Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ditanya soal Gugatan PTUN Kasus Gagal Ginjal Akut, Kepala BPOM: Enggak Sekarang ya

BPOM tidak mau berkomentar banyak terkait kesiapan pihaknya dalam menghadapi gugatan kasus gagal ginjal akut

16 Desember 2022 | 09.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala BPOM Penny Lukito saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 November 2022. Penny mengatakan bahwa BPOM tidak bisa mengawasi produk dengan senyawa Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (EG dan DEG) pada obat sirup karena belum ada standar internasional yang dijadikan patokan pengawasan. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM, Penny Kusumastuti Lukito tidak mau berkomentar soal kesiapan pihaknya menghadapi gugatan soal kasus gagal ginjal akut di PTUN. Ia tampak cuek dan enggan memberi tanggapan saat ditanyai wartawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"No comment, enggak sekarang ya kalau ditanya," ujar Penny usai acara KemenkumHAM di Kampus Poltekip-Poltekim Tangerang pada, Kamis, 15 Desember 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penny juga tidak ingin memberi tahu bagaimana perkembangan gugatan PTUN terhadap BPOM. Ia hanya memberikan senyuman dari dalam mobil dan tidak mau berbicara banyak terkait gugatan itu. 

"Nanti ya," kata Penny. 

Sebelumnya, ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum penguasa yang dilakukan oleh BPOM ke PTUN pada 11 November 2022.

Ia mengaku telah menyampaikan petitum agar majelis hakim menyatakan BPOM RI melakukan perbuatan melawan hukum penguasa. Kemudian, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh obat sirup yang telah diberikan izin edar. Terakhir, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada konsumen dan masyarakat Indonesia.

Gugatan diajukan karena BPOM dinilai telah melakukan pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat perbuatan melawan hukum penguasa.

“Pertama karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022, BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG. Namun pada 21 Oktober BPOM RI merevisi dua obat dinyatakan tidak tercemar,” kata David melalui keterangan tertulis pada 14 November 2022.

Kedua, pada 22 Oktober lalu, BPOM mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar. Kemudian pada 27 Oktober, BPOM RI menambah 65 obat sehingga total 198 obat tidak tercemar EG dan DEG oleh pengumuman BPOM. Namun pada 6 November BPOM menyatakan hanya 14 obat sirop dari 198 obat sirop yang tercemar EG/DEG.

“Konsumen dan masyakat Indonesia seperti dipermainkan. Tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirop obat dengan baik,” ujar David.

Alasan ketiga yakni tindakan BPOM untuk mengawasi obat sirop ini tergesa-gesa. Selain itu, tindakan BPOM yang melimpahkan pengujian obat sirop kepada industri farmasi merupakan pelanggaran asas umum pemeringahan yang baik, yakni asas profesionalitas.

“Badan publik seperti BPOM seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri, bukan diserahkan ke industri farmasi,” tuturnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus