Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Menggemukkan Si Krempeng

Beternak sapi cara tradisionil sudah lama dilakukan penduduk kal-sel. petugas dinas kehutanan tanah laut mengubahnya dengan cara baru. usaha peter nakan cara baru ini belum didukung penduduk. (dh)

16 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BETERNAK sapi secara tradisionil memang sudah lama dilakukan penduduk Kalimantan Selatan. Tentu saja, tak begitu membawa banyak hasil. Sebab bobot dagingnya, tak seperti sapi-sapi kereman yang dipelihara secara layak. Sebab dengan cara tradisionil, hewan-hewan yang dipelihara untuk diambil dagingnya itu, dibiarkan berkeliaran di hutan dan lembah-lembah perbukitan. Bila pemiliknya butuh duit buat kenduri atau keperluan lain barulah ditangkap untuk dijual. Makanannya berupa ilalang liar. Sedang buat memperoleh ilalang muda dan segar, para peternak biasanya membakarnya di akhir musim kemarau. Agar di musim penghujan tiba, ilalang muda bisa muncul. Wajar bila hewan-hewan ternak tersebut punya tubuh seadanya pula: kerempeng dan berdaging tipis. Cara beternak yang kurang menguntungkan tersebut pernah merisaukan Yusri Kaderi, Petugas Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut (Peleihari). Di tahun 1960-an ia pernah mencoba mengubahnya dengan cara membuat perkebunan rumput di kawasan'tempat kerjanya, Tambang Ulang. "Saa mula-mula ditertawakan orang. Bahkan ada yang mengira, saya sudah sinting", tutur Yusri, yang beberapa tahun kemudian, di 1971, usahanya ternyata mendapat sambutan dunia peternakan di sana. Kebunnya yang semula cuma beberapa Ha, membiak jadi sekitar 173 Ha. Dan kini usahanya dilanjutkan R. Paidi, petugas penggantinya. Tak kurang dari 14 buruh lepas ikut menggarap. Hingga biaya mahal pun tak terhindarkan, Rp 50 ribu per Ha. Apalagi bibitnya mesti didatangkan dari Brazilia dan Australia. Menurut Paidi, rumput jenis Arundinella Nephalensis dan Stylosanlthe Guyanensis terpandang sebagai unggul. "Tahan panas. Meski dilalap api, toh masih bisa tumbuh lagi, malah tambah subur", tutur Paidi membanggakan percobaan-percobaannya. Keistimewaan lainnya: 2 jenis rumput itu dapat mematikan ladang". Cara menanamnya semula distek, tapi kemudian dengan biji, karena lebih praktis. Harganya bibit biji itu Rp 3000 per kg. Subardjo Meski begitu, usaha tersebut mendapat dukungan ir. Endjang Manshur dari Dinas Peternakan Propinsi, yang juga menggarap proyek serupa di wilayah kerjanya. Tahun depan ia akan mengimpor sedikitnya 8 ton bibit rumput itu. Dan membuka 168,47 Ha perkebunan baru. Juga Gubernur Subardjo menyambut proyek jenis ini dengan menggalakkan peternakan sapi dengan Imban Ranchnya. Kiriman 10 ekor sapi Unggul luar negeri jenis Sinta dan Brahman hadiah Presiden Suharto, tentu saja disambut senyum hangat Subardjo. Bahkan H. Yusus, Kepala Dinas Peternakan Kodya Banjarmasin, secara emosionil sesumbar: "Akhir Pelita II nanti, Kalseltak mengimpor sapi potong lagi". Bukan tak bisa dipercaya. Sebab yang terlihat sekarang ialah kesibukan mengimpor bibit rumput. Terutama buat usaha peternakan yang besar-besar seperti Imban Ranch, Atu At Ranch dan Artha Ranch yang punya luas kebun rumput 300, 20 an 75 Ha. Sementara peternak-peternak kecil seperti Pengaron di Manunggal (Kabupaten Banjar) Sungai Raya (Hulu Sungai Selatan) Maburai, Tanta (Kabupaten Tabalongj, cukup mengambilnya dari perkebunan besar tadi. Namun sebegitu jauh belum terlihat usaha tersebut memancing cara-cara peternakan di Kalsel. Sebab seperti diakui ir. Endjang Manshur, "usaha kereman sapi di Kalsel belum dapat ditrapkan, karena faktor rumput dan pembiayaan". Tampak pula kesadaran meningkatkan bobot sapi dengan rumput yang cukup belum merata di kalangan para peternak. Berarti usaha yang dirintis Yusri Kaderi dan kini digalakkan ir. Endjang Manshur itu masih belum mendapat pendukung secara merata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus