Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
SATGAS Operasi Damai Cartenz menyatakan bentrokan antara dua kubu pendukung calon kepala daerah di Pilkada Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, selama tiga bulan terakhir telah menewaskan 12 orang. “Delapan di antaranya berasal dari kubu pasangan calon nomor urut 1,” kata Kepala Satgas Operasi Damai Cartenz Brigadir Jenderal Faizal Ramadhani Faizal melalui melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 5 April 2025. Faizal mengatakan bentrokan juga menyebabkan 658 orang terluka.
Pilkada Kabupaten Puncak Jaya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon), yaitu Yuni Wonda dan Mus Kagoya dengan nomor urut 1 dan paslon nomor urut 2, Miren Kogoya dan Mendi Wonorengga.
Bentrokan terbaru antara dua kubu terjadi pada Jumat, 4 April 2025. Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan bentrokan itu meletus di Distrik Pagaleme. “59 orang mengalami luka-luka terkena tembakan panah,” kata Ignasius saat dihubungi pada Sabtu, 5 April 2025.
Konflik antara kedua pendukung calon kepala daerah tersebut memuncak setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Yuni Wonda-Mus Kagoya. Dalam permohonannya, mereka menilai telah terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif. Salah satunya dugaan sabotase dalam penyebaran logistik oleh paslon nomor urut 2 di empat distrik.
Atas permohonan tersebut, MK memerintah Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan rekapitulasi ulang. Mahkamah memerintahkan rekapitulasi ulang itu digelar di 22 distrik di Puncak Jaya. Sebelum hasil Pilkada Puncak Jaya ini disengketakan, paslon Miren Kogoya-Mendi Wonerengga meraup 111.079 suara atau unggul 25.277 suara atas pesaingnya.
Bentrokan berdarah itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan KPU.
DPR Minta Bentrokan di Pilkada Puncak Jaya Dibawa ke Ranah Hukum
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bentrokan yang terjadi berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada 2024 di Kabupaten Puncak Jaya harus dibawa ke ranah hukum pidana. “Bentrokan yang terjadi adalah konflik politis yang menyebabkan warga menjadi korban," kata Rifqi saat dihubungi di Jakarta, Senin, 7 April 2025, seperti dikutip dari Antara.
Rifqi meminta aparat keamanan, baik Polri maupun TNI, bisa memastikan situasi aman. Dia menegaskan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa tempat itu bukan hanya kewajiban penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah, melainkan juga merupakan kewajiban dari berbagai pemangku kepentingan.
Dengan adanya kasus itu, dia memandang perlu evaluasi mendasar terkait dengan pelaksanaan kampanye dan pilkada di beberapa daerah, termasuk di Papua yang kerap kali mendatangkan konflik hingga memakan korban jiwa. “Hal ini saya kira akan menjadi bagian penting dalam rangka pembahasan revisi undang-undang paket politik, termasuk di dalamnya terkait dengan Undang-Undang Pilkada di Komisi II DPR RI,” katanya.
Legislator Partai NasDem itu menyebutkan ada dua ide mengenai perubahan sistem pilkada, yakni pilkada yang dipilih oleh DPRD setempat atau pilkada yang dilaksanakan secara asimetris.
Dia lantas menjelaskan asimetris adalah setiap tempat memiliki cara dan mekanisme pilkada tersendiri. Dalam hal ini, pemilihan kepala daerahnya tergantung pada berbagai macam variabel, termasuk tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakatnya. “Itu juga menjadi bagian penting untuk kita melakukan evaluasi terkait dengan pilkada kita hari ini,” kata dia.
KPU Tunggu Putusan MK soal Sengketa Hasil Pilkada Puncak Jaya
Adapun KPU masih menunggu putusan MK perihal permohonan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Puncak Jaya, yang diajukan kembali oleh salah satu pasangan calon.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, apabila permohonan tidak diregistrasi atau tidak diterima dalam Buku Register Perkara Konstitusi (BRPK), pihaknya akan memerintahkan KPU Kabupaten Puncak Jaya melanjutkan tahapan berikutnya, yakni penetapan pasangan calon terpilih. “Oleh karena itu, kami meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum dan putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Idham saat dihubungi dari Jakarta, Senin.
Dia menuturkan KPU telah memberikan arahan kepada KPU Kabupaten Puncak Jaya agar dapat berkomunikasi dengan semua pihak, terutama tim kampanye pasangan calon. Hal itu dilakukan untuk mencegah potensi konflik. “Pelaksanaan pilkada di Kabupaten Puncak Jaya berada di bawah KPU setempat, dan kami telah meminta mereka untuk berkoordinasi dengan semua pihak terkait,” ujarnya.
Mengenai kemungkinan perubahan mekanisme pemungutan suara di daerah rawan konflik, Idham menegaskan hal tersebut merupakan kewenangan MK. Saat ini, kata dia, KPU masih menunggu kepastian apakah gugatan terbaru atas hasil rekapitulasi ulang akan diregistrasi oleh MK atau tidak. “Kami tegaskan bahwa sampai saat ini KPU Puncak Jaya masih menunggu informasi dari MK,” ujarnya.
Paslon nomor urut 1, Yuni Wonda dan Mus Kogoya, mengajukan permohonan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Puncak Jaya ke MK dengan nomor perkara: 305/PHPU. BUP-XXIII/2025. Dalam putusannya pada 24 Februari 2025, MK memerintahkan KPU melaksanakan rekapitulasi ulang perolehan suara di 22 distrik Kabupaten Puncak Jaya.
KPU telah melaksanakan amar Putusan MK Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 dengan melakukan rekapitulasi ulang perolehan suara Pilkada Kabupaten Puncak Jaya pada 12 Maret 2025. Setelah rekapitulasi ulang, terjadi bentrokan antarpendukung pasangan calon yang mengakibatkan 12 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Nandito Putra dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Setara Institute: Poin Kerja Sama Udayana dan TNI Mengarah ke Supremasi Militer
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini