Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

BEM UNS Kritik soal Skema Pinjol untuk Bayar UKT

Presiden BEM Universitas Sebelas Maret atau UNS, Agung Lucky Pradita, mengkritik soal pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) memakai pinjaman online.

8 Juli 2024 | 13.24 WIB

Ilustrasi Pinjaman Online. Freepix: Rawpixel.com
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi Pinjaman Online. Freepix: Rawpixel.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret atau UNS, Agung Lucky Pradita, menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy yang mendukung pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online atau pinjol. Menurutnya inisiatif kebijakan pinjol untuk biaya sekolah bukanlah solusi dan berpotensi merusak sistem dan moral pendidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Teman-teman yang ingin berkuliah adalah mereka yang benar-benar ingin menuntut ilmu dan harapannya menjadi tulang punggung bagi keluarganya," kata Agung kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Senin, 8 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agung menilai masuknya pinjol dalam skema pembayaran UKT, maka universitas dijadikan sebagai ladang bisnis. Padahal di Indonesia, kata dia, pendidikan dibangun atas dasar kebersamaan dengan tujuan mensejahterakan rakyat. "Itu sangat memberatkan bagi mahasiswa, jangan sampai mereka terjerat banyak kasus pinjol," tuturnya.

Menurutnya, penerapan sistem pinjol berpotensi memberikan celah untuk universitas berani menaikkan biaya pendidikan. "Jadi sangat beresiko terhadap pinjol itu sendiri karena mungkin malah memperkeruh sistem," ujarnya.

Agung mengatakan dia membaca pemberitaan di Amerika karena studen loan atau cicilan pendidikan, di mana hutang mahasiswa mencapai USD 1,75 truliun. "Itu membuat ekonomi Amerika bergejolak," tuturnya.

Agung mengatakan saat ini di UNS belum ditemukan kasus teror pinjol kepada mahasiswa. BEM UNS dan rektorat berkomunikasi untuk mencari jalan keluar bagi mahasiswa yang kesulitan membayar UKT, salah satunya meminta kebijakan sanggah untuk mengulur pembayaran UKT.

"Jadi kami usahakan sanggah bayarnya di 3 bulan ke depan atau kami meminta beberapa mahasiswa dan alumni untuk menyokong dana kuliah," tuturnya.

Menurut Agung, daripada pemerintah melegalkan skema pembayaran UKT dengan pinjol, lebih baik mengembalikan dana pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sempat panas diperbincangkan karena dipotong untuk alokasi kebijakan lain. "Dana itu harus dikembalikan benar-benar untuk pendidikan agar bisa diakses semua kalangan," ujarnya.

Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy mendukung skema pinjol dalam pembayaran UKT. Ia menilai cara itu bagus untuk mendidik mahasiswa agar memiliki fighting spirit dan bertanggung jawab. "Bahwa dia ketika kekurangan dana, dia harus berusaha, tidak hanya minta tolong termasuk orang tuanya, apalagi kalau dia mengambil jurusan-jurusan yang prospektif, kenapa tidak?", ujarnya di Gedung Kementerian Koordinator PMK pada Rabu, 3 Juli 2024.

"Kalau itu nanti pembayarannya bisa ditunda setelah dia nanti berpenghasilan ya kan. Jadi maksudnya, kita harus lakukan kerja-kerja kreatif," kata Muhadjir lagi.

Menurut Muhadjir, sudah tidak zamannya mahasiswa menengadahkan tangan minta diberi, baik uluran tangan dari orang tua atau pihak lain, "Harus berani ambil resiko, termasuk yang tadi. Dengan catatan, yang tadi itu betul-betul lembaga pinjolnya harus resmi, transparan, dan dengan pengawasan instansi institusi negara yang resmi untuk memastikan bahwa itu tidak terjadi fraud," ujarnya.

Muhadjir juga menegaskan kepada pihak kampus bahwa mereka juga harus ikut bertanggung jawab, "Tidak boleh hanya memberikan peluang kemudian cuci tangan, kalau bila perlu kampus meringankan beban itu dengan sedikit bunga," kata dia.

Dia mengungkapkan hal tersebut pernah ia lakukan saat dirinya menjabat sebagai rektor. "Jadi untuk mahasiswa yang kesulitan, tidak saya beri keringanan. Bebas. Kamu pinjam, nanti saya setujui pinjaman kamu," kata Muhadjir.

Menurut Muhadjir, sistem pinjol kerap disalahartikan sebagai sistem yang negatif. Persepsi itu muncul karena banyaknya penipuan atau pihak yang memanfaatkan pinjol demi keuntungan pribadi. Padahal, ada juga kampus yang sudah menerapkan mekanisme tersebut dan terbukti efektif.

Salah satu kampus yang menerapkan mekanisme pembayaran pinjol bagi mahasiswanya adalah Institut Teknologi Bandung atau ITB. Kampus itu menggunakan platform fintech peer-to-peer lending PT Inclusive Finance Group alias Danacita.

Platform itu tak terima jika disebut pinjol karena terkesan sebagai perusahaan yang tidak legal dan tidak beretika. Sebaliknya, perusahaan itu mengklaim telah mengantongi izin dan berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.

Sementara itu, Muhadjir menilai pemanfaatan pinjol yang diterapkan oleh kampus tidak termasuk komersialisasi. "Itu kan soal penilaian, bisa macam-macam," kata dia.

Per Jumat, 31 Mei 2024, OJK merilis daftar penyelenggara financial technology (fintech) lending, fintech peer-to-peer (P2P) lending, atau pinjaman daring (online) alias pinjol yang terdaftar dan mengantongi izin. Terdapat 100 perusahaan pinjol legal yang memiliki izin dari OJK.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus