Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di Ambang Aib Sejarah

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokumen CIET tak berat amat. Tebalnya cuma 30 halaman, terdiri dari empat bab dan 156 paragraf. Tapi, isi di dalamnya bisa membuat Jenderal Wiranto— judoka pemegang ban hitam—benar-benar bakal terjengkang. Salah satu dari sembilan konklusi penting di situ menyatakan bahwa tindak kejahatan hak asasi manusia di Timor Timur terjadi atas persetujuan dan sepengetahuan pucuk komando TNI. Saat diumumkan, laporan itu akan dibuat dengan kepala surat Komisi Hak Asasi Manusia PBB, Sekretaris Jenderal PBB, dan Dewan Keamanan PBB. Sejak pekan lalu, dokumen ini sudah beredar di kalangan terbatas. Laporan itu akan dipublikasikan pada 31 Januari 2000 pukul 10.00 waktu New York. Menurut seorang sumber, draf final itu disusun melalui sebuah perjalanan panjang. Tahap pertama, setiap anggota komisi membuat laporan berdasarkan penyelidikan lapangan mereka di Timor Leste, 25 November-3 Desember lalu. Setelah dirangkum, lalu dilimpahkan ke markas Komisi Hak Asasi PBB di Jenewa, Swiss. Di sini, pada minggu pertama Januari, draf itu diolah lagi dengan berbagai hasil investigasi lain. Antara lain yang dilakukan oleh tim Special Rapporteurs dan Amnesti Internasional. Hasilnya diserahkan ke Sekjen PBB sekitar 15 Januari lalu. Setelah dikunyah-kunyah lagi, barulah draf final dikeluarkan. Yang menarik adalah rekomendasi mengenai perlu digelarnya sebuah mahkamah internasional. Pengadilan ini kabarnya bakal terdiri dari hakim yang ditunjuk PBB dengan melibatkan pihak Tim-Tim dan Indonesia. Persidangan akan digelar di Tim-Tim, Indonesia, dan kawasan lain yang berkepentingan dengan tindak kejahatan kemanusiaan di Timor Leste sejak Januari 1999. Dan itu bisa membuat Wiranto masuk dalam kelompok "elite" jenderal yang diajukan ke mahkamah internasional—yang dalam paruh kedua abad ini hanya menyidangkan kasus pembantaian di Bosnia dan Rwanda. Pengadilan Kejahatan Perang PBB di Den Hag, Belanda, menjadikan Jenderal Momir Talic dari Serbia sebagai terdakwa. Talic diduga kuat bertanggung jawab atas pembantaian massal ketika menjadi Komandan Pasukan Serbia di barat laut Bosnia pada 1992. "Kejahatan perang terbesar terjadi di wilayah Jenderal Talic bertugas," kata Amor Masovic, Kepala Komisi Orang Hilang Muslim Bosnia. Tak kurang dari 1.200 mayat telah digali dari kawasan Talic bertugas. Sebuah kuburan massal—berisi 188 mayat, termasuk seorang bocah berusia empat tahun dan adik perempuannya, orok lima bulan—ditemukan di barak pasukannya. Memang, tak ada bukti telanjang bahwa Talic terlibat langsung dalam aksi bengis itu. Tapi, seorang petinggi muslim menuduh Talic sebenarnya tahu dan bisa menghentikan kebrutalan itu. Dan itu tak dilakukannya. Sekarang, Talic mendekam di sebuah penjara Belanda dan menghadapi tuntutan bui seumur hidup. Tuduhan serupa—mengetahui tapi tidak mau mencegah kejahatan—bisa berlaku untuk kasus Tim-Tim. Dan jika mahkamah internasional kasus Tim-Tim jadi digelar, negeri ini mesti rela disejajarkan dengan kedua aib peradaban itu. Karaniya D.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus