Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dari Mana Datangnya Rumus

Rumus nilai STTB yang diputuskan Ditjen PDM untuk menentukan lulus tidaknya siswa, atas kesepakatan semua kanwil P & K diubah dengan menurunkan bobot R. (pdk)

25 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA disepakati sudah bahwa Ebtanas atau ujian negara dilaksanakan tahun ini, masalah yang muncul yakni soal nilai. Untuk menentukan seorang siswa lulus atau tidak, cukupkah dengan angka Ebtanas? Akhirnya Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) menyarankan agar nilai rapor di sekolah diperhitungkan pula. "Maksud kami agar nasib siswa tak hanya ditentukan oleh ujian yang hanya sesaat," kata R. Ibrahim, kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pendidikan BP3K. Cara ini oleh beberapa guru dinilai lebih obyektif dibandingkan dengan cara zaman ujian negara sebelum 1972. Masalahnya kemudian, bagaimana menggabungkan nilai rapor dan ujian negara itu. BP3K, sebagai lembaga penelitian dan pengembangan Departemen P & K, mengusulkan untuk menjumlahkan saja kedua jenis angka itu, kemudian dibagi secara rata-rata. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (PDM), menurut Anwar Jasin, sekretaris Ditjen-nya, setuju. Cuma timbul pertanyaan: apakah bobot nilai rapor sama dengan nilai Ebtanas. Bila dianggap sama, bukankah tak perlu ada ujian. negara. Akhirnya Ditjen PDM memutuskan untuk memberi bobot nilai ujian negara lebih besar daripada angka rapor. Sebab, tingkat kesukaran Ebtanas dianggap lebih tinggi daripada ulangan sehari-hari. Maka, diperolehlah rumus yang banyak dibincangkan itu: (P + Q + 3R):5. P dan Q adalah nilai rapor kelas tiga. Itu rumus untuk sekolah menengah. Untuk SD bobot R ( Ebtanas ) hanya diberikan 2, sementara P dan Q, tentu saja, nilai rapor kelas terakhir. Bobot itu diputuskan antara lain dengan pertimbangan, "Agar hasil akhir lebih mendekati nilai Ebtanasnya daripada nilai rapor," kata AnwarJasin pula. Dengan bobot 1, katanya, itu boleh dianggap nilai rapor dan Ebtanas sama. Bila 2, dianggap perbedaan juga belum berarti benar untuk sekolah menengah. Untuk SD, 2 dianggap cukup. Tigalah kemudian yang dipandang sebagai bobot yang layak bagi Ebtanas sekolah menengah. Tapi mengapa tidak 4 atau 5 sekalian? "Wah, bisa hancur," kata sekretaris Ditjen PDM itu. Maksudnya, bila siswa mendapat nilai Ebtanas jauh lebih rendah daripada nilai rapornya, angka STTB (Surat Tanda Tamat Belajar)-nya akan rendah. Dan memang terjadi penyimpangan cukup drastis. Atas kesepakatan semua Kanwil P & K seluruh Indonesia, rumus nilai STTB diubah. Bobot R diturunkan. Disediakan 12 rumus, dari bobot R hanya 0,1 hingga 3. Sehingga, keputusan untuk menilai lebih tinggi ujian negara daripada angka rapor boleh dibilang batal. Jadi, untuk apa segala Ebtanas ini? Jawaban yang umum, dengan Ebtanas pemerintah tahu kualitas tiap sekolah. Namun, beberapa guru meragukan bahwa soal-soal Ebtanas yang sebagian besar terdiri dari soal pilihan ganda - benar-benar menguji siswa secara baik. Laporan Indrayati (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus