Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Di Sini Beras Tak Laku

Curah hujan yang tinggi di kecamatan kapetahan menyebabkan tertundanya masa penanaman padi. Bibit pun sudah ditumbuhi hama wereng. Petani mengalami masa paceklik, daya beli turun menir dijadikan bubur. (dh)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK dua bulan terakhir beras tak laku di berbagai desa di Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Sebab "harga beras Rp 140 sampai Rp 160 se-kilogram tidak terjangkau oleh penduduk," ujar Kepala Sub Direktorat Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Cirebon drs Suparman Olereja. Kapetakan terletak 12 Km sebelah utara Kota Cirebon. Sejak Nopember tahun lalu sampai awal Pebruari tahun ini curah hujan cukup tinggi di kecamatan itu. Akibatnya penanaman padi yang biasanya sudah dimulai Desember atau paling lambat Januari berikutnya tertunda sampai Pebruari. Baru menjelang akhir bulan terakhir itu sebagian sawah di Kapetakan surut dari genangan air. Keterlambatan masa penanaman padi itu membuat petani menggunakan bibit yang sudah berumur sebulan. Tak disadari bibit semacam itu sudah ditumbuhi hama wereng. "Dalam waktu singkat hama itu menyerang seluruh areal pertanian di Kapetakan," kata Camat Sujati. Luas sawah di Kapetakan meliputi 6000 hektar. Di antaranya 3000 Ha musnah diserang wereng Pebruari lalu. Sedang 1000 Ha masih digenangi air, karenanya belum bisa ditanami. Akan hal 2000 hektar yang masih mulus diharap bisa dipanen Juni atau Juli nanti, "kalau berhasil dan tidak diserang hama" seperti dikatakan Sujati lagi. Walhasil petani Kapetakan paceklik sekarang ini. Hampir 25% dari 35 ribu penduduknya merubah makanan pokok dari beras ke menir (bubuk beras) yang harganya separo bahan pokok semula. Itupun tak sedikit di antaranya yang mampu membeli menir hanya sekedar untuk dibubur. Bukan ditanak seperti biasa. Lebih Parah Sebagian besar (75%) dari penduduk Kapetakan memang hanya buruh tani. Karena sawah-sawah tidak bisa ditanami dengan baik, akibatnya mereka rata-rata menganggur. Beberapa orang ada yang mencoba misalnya mengumpulkan kroco, sebangsa kerang air tawar. Usaha semacam itu paling banter hanya menghasilkan rezeki Rp 75 sampai Rp 100 sehari bagi rata-rata pengumpulnya. Penduduk 4 dari 12 desa di Kecamatan Kapetakan ini (Kertasura, Surakarta, Suranenggala Kidul dan Suranenggala Lor) sudah tergolong sangat prihatin. Untuk itu bantuan sudah diterima dari berbagai pihak, juga pemda kabupaten Juga ada pinjaman dari lumbung pangan sebanyak 13 ton dengan catatan harus dibayar petani manakala panen tiba dengan harga Rp 126 per kg. Paceklik semacam ini berlangsung setiap tahun. Buat tahun ini Pemerintah Propinsi Jawa Barat menyediakan bantuan beras untuk Kapetakan sebanyak 15 ton. Caranya disalurkan lewat proyek padat karya. Tiap hari 250 penduduk akan dikerahkan untuk itu dengan imbalan 2 Kg beras. Menurut Suparman lagi, paceklik tahun ini lebih parah. Akhir Juni atau Juli petani bakal panen. "Tapi itu apabila wereng tidak mengganggu lagi," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus