Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cerita Puan Maharani Tak Pernah Dibilang Putri Mahkota

Puan Maharani tak menampik sejumlah ketua umum atau politikus senior partai-partai politik di Indonesia mendidik anak-anaknya menjadi pemimpin.

30 November 2018 | 09.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Bidang Politik dan Keamanan PDIP (nonaktif) Puan Maharani mengaku tak pernah disebut sebagai putri mahkota oleh ibundanya Megawati Soekarnoputri, yang juga Ketua Umum PDIP.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Enggak pernah dibilangin saya ini putri mahkota atau putra mahkota," kata Puan kepada Tempo di kantornya, Jakarta, Senin, 26 November 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puan tak menampik sejumlah ketua umum atau politikus senior partai-partai politik di Indonesia mendidik dan mengarahkan anak-anak mereka untuk menjadi pemimpin. Beberapa anak tokoh sentral partai, di antaranya Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono, anak Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono lalu Hanafi Rais, anak pendiri sekaligus Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais.

Ada pula Aryo Djojohadikusumo dan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, anak dari anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo sekaligus keponakan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Selain itu, ada Diaz Hendropriyono yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Jabatan itu sebelumnya diduduki ayah Diaz, AM Hendropriyono.

Menurut Puan, dirinya tak memiliki keistimewaan sebagai anak Megawati. Dia mengaku tetap harus bekerja keras di setiap posisi yang dia duduki.

"Justru setiap saya ditempatkan di satu tempat, saya diminta, dipaksa, dalam tanda kutip berjuang untuk diri saya sendiri," kata Puan, yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Puan pun menceritakan pengalamannya pertama kali menjadi calon anggota legislatif dari PDIP pada pemilihan umum 2009. Dia pertama kali bersedia mencalonkan diri setelah menolak saat diminta maju di pemilu-pemilu sebelumnya.

Saat kampanye pemilu 2009 tersebut, Puan mengaku dirinya berbulan-bulan jarang pulang ke rumah lantaran berada di daerah pemilihan. Puan pun mengungkit hasil pemilihan legislatif 2014 saat dirinya berada di urutan ketiga, sedangkan urutan keduanya adalah Edhie Baskoro alias Ibas.

Pada pileg 2014, perolehan suara terbanyak diraih oleh Karolin Margret Natasha, dokter lulusan Universitas Atma Jaya Jakarta. Karolin merupakan caleg PDIP dari dapil Kalimantan Barat.

Menurut Puan, saat itu pun banyak yang menyindir kemenangan itu karena di maju dari daerah basis PDIP. Namun menurut Puan, dia tak mungkin menang jika tak rajin turun ke dapil.

Ia juga mengatakan tak pernah ada karpet merah untuknya sebagai anak orang nomor satu di partai, sekaligus mantan presiden Indonesia. "Bahwa ada support pasti, tapi saya harus kerja langsung di lapangan. Kalau enggak orang enggak akan tahu saya," kata Puan Maharani.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus