Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bukan akhir yang hitam...

Kini majalah tempo telah berusia yang ke-10. perbaikan-perbaikan dilakukan untuk meningkatkan mutu majalah dengan berbagai macam cara. (kd)

7 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH baik tidak dianggap sebagai "akhir yang hitam". Persis di penutup usianya yang 10 tahun, nomor lalu, untuk pertama kalinya TEMPO melakukan penghitaman sebagian wajahnya. Ini, apa boleh buat, bisa saja dinilai sebagai tindakan berbijak-bijak: sebuah langkah yang harus diambil bila tuntutan dari luar maupun dari dalam diri sendiri harus disatukan. Penghitaman (atau siapa tahu malah yang lebih dari itu), memang hanya sebagian dari seluruh kemungkinan. Itu sudah termasuk "suratan nasib" dalam riwayat kami. Ini memang sebuah riwayat. Panjangnya satu dasawarsa. Beragamnya pengalaman dalam jangka tersebut sebagian sudah diketahui pembaca sendiri. Hanya, bila ada yang perlu kami sampaikan sebagai pengantar memasuki tahapan baru, yang pertama justru ungkapan rasa terimakasih kepada anda semua. Bukan basa-basi bila kami katakan, bahwa salah satu perhatian terbesar kami adalah penerimaan anda -- apalagi pembaca yang sudah dengan baik hati menyambut kami sejak mula. Berbagai usaha pengembangan dan pemajuan mutu, dikaitkan selalu dengan perkiraan tentang "reaksi" anda. Dua kali riset yang sudah dilakukan misalnya, 1972/1973 dan 1979/1980, dimaksud terutama untuk mengenali jenis-jenis keluarga majalah ini, maupun "masakan mana" yang kira-kira paling digemari di antara yang dihidangkan. Semua itu adalah pelayanan, kalau boleh kami katakan. Dan penerimaan pembaca pulalah, yang mendesak kami untuk "awas" -- jangan sampai kami bekerja seenaknya. Surat-surat anda, seperti yang pernah kami katakan, merupakan sebagian cerminan keinginan pembaca itu. Bahkan kritik dan tudingan ke muka kami, kami usahakan untuk selalu tampil. Hanyalah menyedihkan, bahwa beberapa pembaca --seperti terungkap dari dua-tiga surat pada nomor-nomor terakhir -- akhirnya memutuskan untuk keluar dari hubungan langsung dengan majalah ini, dengan alasan yang menerbitkan simpati: soal daya beli, dan bukan misalnya "perbedaan haluan". Ini tiba-tiba menyadarkan kita bersama akan keterbatasan masing-masing. Keterbatasan kami ialah, kami harus bekerja juga dengan hukum-hukum perdagangan. Sebuah usaha pers memang bukan tempat mencari untung. Sebuah usaha pers juga ternyata sebuah institusi yang memerlukan biaya cukup -- agar ia kuat dan tidak "menjual diri". Di negeri totaliter seperti Cina dan Vietnam pers tak perlu usaha sendiri. Mereka disubsidi penguasa. Tapi mereka juga cuma terompet. Kami yakin pembaca tak ingin TEMPO harus jadi terompet -- juga terompetnya nafsu mengeruk laba. Dalam hubungan itulah, TEMPO selalu berusaha menjadi lebih tebal. Ini memang salah satu yang ingin kami lakukan, sebagai imbalan. Setelah majalah ini terbit dengan tebal 50-an halaman pada tahun pertama, enam tahun kemudian, 1977 (5 Maret, sebagian anda tahu) ia menjadi 60 halaman. Jika iklan bertambah, kami tidak mengambil jatah halaman redaksi. Kadang diadakan penambahan, sampai empat halaman, bahkan mulai Mei tahun lalu penambahan kadang bisa menjadi 8 - 10 halaman. Tambahan halaman sudah tentu berarti tambahan kerja. Dalam hubungan itulah kami secara teratur menambah tenaga. Meskipun TEMPO barangkali termasuk "kikir" dalam menerima calon wartawan. Salah satu sebabnya: sifat majalah ini terpaksa menghendaki wartawan yang bukan saja pandai menulis dan mendapatkan informasi, tapi juga yang bisa bekerja dalam tim. TEMPO 'kan kerja "keroyokan". Dalam suasana kerja keroyokan itu tentu saja terjadi saling asah (meskipun tak selamanya "saling asih" dan "saling asuh"). Untuk melembagakan itulah, ada Biro Pendidikan. Biro Pendidikan, yang merupakan tambahan bagi sejumlah kerja rangkap orangTEMPO sendiri, tugasnya terutama "mencari-cari kelemahan" rekan-rekan untuk bisa membantu mereka dengan pendidikan lebih lanjut. Termasuk, misalnya, mewajibkan kursus bahasa Inggris. Sebab bukan rahasia lagi, wartawan Indonesia umumnya tidak mahir dalam bahasa asing dan akrab dengan literatur asing. Padahal perpustakaan dan dokumentasi TEMPO sendiri alhamdulillah termasuk diusahakan dengan ambisi dan biaya besar untuk jadi lengkap. Di sini tersimpan tak cuma buku-buku, tapi juga koran-koran dan majalah dari pelbagai negeri, di samping sejumlah buletin dan jurnal. Bahwa sebagian besarnya tertulis dalam bahasa asing, anda pahami. Karena kebutuhan itu, di samping tuntutan tugas sehari-hari di lapangan maupun di meja (bukankah kesalahan menulis kata asing di TEMPO juga akibat kekurangan itu?) Biro Pendidikan terhitung keras juga dalam pewajiban kursus. Seluruh wartawan, di samping sebagian tenaga karyawan bidang lain, diharuskan mengikuti testing untuk menentukan pada kelas berapa ia boleh diwajibkan belajar dengan subsidi dari kantor. Termasuk Pemimpin Redaksi, juga harus tes bahasa Inggris (untung lulus untuk tingkat yang "bebas kursus"). Maka kantor pun jadi semacam tempat pertemuan anak sekolah. Setiap hari ada saja yang berangkat atau pulang dari kursus -- lebih-lebih karena juga ada kursus manajemen bagi sebagian tenaga wartawan dan administrasi yang dipersiapkan untuk jabatan pengelolaan. Lalu dengan kursus, plus ngobrol, plus tugas rangkap (misalnya jadi anggota peneliti atau tim pendidikan) bagaimana orang TEMPO bisa menyelesaikan tugas utamanya: mengisi dan menawarkan TEMPO ke pembaca? Jawabnya, dalam kata-kata yang populer di kantor kami itu sih "manajemen" . . . Terjemahannya: itu bisa digotong-royongkan. Kemantapan gotong-royong memang perlu manajemen. Dulu kami mentah betul dalam soal ini. Lambatnya kemajuan oplah TEMPO tahun-tahun lalu misalnya (pernah hanya 23.130 pada 1973 setelah 25.500 di tahun sebelumnya, adalah karena cara kerja kami yang kuno. Keterlambatan terbit, yang menyebabkdn terlambatnya waktu penjualan, di tahun-tahun itu merupakan hal rutin. Bahkan pernah majalah ini terpaksa tidak terbit di sekitar hari Idulfitri, berhubung sebagian besar wartawan pulang mudik(!). Ini, kadang-kadang bersama dengan semangat "asal sambar naskah", disebabkan oleh tiadanya teamwork yang baik. Karena itu pula di kemudian hari kerjasama dengan LPPM, Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Manajemen, diadakan. Beberapa bulan dilakukan survei lengkap dengan segala wawancara di TEMPO, dilanjutkan dengan evaluasi tiap bagian, penyusunan program lima tahun dan evaluasinya per tahun, berbagai pergeseran dan penambahan -- alhasil dasar-dasar manajemen yang diperlukan dan dikembangkan sampai kini. Dengan itu pula lembaga seperti Koordinator Reportase, yang bertugas mengatur seluruh pencarian berita di Jakarta maupun di daerah (dibentuk 1976, dan efektif sejak 1978) disempurnakan. Dari sinilah wartawan kita di hampir seluruh pelosok mendapatkan salurannya. Juga yang di luar negeri. Di sini dilakukan bukan sekedar pencatatan naskah maupun imbalan untuk mereka, tapi juga perencanaan sekali seminggu maupun hubungan dinas hampir setiap hari: telepon, telegram, teleks .... Dilihat dari statistik penelitian mutu, yang dilakukan Biro Pendidikan, sumbangan dari daerah dan luar negeri kian lama kian besar alam ide dan isi TEMPO. Dengan kata lain, peranan orang di lapangan menjadi kian pening, sehingga TEMPO tak bisa disebut "majalah Pemimpin Redaksi", yang hanya mencerminkan wajah orang seorang. Memang, kami baru hanya bisa membentuk tiga perwakilan dengan tiga kepala biro di provinsi-provinsi yang "sudah matang": Yogya & Jawa Tengah, Jawa Timur & Nusa Tenggara serta Sumatera Utara & Aceh. Tapi para wartawan lain di berbagai tempat, tercatat di Jakarta. Dan itu selain lewat bahan berita yang mereka kirim juga lewat kedatangan mereka sendiri ke "pusat", secara periodik, ganti-berganti untuk berbagai penataran maupun studi praktek dan perbandingan. Pada gilirannya lalu lintas ini juga akan dikenakan pada para wartawan Jakarta ke daerah. Dan itu sebagiannya urusan Biro Pendidikan. Biro ini juga merekomendasi seseorang untuk pergi ke daerah bukan dengan maksud pencarian berita. Seseorang misalnya dikirim untuk mengikuti seminar ataupun "pengisian baterai rohani' dengan pengalaman, termasuk ke luar negeri. Biro juga menyelenggarakan ceramah maupun diskusi periodik dengan memanggil tokoh-tokoh berbagai bidang. Maklum wartawan, yang kadang-kadang dianggap "banyak tahu" itu, sebenarnya banyak sekali yang "tidak mendalam". Segala jerih payah itu memang tidak terbaca di halaman-halaman majalah anda -- meski kami sendiri berharap agar buahnya mampu menambah bobot majalah ini dalam pelayanannya. Paling kurang, bangunan yang berdiri di belakang majalah anda, kami harapkan semakin kokoh -- dan syukurlah bila itu menyebabkan apa yang tersajikan makin bisa diandalkan. Kami tiba-tiba teringat masa sepuluh tahun yang lalu, hari-hari pertama kami berkumpul di bekas sebuah gedung apotek tua, yang jorok bagian bawahnya dan bergoyang lantainya bagian atas. Kami masih jauh lebih muda, hanya sedikit waktu itu mungkin lebih sederhana, girang dan penuh cita-cita. Bersama rekan-rekan yang di hari kemudian memperkuat bangunan bersama ini, semua dari kami tak urung harus menjadi bagian dari sebuah perusahaan pers yang kami sendiri turut dirikan. Dan perusahaan pers adalah perusahaan juga. BEDANYA: mesin-mesin adalah manusia, yang berkembang dan karena itu memerlukan pembinaan dengan pendidikan. Itulah mengapa perusahaan pers yang berkembang seharusnya berbeda dari perusahaan roti. Dan mesin pers berbeda dari mesin roti. Mungkin sepuluh tahun telah memberi kami cukup banyak hal, sebagaimana juga pada anda. Mungkin kami makin sadar pada kompleksitas masalah. Mungkin kami makin banyak menimbang, atau berusaha berlapang dada. Dan bersama tenaga-tenaga yang lebih muda dan bergairah, mungkin kami memberikan pula tambahan lain. Bahwa majalah ini, dengan begitu, mengalami perubahan, bahwa bahasanya misalnya menjadi makin teratur (dan TEMPO pernah mendapat hadiah pertama untuk pemakaian bahasa terbaik pada Pekan Bahasa November tahun lalu, dari Departemen P&K), atau bahwa TEMPO, dikatakan, tidak "segalak" dulu, betapa pun sudah merupakan hasil dari pertimbangan yang lebih mantap, dilihat dari segi usia maupun organisasi. Kami sadar pada pentingnya pikiran maupun keluhan anda. Kami hanya, dalam banyak hal, tidak mengatakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus