Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dirjen Baru, Bukan Mandor

Prof.dr. Ranuwiharjo, bekas rektor UGM diangkat menjadi dirjen Pendidikan Tinggi. (pdk)

7 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON dan bunga ucapan selamat sejak pekan lalu berdatangan di sebuah rumah bercat kuning di Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Penghuninya, Prof.Dr. Sukadji Ranuwihardjo, memang sedang naik pamornya. Bekas Rektor UGM (1973-1981) ini pekan lalu dinyatakan oleh Menteri P & K segera menduduki jabatan baru: Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. "Pak Nugroho sudah menghubungi saya tentang jabatan dirjen itu, tapi kapan pelantikannya saya belum tahu," katanya kepada TEMPO. Bagi Sukadji, doktor ekonomi UGM 1969, dunia pendidikan tinggi bukan sesuatu yang asing. Delapan tahun menjadi rektor, ia sempat terlibat dari soal pengadaan lembaga ilmiah yang baru di UGM sampai soal demonstrasi mahasiswa. Sejumlah mahasiswa UGM menanyakan, pada 1973, mengapa Sukadji menjadi calon tunggal rektor UGM. Ramai-ramai itu diselesaikan oleh pihak universitas, bersama Sukadji tentunya, tanpa menimbulkan ganjalan-ganjalan. Sebab, terbukti kemudian, rektor baru kelahiran Blitar, Jawa Timur, itu orangnya terbuka. "Mahasiswa itu di mana-mana punya persamaan, jiwa muda yang emosional," kata bekas Dekan Fakultas Ekonomi UGM, 1966-1973, itu. "Dan kalau mereka memperjuangkan sesuatu, biasanya memang tanpa pamrih." Itulah yang dijadikan pegangan Sukadji dalam mengelola kampus. Tapi tak berarti nanti, sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi, ia akan menyamaratakan semua perguruan tinggi dengan UGM. Orang yang meraih Master of Arts di Berkeley, 1957, ini sadar benar, perguruan tinggi kita masing-masing mempunyai tantangan dan masalah yang berbeda. Sebelum memutuskan sesuatu, katanya, "saya akan meninjau perguruan tinggi kita, dari berbagai aspek, terutama dari segi lingkungannya, kulturnya, dan kebutuhannya." Atau, dalam kata-kata Prof. Masrun, Pembantu Rektor I UGM di zaman Sukadji, "Pak Kadji tidak kaku dalam menjalankan policy." Tapi luwes dalam menjalankan beleid tidak berarti semrawut dalam administrasi. Sukadji, ahli ekonomi industri, pun dikenal sebagai administrator yang baik. Di zamannyalah ujian-ujian di UGM diseragamkan waktunya, hingga perkuliahan bisa berjalan lebih efisien dan teratur. Cuma, orang yang suka lepas sepatu di kantornya itu tetap melihat peraturan sebagal pegangan, bukan harga mati. Diceritakan oleh Masrun, pada 1980 seorang mahasiswa Fakultas Biologi terpaksa dikeluarkan karena sudah melampaui batas waktu kuliah belum juga menyelesaikan studinya. Untung, si mahasiswa sempat menjelaskan kepada Sukadji, lewat surat, sebab-musabab ia terlambat. Antara lain, karena keuangan dan keadaan keluarganya. Oleh Sukadji si mahasiswa akhirnya diberi kesempatan satu semester lagi, dan ternyata ia lulus dengan baik. Guru besar Fakultas Ekonomi UGM ini pun punya andil dalam dunia penelitian. Berdirinya dua pusat di UGM, Pusat Studi Kependudukan dan Pusat Studi Kebudayaan, adalah gagasan Sukadji. Pusat yang pertama, yang dipimpin Dr. Masri Singarimbun, sudah menghasilkan sejumlah penelitian. Yang kedua, yang dikelola oleh Dr. Umar Kayam, dikenal sebagai lembaga yang sukses menyelenggarakan pasar seni di UGM yang mengetengahkan berbagai kesenian tradisional di Jawa Tengah. Sukadji, bapak empat anak, yang punya dahi lebar dan sering tampak berkerut-kerut, itulah yang bakal menggantikan Prof. Doddy Tisnaamidjaja (yang terakhir ini segera diangkat sebagai Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Ia tak asing lagi dengan jabatan di lingkungan departemen pemerintah. Dulu, pernah menjadi pembantu Menteri Perdagangan. Dan begitu melepaskan jabatan Rektor UGM, ia diangkat menjadi Asisten Menteri Riset dan Teknologi, sampai sekarang. Dan, di mana pun Sukadji tetap memegang satu prinsip: "Saya tidak akan menjadi mandor." Maksudnya, ia tak akan hanya memberi perintah, suara dari bawah akan sangat diperhatikannya. Misalnya, inisiatif rektor akan sangat dihargainya, kata anak petani yang suka jogging ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus