INI bukan cerita dalam film. Tapi kejadian di daerah Bontang,
pantai timur Kaltim yang kaya minyak itu. Sejak Bechtel membawa
ribuan karyawan untuk membangun proyek LNG di sana, berdatangan
pula WTS-WTS mencari mangsa. Dan sementara Bechtel mengusahakan
penyelesaian garapannya, ada pula yang mengusahakan komplek WTS.
Rupanya cukup laris juga hingga dipandang perlu menambah WTS-WTS
baru.
Tiga orang gadis asal Surabaya, bulan lalu termasuk yang nyaris
terperosok ke "pasar cinta" itu. Pada mulanya tiga gadis
tersebut bernama W, S dan R -- didatangi seorang dengan cara
baik-baik. Mereka yang baru tamat SMP, SMEA dan PGA itu ditawari
pekerjaan sebagai tukang cuci dan tukang masak di Bontang dengan
gaji Rp 75.000/bulan. Jumlah gaji yang menggiurkan di
tengah-tengah sulitnya mencari pekerjaan itu tampaknya cukup
membuat mereka untuk memutuskan segera berangkat.
Orang tadi mengantarkan mereka sampai ke kapal tanpa diketahui
siapa nama dan di mana rumahnya. Yang jelas, sesuai dengan
perjanjian, mereka diterima oleh seseorang yang tak dikenal di
pelabuhan Balikpapan. Dari situ mereka langsung dibawa ko
Bontang untuk segera dipekerjakan. Tetapi betapa terkejut mereka
ketika pengusaha tadi membawanya ke komplek WTS. Tentu saja
mereka tak mau. Cukup sudah mereka bertengkar dengan sang germo
tapi apalah daya wanita.
Merekapun disekap di kamar tahanan yang sengaja dibikin untuk
mengurung korban-korban yang bandel. Tiga hari sudah mereka
menderita, tapi sang germo belum juga berhasil membujuk mereka
untuk menjadi pelayan hidung belang. Malam ke empat, ketika
orang sudah hampir tidur mereka bertiga berhasil keluar dari
kurungan dan lari ke pelabuhan. Untung saja di pelabuhan kecil
itu sedang ada perahu ketinting (3 PK) yang dikemudikan Nanang
yang akan meninggalkan daerah itu ke Bontang-kota. Karena si
Nanang tak keberatan, merekapun naik ke perahu. Dasar sial,
ketika perjalanan belum dapat separoh, mesin ketinting rusak.
Cukup sudah Nanang berusaha menghidupkannya tapi tak juga
berhasil. Padahal malam itu sangat kelamnya. Posisi perahu pun
berada di pinggir pantai yang lebat dengan hutan rumbia.
Nanang membujuk ketiga dara itu untuk ikut kembali ke daerah
semula sambil mendayung perahu, namun mereka berkeras tak mau.
Mereka takut kalau sang germo siap menghadang dengan kemarahan.
Mereka memilih diturunkan di pantai terdekat meskipun di pantai
itu hanya berupa rimba rumbia. Nanang mengingatkan akan banaya
yang mengancam mereka kalau turun di hutan itu, namun mereka
lebin takut kepada germo. Walhasil Nanang menurunkan mereka di
hutan rumbia itu disaksikan oleh gelapnya malam. Menjelang
subuh, Nanang sampai kembali di pelabuhan dekat kompleks WTS.
Dan benar, ia dituduh melarikan ketiga gadis tersebut. Untunglah
Nanang segera mendapat perlindungan dari seorang brimob yang ada
di sana.
Kasbon
Siang harinya, kebetulan rombongan camat meninjau kawasan itu.
Maka si Nanang pun melaporkan kejadian semalam dengan maksud
turunnya sebuah pertolongan. Mendengar laporan Nanang camat
Yusran Zafrie segera minta pihak keamanan mencari gadis malang
itu. Tapi sayang sang gadis sudah tak lagi diketemukan di tempat
semula. Rupanya mereka telah memasuki hutan rimba itu tanpa tahu
arah tujuannya. Baru esok harinya lagi polisi menemukan mereka
yang terduduk kelelahan di bawah sebuah pohon dalam hutan.
Bajunya juga sudah kelihatan compang-camping dijawil
ranting-ranting dahan. Melihat kedatangan polisi itu mereka
masih berusaha lari, namun karena kelelahan akhirnya berhasil
dikejar dan dibawa ke kecamatan. Beberapa hari kemudian
pemerintah kecamatan memberi sangu mereka untuk kembali ke
Surabaya lagi.
Rupanya turun tangan berwajib hanya sampai di situ. Buktinya
"pedagang wanita" yang mendatangi kejadian serupa itu tetap
tenang-tenang saja, tanpa mendapat tindakan yang tegas. Ini
tentu dapat dimaklumi. Sebab petugas-petugas di kawasan itu
kabarnya enggan menghadapi germo yang mendapat julukan killer
itu. Baru sebulan kemudian dibentuk team pengelola yang diketuai
Dan Ramil setempat. Langkah pertama team juga sudah mulai
tampak: yakni memungut bayaran bagi pengunjung yang memasuki
komplek @ Rp 100. Dari retribusi zinah ini kabarnya berhasil
dikumpulkan uang Rp 30 hingga 40.000/malam. Ini berarti hampir
separoh penduduk di sana -- 5.000 di antaranya karyawan Bechtel
-- menjadi langganan. Khusus bagi karyawan LNG itu konon biar
tak berduit bisa saja menikmati WTS asal dihitung dalam kasbon.
Nah, akhir bulan mereka melunasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini