Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Calon-calon di Punggung Banteng

PDIP keras menyorongkan kadernya untuk menjadi calon pendamping Gubernur Basuki. Bertameng peraturan pemerintah.

1 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTANYAAN soal kesiapan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menghadapi banjir rupanya hanya umpan. Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, Jhonny Simanjuntak, yang melontarkannya, segera meneruskan setelah mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu memberi jawaban: "Tapi Pak Ahok tak bisa sendirian. Butuh wakil yang mumpuni."

Sejurus kemudian, obrolan pada Rabu malam pertengahan November lalu di Hotel Sultan itu beralih topik. Jhonny melontarkan tokoh yang pantas menjadi wakil Ahok, yang dua hari setelahnya dilantik menjadi Gubernur Jakarta—jabatan yang ditinggalkan Presiden Joko Widodo. Jhonny lantas mengungkapkan jasa Ketua PDIP Jakarta Boy Bernardi Sadikin yang membuat Jokowi-Ahok memimpin Jakarta.

Menurut seorang politikus PDIP yang hadir, mungkin karena merasa ditekan, Ahok terlihat tidak antusias. "Saya sudah punya pilihan sendiri," katanya, menirukan jawaban Ahok, Senin pekan lalu.

Basuki datang diundang partai-partai pengusung Jokowi dan dirinya di DPRD DKI Jakarta. Hadir pula belasan politikus dari PDIP, Partai NasDem, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Ketua Fraksi NasDem Bestari Barus dan Ketua Fraksi Hanura Ongen Sangaji juga hadir.

Seorang politikus PDIP menuturkan, pertemuan itu memang dibuat sebagai ajang penjajakan kemungkinan Boy, putra mantan Gubernur Jakarta Ali Sadikin, menjadi wakil gubernur. Langkah cepat perlu dilakukan setelah Jokowi menjadi presiden dan kursi gubernur diduduki Basuki.

Jhonny membenarkan adanya pertemuan untuk "memancing" Basuki. "Wajar kami menyodorkan Boy karena mumpuni," ucapnya Rabu pekan lalu. Ia menerangkan, Boy matang dalam berpolitik. Pertimbangan politik diutamakan karena partai-partai pendukung Prabowo Subianto di Kebon Sirih—sebutan kantor DPRD Jakarta—mengancam menjegal Basuki.

Kekuatan kubu lawan tak bisa dianggap enteng. Di sana berkumpul Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan. Itu sebabnya, menurut Jhonny, dibutuhkan tokoh kuat untuk meredam manuver mereka.

Boy adalah anggota DPRD Jakarta 2009-2014. Dalam setahun terakhir pada periode itu, ia menjadi wakil ketua. Namun Boy tak mencalonkan diri dalam pemilihan umum legislatif tahun ini. Dia juga mencoba menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2012 dari PDIP, tapi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tak merestui. Rekomendasi pun jatuh ke Jokowi. Boy ditunjuk menjadi ketua tim sukses.

Menjelang pelantikan Basuki menjadi Gubernur Jakarta pada Rabu dua pekan lalu, bertebaran spanduk "dukungan" Boy menjadi wakil gubernur di seantero Jakarta. Seorang pengurus PDIP Jakarta membenarkan jika pemasangan spanduk disebut untuk menggiring opini publik. Tapi Boy mengaku tidak tahu-menahu soal spanduk. Ia bahkan memastikan telah meminta anak buahnya segera melepas spanduk-spanduk tadi. "Saya serahkan semuanya kepada pengurus pusat," ucapnya Rabu pekan lalu.

Boy dipanggil ke rumah Mega di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat dua pekan lalu. Ketua DPRD Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, yang hadir, menyatakan pertemuan itu tidak istimewa dan hanya untuk memberikan laporan rutin.

Seorang pengurus PDIP berkata lain. Menurut dia, Mega memerintahkan Boy dan Prasetyo tak terang-terangan memunculkan wacana wakil gubernur. "Di partai berkembang dua calon, yaitu Boy dan Djarot," ujarnya. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Erico Sutardoga membenarkan kabar bahwa PDIP tengah menggodok nama Boy dan Djarot Saiful Hidayat untuk dicalonkan sebagai wakil gubernur.

Dalam beberapa kesempatan, Basuki mengaku tertarik pada gaya kepemimpinan Djarot, yang menjadi Wali Kota Blitar, Jawa Timur, dua periode pada 2000-2010. Kepiawaian Ketua PDIP asal Jawa Timur itu dalam menata pedagang kaki lima bikin Basuki kesengsem. Penolakan datang lagi dari PDIP Jakarta. "Boy diunggulkan karena dia anak Jakarta," kata anak buah Boy di PDIP Jakarta.

Djarot tak mau banyak berbicara soal perebutan kursi pendamping Basuki. "Pembahasan saya serahkan ke pusat," ujarnya Rabu pekan lalu di kantor pusat PDIP, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Sebaliknya, kubu Boy semakin agresif. Rabu malam pekan lalu, Prasetyo mengundang Gubernur Basuki ke rumah dinasnya di Jalan Imam Bonjol Nomor 37, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam acara selamatan rumah dinas itu, Prasetyo merancang duduk semeja dengan Basuki dan Boy. Prasetyo pun "mengingatkan" Basuki bahwa program kerjanya bakal mulus kalau mengambil pendamping dari PDIP. Komunikasi dengan lawan politik bisa lebih mudah. "Jangan dari pegawai negeri sipil," kata Jhonny Simanjuntak.

Para politikus banteng merujuk pada Sarwo Handayani, Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan DKI Jakarta, yang merupakan pegawai negeri. Basuki memang beberapa kali mengatakan bahwa Yani pantas mendampinginya. Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI Jakarta itu pun menyambut. "Saya siap bekerja maksimal jika diminta," ujarnya Senin pekan lalu.

Mega juga turun tangan. Tapi dalam beberapa pertemuan dengan Mega, menurut Basuki, tak ada nama yang disodorkan. "Ibu tanya bagaimana kriteria yang cocok?" ucapnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Basuki memasang syarat, yakni pandai berdiskusi, tidak serakah, dan tidak primordial. "Yang terpenting tidak rasis."

Basuki mengatakan sengaja tak memunculkan nama meski sudah ada di kantongnya. "Menunggu peraturan pemerintah teknis pengangkatan wakil gubernur," katanya. Peraturan pemerintah yang dimaksud adalah turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Salah satu poin penting peraturan pemerintah itu: wakil gubernur bisa berasal dari pegawai negeri sipil.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, berdasarkan rancangan, pengajuan calon tak perlu rekomendasi partai. Rancangannya sudah dikirimkan ke Presiden Jokowi pada Kamis pagi pekan lalu.

Presiden belum menandatangani aturannya. Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri yang juga Sekretaris Jenderal PDIP, malah menyatakan Boy akan menjadi pendamping Basuki. "Saya bertanya, Bu Mega menjawab Boy Sadikin," ujarnya di Surabaya, Rabu pekan lalu. "Nanti jadi masalah kalau gubernur dan wakil bukan orang Jakarta."

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto memastikan belum ada calon yang disepakati. Mega memang sudah beberapa kali bertemu dengan Basuki untuk berbincang soal kriteria wakil gubernur yang ideal. Tapi, "Kami belum memutuskan," ujar Hasto, Rabu pekan lalu.

Syailendra Persada, Agita Sukma Listyanti (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus