Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dia Kopral Dominikus

Kopral satu Dominikus menjadi orang yang banyak berjasa dalam operasi penyelamatan korban pesawat MNA di Tinombala. Bersama Kopda Sunardi, dia terjun pertama di lokasi reruntuhan pesawat. (nas)

23 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JENAZAH Husni Alatas dan Harsoyo disembahyangkan di sebuah langgar di Ongka Malino Sekitar 15 orang ikut dalam upacara itu. Ketika Emil Salim, Kardono dan beberapa penduduk transmigran itu keluar dari langgar, Kopral Satu Dominikus masuk dari pintu samping. Dia melepas topinya. Membuka sepatu. Dan dalam pakaian seorang penerjun dengan sepucuk pistol dan kampak di pinggang ia berdiri di depan peti jenazah. Di langgar, tempat kaum muslimin menyembah Allah, Dominikus berdiri tegak. Ia letakkan kedua tangannya di dada dan mengucapkan doa seorang Kristen. Saat dia akan meninggalkan ruangan langgar itu, seseorang berkata kepadanya: "Husni Alatas teman saya. Terimakasih untuk doamu tadi, Dominikus". Anggota Kopasgat kelahiran Flores itu menjawab: "Di hadapan Tuhan semua orang sama". Dominikus Poin, 30 tahun, tak salah lagi merupakan salah seorang yang berjasa dalam menolong korban Twin Otter di Gunung Tinombala. Dialah yang 10 April bersama Kopral Dua Sunardi turun ke tempat kecelakaan. Kedua penerjun itu merupakan pasangan yang serasi dan tak pernah berpisah dalam operasi rescue. Ketika pesawat Albatros jatuh di Gunung Sidole tahun 1974, dua serangkai ini juga yang turun menolong. "Begitu turun ke atas pohon badan saya terbelit tali. Sunardi yang turun kemudian memberikan pisau kepada saya", katanya menceritakan kisah, pertolongan itu kepada Menteri Perhubungan Emil Salim. Dengan pisau itu dia memotong tali yang membelit tubuhnya. Lepas dan tali itu, bagaikan bajing dia bergayut di dahan yang menyambutnya di bawah. Tindakan itu harus segera dia lakukan, kalau tidak heli yang menurunkannya akan tambah lama hovering. Satu keadaan yang akan membahayakan heli itu sendiri. Dengan seutas tali, panjangnya 60 meter, dia meluncur ke tanah. Kira-kira seratus meter dari tempat kecelakaan. Sudah agak siang ketika mereka berdua turun ke lokasi itu. Iam 08.35. "Karena gelap, ditutup kabut kami berhenti dulu. Begitu ada cahaya lagi, segera kami turun menuju tempat jatuhnya pesawat", kata Dominikus. Ketika reruntuhan pesawat Twin Otter buatan Canada itu sudah terlihat dia berteriak: "Anggota SAR datang". Seseorang, yang belakangan diketahui adalah dr Dwiwahyono, menyambut mereka dengan kata-kata: "Kami hidup!". Kopral Sunardi tak lupa menyampaikan salam : "Assalamu Alaikum", yang kemudian disambut dokter itu dengan seruan "Alaikum salam. Allahu Akbar". Dominikus dan Sunardi menjenguk para korban yang bertahan hidup dan berpelukan dengan Dwi. Dokter ini yang sebelumnya dikabarkan mati, banyak jasanya menolong teman senasib. Dengan makanan, obat-obatan, dan semangat. Tak lama Dominikus dan Sunardi bersebut-sapa di hutan yang lebat dan dingin itu. Mereka minta dia untuk mempersiapkan helipad. Gergaji chainsaw yang mereka bawa ternyata macet pada hari pertama. "Hanya dengan kampak ini", kata Dominikus, "kami bekerja pada hari pertama. Biar kecil begini 36 pohon bisa kami tumbangkan". Kampak yang lebih kecil dari tapak tangan itu dia keluarkan dari sarangnya dan menunjukkannya kepada orang-orang yang datang berkerumun. Mereka bekerja mati-matian untuk membuka hutan lebat itu. Sampai jam 1 malam mereka masih bergulat dengan pepohonan yang tingginya kira-kira 50 meter. "Hanya kedua chain-saw sudah bisa dipakai. Kami mulai berjoget. Kami memang memerlukan helipad untuk keluar. Tapi yang paling penting adalah untuk mereka yang terus-terusan menangis dipesawat yang jatuh itu", katanya. Pada hari ketiga, 13 April, dia turun dari lokasi untuk menurunkan peralatan. Tangan kirinya cedera sedikit. Namun dalam keadaan seperti itu dia masih bekerja terus. Mempersiapkan regu penolong. Dialah yang memacung sampai putus tali pembawa jenazah yang dibawa menggantung sepanjang 60 meter dari atas heli. Dia letakkan jenazah itu ke atas tandu. Dan regu penolong, yang terdiri dari penduduk biasa di Ongka Malino itu, membawanya pergi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus