Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Begini Kata Komnas HAM Soal OPM dan Kekerasan di Papua

Apa kata Komnas HAM soal OPM?

14 April 2024 | 10.08 WIB

Kondisi terkini pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: TPNPB-OPM
Perbesar
Kondisi terkini pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: TPNPB-OPM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional HAM atau Komnas HAM mendesak pemerintah tetap mengedepankan perlindungan HAM setelah mengganti istilah Kelompok Separatis Teroris (KST) menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan lembaganya menghormati kewenangan pemerintah dalam merespons situasi di Papua, termasuk pergantian istilah KST menjadi OPM oleh TNI. Komnas HAM juga akan mengkaji rujukan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam perubahan terminologi tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Namun Komnas HAM kembali menekankan standar perlindungan HAM baik dalam situasi konflik maupun non-konflik, bahwa semua pihak, baik aparatur sipil, aparat keamanan, maupun kelompok sipil bersenjata, harus menjamin keselamatan warga sipil,” kata Atnike lewat keterangan tertulisnya, Ahad, 14 April 2024.

Atnike menegaskan perlunya evaluasi pada tataran operasi, komando, dan pengendalian keamanan dalam setiap penanganan kekerasan bersenjata di Papua. Ia menyebut evaluasi ini perlu untuk memperbaiki kebijakan keamanan di Papua.

Atnike mengatakan Komnas HAM mendorong pemerintah, termasuk TNI dan Polri, untuk menggunakan pendekatan yang terukur dalam menghadapi konflik dan kekerasan di Papua. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan dan perlindungan HAM warga sipil, maupun aparat TNI dan Polri yang bertugas di lapangan.

“Pentingnya pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum, serta penegakan hukum secara akuntabel terhadap pihak-pihak yang terlibat demi tegaknya supremasi hukum,” kata Atnike.

Penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) tanpa mempertimbangkan prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas menimbulkan pelanggaan HAM. Pelanggaran HAM juga terjadi apabila negara tidak dapat memastikan penegakan hukum yang adil bagi korban. 

“Untuk itu, Komnas HAM mendorong agar pemerintah mengedepankan penegakan hukum terhadap setiap pelaku kekerasan di Papua dan serta perlindungan dan keadilan bagi para korban,” tutur dia. 

Di samping pengendalian keamanan, Komnas HAM juga mengingatkan pemerintah untuk terus mengupayakan penguatan ekosistem damai di Papua. Misalnya, menjamin adanya layanan publik yang prima dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian lokal. 

“Hal ini penting untuk menekan eskalasi konflik dan kekerasan di Papua,” kata Atnike.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus