Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Djais, pahlawan si miskin djais, pahlawan si miskin

Djais, penduduk dukuh kejambon, ngabetan, kec.cerme, gresik mendadak jadi terkenal karena ramalannya selalu jitu, hingga membobol ratusan juta rupiah bandar tanda sumbangan sosial berhadiah (tssb).

31 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DJAIS mendadak menjadi superstar. Bak sebuah pesta kemenangan, Rabu Paing malam 7 Oktober lalu, ratusan penduduk Dukuh Kejambon, Desa Ngabetan, Kecamatan Cerme, Gresik, Jawa Timur, ramai bersorak sorai dan mengelu-elukan namanya. "Hore... hore... kena....Hidup Djais!" Kemeriahan spontan itu terjadi ketika pengumuman undian Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah (TSSB) malam itu menarik angka 1072 -- empat angka belakang dari tujuh angka TSSB. Angka inilah yang diberikan Djais pada sekitar 100 kk di desa pertanian minus sekitar 25 km dari Gresik itu. Akibatnya, "Kami bayar sekitar Rp 200 juta," tutur agen TSSB di Jalan Usman Sadar. Itu baru di Gresik. Belum terhitung perolehan tamu luar kota. Sejak keajaiban itu, Djais -- bapak dua anak -- makin "ngetop". Tiap hari ia dikerumuni ribuan orang. Tak cuma dari kota-kota di Ja-Tim, dari Semarang, Cirebon, bahkan dari Jakarta tumpleg bleg di Kejambon. Tujuannya, ya, cari nomor buntut TSSB itulah. Sejak buntut TSSB "dihalalkan" mulai Juli 1987, undian seperti Porkas agaknya mendapat saingan. Kendati muncul dua minggu sekali -- sementara Porkas tiap minggu buntut TSSB memang lebih menarik. Menebak tepat dua angka belakang TSSB, hadiahnya 60 kali jumlah uang pasangan. Kalau tiga angka, 350 kali, dan empat angka 2.500 kali. Gebyar TSSB yang semarak itulah yang memunculkan "pahlawan rakyat" seperti Djais di Gresik. Mulanya, lelaki 35 tahun itu buruh serabutan di desa miskin Kejambon. Ketika sawah kering kerontang dan sebagian petani Kejambon mejadi buruh di Surabaya atau Gresik, Djais memilih jalan gampang: mencuri pisang tetangga atau apa saja yang bisa dimakan. Sampai pada suatu malam di bulan Juli lalu. Tatkala Djais sedang berjalan di pematang sawah, tiba-tiba muncul orang tua berpakaian putih-putih, berjenggot putih. Ia menyuruh Djais semadi. Orang tua itu lantas menunjuk arah selatan. Bagai kena setrum Djais lalu berjalan ke arah itu enam hari enam malam. "Waktu ingat, saya sudah berada di daerah Malang Selatan," tutur Djais pada TEMPO. Di hutan, tak jauh dari pantai Selatan ia bersemadi dan puasa selama 40 hari. Di suatu malam muncul sebuah sinar menyorot kearahnya. Lalu muncullah kakek janggut putih yang dulu menemuinya di pematang sawah. Kata si kakek, "Djais, kamu bisa menjadi orang yang berguna membantu sesamamu yang dirundung kemiskinan. Wahyu itu kini jatuh kepadamu. Kamu bisa memberikan nomor undian." Masih ada syarat: Djais sendiri dilarang ikut memasang. Djais lalu pulang ke Kejambon, entah naik apa. Kemudian ia melakukan uji coba dengan ilmu barunya. Karena masih waswas ia hanya memberikan nomor pada beberapa teman dekatnya. Nomor pemberiannya 965. Dan tepat ! Pada periode 29 Agustus 1987 itu, tiga angka buntut itu memang keluar. Banyak yang mulai datang menemui Djais. Asal memenuhi ketentuan Djais, tentu saja. Yang datang harus pasangan suami istri. "Agar keinginan membeli TSSB dapat dikontrol sang istri," begitu selalu pesan Djais. Ia akan memberikan nomor yang diminta dalam secarik kertas "lintingan" kecil. Kertas itu harus dibuka setelah sampai ke rumah dan harus dirahasiakan. "Kalau rezeki, ya, ada nomornya. Kalau kosong, ya, belum rezeki," kata Djais pada pasangan yang datang. Keharusan yang lain: menyerahkan KTP dan -- ini untuk kas desa, lho sumbangan Rp 500,00 per tamu. Nomor Djais ternyata mujarab. Kena-kena-kena dan terus kena sampai lima periode TSSB. Sampai 7 Oktober itu, ketika nomor 1072 keluar, bandar TSSB kena sedot Rp 200 juta tadi. Bayangkan, seorang penduduk dukuh dengan uang Rp 1.500,00 bisa menggaet Rp 1,5 juta lebih. Meledaklah berita kesaktian Djais ke mana-mana. Maka, Minggu 18 Oktober lalu, tiga hari menjelang undian periode 21 Oktober, menyemutlah manusia di rumah gubuk seluas 6 X 10 m2 itu. Mereka antre sampai sepanjang dua kilometer! Ada yang duduk, ada yang berbaring santai menunggu giliran di barisan belakang. Sementara itu, udara panas Ja-Tim yang menyengat terus membakar ubun-ubun mereka. Yang mujur adalah penarik ojek. Pada hari biasa cuma masuk Rp 5 ribu tapi hari itu bisa digaet Rp 20 ribu. Warung musiman di Kejambon menjamur. Yang menguntungkan desa, sumbangan tamu hari itu mencapai Rp 1 juta lebih. Itu pun belum pasti bisa ketemu sang superstar. "Mereka itu sudah ada yang menginap dua atau tiga hari," tutur Lurah Ngabetan Kasan Nawawi pada TEMPO. Luar biasa. Djais juga kaget didatangi ribuan orang itu. Lebih lagi, "Ada dua orang ibu melahirkan ketika ngantre di sini. Apa suaminya tidak keterlaluan? Saya tak menduga orang akan berbondong-bondong begini," katanya. Pada dua orang ibu itu, Djais memberikan bantuan masing-masing Rp 15 ribu. Ia memang kewalahan. Tamunya tak lagi diterima satu per satu tapi sekaligus sepuluh tiap giliran. Yang tak bawa istri pun akhirnya diterima. Meski begitu, lautan manusia itu seperti tak hendak surut dan kian meluap. Untuk melangkahkan kaki pun sulit. Sampai akhirnya tiba hari Senin 19 Oktober lalu. Saat senja, tiba-tiba terdengar raungan sirene. "Nguiing ... nguiing ... nguiing." Sebuah mobil ambulans menyibak lautan manusia dan berhenti di depan rumah Djais. Empat laki-laki berpakaian putih-putih meloncat ke dalam dan .... Djais bersama istrinya, Siamah, diangkut meninggalkkan ribuan "pasien"-nya. Lho, kok di culik? "Kami tidak menculik, hanya mengamankan saja," tutur Tamsir, Kepala Seksi Keamanan Kantor Sospol Gresik. "Pengamanan itu mendesak dilakukan. Tak benar ada bandar yang mendalangi. Kami hanya khawatir ribuan orang di Kejambon ditunggangi oknum tak bertanggung jawab," kata Letda Soepadi, Komandan Koramil Cerme. Mengapa pakai ambulans? "Kalau pakai kendaraan biasa, kami bisa dikeroyok lautan manusia. Maklum, tingkat emosi 'kan lagi tinggi," tutur Soepadi. Malah, ia kuatir keselamatan Djais terancam. "Bandar-bandar itu tak suka pada Djais. Mereka 'kan berduit. Bisa saja pinjam tangan orang untuk mencelakai Djais," tutur Soepadi serius. Konon, ada seorang bandar yang mau menyuap Djais Rp 150 juta tapi ditolak. Itu sebabnya dianggap perlu tindakan pencegahan. Djais pun "diamankan" lima hari di Koramil Cerme lewat operasi ambulans tadi. Rupanya, ada yang memanfaatkan kesempatan. Ketika Djais non-aktif, diumumkanlah -- entah oleh siapa -- nomor Djais yang bakal keluar pada periode 21 Oktober. Bandar di Gresik, yang tadinya agak membatasi pembelian, malah menantang akan menerima taruhan berapa saja, tak peduli nomor dari Djais atau siapa pun. Maka, ramailah orang banyak bertaruh besar-besaran untuk periode itu. Apa pun yang ada ditombokkan. "Sampai yang tidak punya duit terpaksa jual baju untuk nombok," kata seorang tetangga Djais. Tapi ....blong ... nomor Djais (palsu) itu meleset! Bersoraklah para bandar. Menurut sumber TEMPO, dari seluruh Ja-Tim pada periode itu dihasilkan rekor pemasukan: Rp 2,3 milyar! Untuk pertama kalinya dalam beberapa pekan terakhir, penduduk Kejambon meleset menebak buntut. Itu membuat Djais berang. Ia menganggap bandar bersekutu dengan wartawan untuk merusakkan nomornya. Maka, ketika wartawan TEMPO menemuinya sehari setelah bebas, Djais meradang. "Saya sakit hati. Koran-koran menyebarluaskan nomor tidak setahu saya. Saya tak pernah mengeluarkan nomor itu. Ternyata, meleset, nama saya tercemar," kata lelaki berparas hitam ini. "Saya hanya bermaksud membantu orang miskin agar bebas dari kemiskinan. Jalan mana lagi yang paling mudah, kalau tidak TSSB?" kata Djais berapi-api dan penuh emosi. Bajunya lusuh, sarung kotak-kotaknya pun tak terawat baik. "Ketika saya diamankan, orang menuduh saya kerja sama dengan bandar. Itu tak benar. Saya memang mesti berhenti. Dengan berat hati, saya tak akan memberi nomor lagi meski saya tetap punya keinginan membantu rakyat miskin. Ini semua mencoreng nama saya," katanya keras. Di teras rumahnya kini ada pengumuman: "Pak Djais tak melayani nomor lagi. Harap tamu pulang saja". Sedang di mulut gang di Kejambon, ada tulisan besar: "Tutup. Tidak terima tamu". Meski begitu, tamu masih terus mengalir. Dengan sabar mereka menunggu di depan rumah Djais. Tamatkah riwayat Djais sebagai peramal jitu? Banyak yang percaya ramalan Djais masih ampuh. Ia ditahan di Koramil Cerme 0817/08. "Kalau mau diotak-atik, nomor koramil itu ada sangkutannya dengan nomor yang keluar pada 21 Oktober," kata Letnan Dua Soepadi. Nomor yang keluar itu: 08! Toriq Hadad dan Budiono Darsono (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus