Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Bukan Wereng, Tapi Gondok

Ibu Nelly Adam Malik berkunjung ke Ngilo Ilo Ponorogo yang penduduknya banyak berpenyakit gondok. Penggunaan garam beryodium dari PN garam tidak meluas, karena mahal dibandingkan dengan garam bata. (ds)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALIPUN hujan cukup deras, rombongan Ny Nelly Adam Malik terus saja menuju desa minus di ujung selatan Kabupaten Ponorogo ini 5 Mei lalu. Di tempat yang dituju ratusan penduduk sudah menyambutnya dengan basah kuyup. Mereka gembira. Lebih-lebih setelah Gubernur Jawa Timur menterjemahkan ke dalam bahasa Jawa sambutan isteri Wakil Presiden tersebut: "Saya datang ke sini karena mendengar selentingan banyak penduduk di sini menderita penyakit gondok." Ponorogo merupakan satu di antara 2 kabupaten di Jawa Timur yang paling serius dilanda penyakit gondok -- di samping Blitar. Ngilo Ilo satu di antara sekian ratus desa di kabupaten tersebut dengan penduduk paling banyak menderita penyakit tersebut. "Menurut penelitian 97,47%," kata Bupati Sumadi dalam pidato menyambut rombongan. Jumlah penduduk Ngilo Ilo sekitar 2500 jiwa. Menghadapi banyaknya penderita gondok Pemerintah Kabupaten mengadakan penyuntikan Lipiodol secara massal. Tapi kampanye penggunaan garam beryodium oleh masyarakat serentak diadakan pula untuk pencegahan jangka panjang. Penyaluran garam beryodium ke pasaran cukup lancar. Tapi karena harganya dua kali lipat dari harga garam biasa, penggunaannya oleh masyarakat hanya sekitar 15% dari seluruh penggunaan garam. Bupati Sumadi pernah mengusulkan kepada PN Garam untuk menjual garam beryodium dalam kantong lebih kecil dari kantong yang beredar sekarang agar masyarakat bergairah membelinya. Usul tersebut kurang mendapat perhatian dari yang bersangkutan, "karena PN Garam lebih berfikir sebagai satu perusahaan," katanya. Malah Lebih Mahal Ketika dihubungi TEMPO, Kepala Pemasaran PN Garam Pusat ir Rajagukguk mengakui perusahaannya berkeberatan memperkecil kemasan garam yang dilempar ke pasar. "Kalau pembungkusnya sekarang diperkecil lagi akan menambah biaya produksi, dengan demikian harga penjualannya malah lebih mahal lagi," Rajagukguk menjelaskan. Garam beryodium dari PN Garam sekarang dijual dalam bungkus seberat 1 kg dengan harga Rp 25. Menurut Rajagukguk hal itu jauh lebih murah dibanding dengan harga garam bataan yang dijual di kota-kota besar dengan harga per bata (seberat 3 ons) Rp 15. Padahal garam bataan itu tidak beryodium. Ada yang menyebut seretnya pemasaran garam beryodium ada kaitan dengan besarnya produksi garam rakyat yang seluruh arealnya 3 kali areal PN Garam. Tapi apapun alasannya Pemda Jawa Timur sendiri tampaknya memaklumi kondisi kantong penduduk pedesaan. Itu sebabnya sementara Ny Nelly Adam Malik menyerahkan bantuan garam beryodium kepada penduduk Ngilo Ilo sebanyak 1 ton dan uang sebesar Rp 1 juta, Gubernur Sunandar menjanjikan pertengahan tahun ini Pemda Jatim akan memberi subsidi bagi penjualan garam yodium untuk daerah-daerah yang terlanda penyakit gondok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus