Krishna, misalnya, atau Unification Church pimpinan Sun Myung Moon, atau Kuil Rakyat pimpinan Jim Jones - yang jemaatnya bunuh diri beramai-ramai di hutan Guyana dulu. Tapi dibanding yang lain-lain, COG terhitung kelompok konservatif, bahkan ultrakonservatif dan reaksioner, menurut para ahli di sana. Kelompok ini mula-mula bernama Teen Challenge, yang berdakwah di kalangan para remaJa pecandu ganja. Karena kurang berhasil, David Brand Berg, pemimpinnya, mengubah cara pendekatan: namanya diganti dengan Teen for Christ (Remaja untuk Kristus). Cara hidup David sendiri disesuaikan dengan gaya hipis lengkap dengan rambut gondrongnya. Ia kemudian menganjurkan para pengikutnya hidup bersama dalam komune. "Mulanya, kelompok ini baik-baik saja," kata Leslei Keylock, redaktur tengah bulanan Christianity Today, kepada An-Nanda, koresponden TEMPO di Washington DC. Hanya kemudian memang ada perkembangan. Pada tahun 1972, David Berg diusir Pendeta Fred Jordan dari ranch si pendeta yang selama dua tahun digunakan David sebagai pangkalan. Alasan sang pendeta tak lain berbagai pemberitaan jelek mengenai kegiatan kelompok David. Lantas David memimpin para pengikutnya melakukan eksodus, seperti - katanya - yang dulu dilakukan Musa ketika keluar dari Mesir. Mesir-nya, kali ini, adalah Amerika Serikat. Itulah sebabnya Daniel, aktivis COG di Bandung, mengatakan kepadaJoe (lihat: Di Lingkungan Anak-Anak Hilang), bila ia diusir pemerintah RI, ia akan lari ke Australia - tapi tidak ke Amerika. "Saya benci Amerika," katanya. Dan itulah permulaan penyebaran gerakan ini ke dunia luar: Inggris, Eropa Utara Amerika Selatan, Australia, Skandinavia, negeri-negeri Asia dan Afrika. Berapa semua anggotanya waktu itu? Hanya 2.000 orang - tersebar dalam 60 koloni. Para agamawan konservatif itu dengan semangat tinggi menyerang semua yang berbau duniawi. Bahkan orangtua dan keluarga pada akhirnya harus ditinggalkan. Dan memang, dalam salah satu suratnya yang diberinya nama MO Letter (Surat Moses, alias Musa), yakni alat komunikasi antarkoloni dan sekaligus pedoman ajarannya, David menyebut kalimat ini: "Bukankah Tuhan selalu memecah-belah keluarga?" Jadi, tak hanya di Indonesia orangtua pada gelisah. Di Amerika, tempat anakanak jauh lebih banyak yang jadi korban para orangtua bahkan membikin organisasi yan mereka beri nama unik ini: Free Our Chirdren from the Children of God. Disingkat: Freecog. Tujuan: membebaskan anak-anak yang oleh David sama sekali dilarang berkomunikasi dengan para orangtua sendiri. Freecog menerbitkan suratsurat selebaran tandingan, bahkan acap mengambil tindakan penculikan. COG mengajarkan pula membenci tatanan sosial jenis apa pun: pemerintah, jabatan-jabatan swasta, gereja, sekolah, pokoknya sistem. Mereka memusuhi baik komunisme maupun kapitalisme, sedangkan aturan yang berjalan di Amerika mereka anggap korup. Barangkali karena itu pula, maka pada suatu saat organisasi itu memuji-muji Muammar Gadhaffi, yang anehnya mereka katakan sebagai "satu-satunya alternatif bagi dunia yang tidak bertuhan ini." Malah Gadhaffi dikatakannya "mempersiapkan dunia untuk kedatangan Kristus kedua kalinya." Pemimpin LibYa itu dikabarkan gembira, lalu mengundang Berg dan anak-anaknya ke negerinya. Tapi, bagaimana dengan ajaran tentang seks? Itu baru berkembang 1973-1975. Itulah sebabnya, ketika majalah Newsweek menulis tentang COG dalam edisi Maret 1971 kelompok ini baru dimasukkannya dalam "keluarga besar" Jesus People, yang malah dikatakan berciri "sangat keras dalam soal seks". Ajaran seks itu mula-mula hanya dijalankan oleh sang pemimpin dan orang-orang dekatnya. Baru pada tahun 1975, serangkaian MO Letter memuat masalah ini secara lebih terperinci - mencari pembenarannya dari penafsiran sangat urakan terhadap ayat-ayat Bibel. Ajaran yang dikenal sebagai flirty fishing itu, pokoknya, memanfaatkan daya tarik seksual para anggota wanita - baik gadis maupun istri - untuk mencari para pengikut baru. Itu mula-mulanya. Kemudian, pamflet COG yang berjudul My Little Fish, yang juga diedarkan di Indonesia, paling tidak untuk kategori DFO alias Disciple and Friend Only (khusus pengikut dan sahabat), memuat gambar seorang anak laki-laki tiga tahunan yang menindihi anak perempuan dua tahunan, dua-duanya telanjang bulat. Ada lagi: bocah empat tahunan tidur telentang dengan bugilnya, sementara sebuah tangan dewasa memainkan alat vitalnya. David Berg sendiri suatu kali memaksa mengadakan hubungan seks dengan anak tirinya - setelah sebelumnya si anak tiri, Sarah Berg, dipaksanya mengadakan hubungan seks dengan anak David sendiri, Paul. Kemudian keduanya dipaksanya kawin. Ini menurut laporan 65 halaman Kantor Kejaksaan New York. Laporan itu melanjutkan, ketika suatu kali Sarah menolak bermain seks dengan si ayah tiri dan mertuanya itu, David menghajarnya habis-habisan, walau Sarah kebetulan sedang hamil. Sarah berhasil lari. Poligami juga diperkenankan - "asal berdasar kasih", kata COG-wan di Bandung itu. Poligami terutama dilakukan di luar AS. Sebab, sejak 1977 anggota COG berkebangsaan Amerika di luar negeri tak boleh lebih dari separuh jumlah anggota seluruhnya. Karena itu, si kulit putih harus melakukan poligami dengan pribumi. Itu berarti, praktek flirty fishing tidak hanya dilakukan para anggota yang cewek, melainkan juga yang cowok. Dan mereka semua diharuskan membuat laporan bulanan yang memuat, antara lain, berapa kali mereka mengadakan hubungan badan dengan fish, alias si ikan, alias si calon anggota. Juga jenis pekerjaan dan penghasilan orang-orang yang menjadi mangsa. Tiap koloni memilih tiga "bintang" setiap bulan berdasarkan berapa banyak mansa yang bisa digaetnya. Dan, sejak 1977, gadis-gadis mereka dianjurkan meminta imbalan bila berhubungan dengan orang luar, alias melacur. Dalam sebuah pamfletnya, Berg berkata, "Kami tidak lagi dapat meneruskan menunjang semacam bordil agamawi untuk memuaskan laki-laki yang tidak mau membayar bagi kenikmatan mereka." Tahun itu memang saat perubahan kebijaksanaan. Sebab, sebelumnya mereka selalu menolak dikatakan pelacur - karena tak meminta upah. Tentu saja, para pelacur itu juga akan terdiri dari para bekas fish, korban yang tadinya digaet selain mereka bisa mengisi lowongan "istri kesekian" si kulit putih. Dan bila dari mereka sampai lahir anak, "buah kasih" itu pun menjadi milik bersama - meski tetap dihubungkan garis keturunannya dengan seorang ayah di kalangan mereka. Anak-anak itu mereka sebut Jesus babes, bayi-bayi Yesus. Maria sendiri, istri David Berg, ada melahirkan anak dari hubungannya dengan seorang fish - dan suaminya sangat bangga. Dalam hal perkawinan, David Berg mengajarkan cara ini: kawin percobaan - untuk melihat apakah pasangan memang cocok secara seksual. Toh perkawinan (apa perlunya?) sangat jarang dilakukan. Sepasang tokoh COG yang ditangkap di Bandung itu, Peter dan Rachel, misalnya, ternyata bukan suami istri seperti yang sebelumnya diduga. Mereka hanya hidup bersama, dan dari mereka lahir Joyce, cewek manis berusia 16 tahun yang dikenal aktif mengedarkan selebaran itu. Yang juga penting adalah ini: tiga tahun lalu, 1981, David Berg mengatakan kiamat akan segera menimpa Eropa dan Amerika dalam bentuk perang nuklir (lihat: box). Maka, ia pun menganjurkan para pengikutnya menyingkir ke Selatan dan Timur Jauh. Tapi statistik 1981, yang diumumkan COG sendiri, menunjukkan bahwa para anggota (semuanya berjumlah hanya 9.788 waktu itu, tapi laporan 1983 menyatakan mereka telah berhasil merekrut 35.000 orang) tidak mengindahkan anjuran itu. Betapapun, yang akhirnya datang ke Indonesia negeri Timur, bisa diduga sebagai orang-orang yang patuh alias "tebal iman" - selain yang mungkin hanya karena ingin menjadi turis gratis. Yang jelas, 1981 adalah awal terlihatnya orang-orang di pinggir jalan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, misalnya, secara menyolok. Mereka suka menumpang mobil orang, dan berkata, "We are children of God. " Lalu memberikan brosur. Mereka telah memulai aksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini