PANGKALAN Udara Halim Perdanakusuma bertaburan bintang pekan lalu. Seperti tahun silam, pangkalan ini menjadi tempat Rapat Pimpinan (Rapim) ABRI. Kali ini yang hadir 139 peserta. "Mungkin, ini Rapim ABRI terakhir yang diikuti Angkatan 45," kata Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani. Sebagian besar peserta Rapim memang generasi penerus. Menunjukkan makin dekatnya akhir masa bakti Angkatan 45. Namun, kesinambungan sikap kejuangan TNI dipertegas Rapim ini. Salah satu bentuknya adalah penyempurnaan Dekrit Catur Dharma Eka Karma (Cadek), yang dibahas secara terinci dan disesuaikan dengan kemajuan zaman. "Bukan untuk diubah substansinya, tetapi untuk disesuaikan dengan keadaan sekarang dan masa mendatang," kata Jenderal L.B. Moerdani. Cadek yang panjangnya 121 halaman itu dilahirkan dalam Seminar Angkatan Darat II di Bandung, Agustus 1966. Hal ini dilakukan untuk mengoreksi total doktrin TNI-AD sebelumnya, Tri Ubaya Cakti, yang dicetuskan dalam Seminar I TNI-AD, April 1965. Perubahan yang paling penting adalah pembersihan doktrin itu dari slogan dan warna ideologi Orde Lama. Cadek ini kemudian dibahas dalam seminar hankam, tiga bulan kemudian, yang dihadiri oleh unsur keempat angkatan. Adalah pada seminar ini istilah Cadek secara resmi dikukuhkan. Seminar ini penting karena menyatukan keempat angkatan yang sebelumnya bersaing. Kini, lebih dari 20 tahun setelah doktrin Cadek dilahirkan, keadaan telah berubah banyak. Perubahan struktur ABRI yang dilakukan pada 1969 dan reorganisasi ABRI sejak 1982 adalah beberapa contoh. Maka dalam tiga atau empat tahun belakangan ini banyak pejabat teras ABRI yang merasa bahwa Cadek perlu disesuaikan. Hal itu dilaksanakan pada Rapim 1987 ini. Konon, salah satu penyesuaian yang dilakukan adalah penghilangan kata "revolusi" yang 20 tahun lalu memang sedang populer. Namun, kini istilah itu dirasa tak layak lagi digunakan. Selain Cadek, hal lain yang dibahas intensif pada pertemuan ini adalah mengenai RUU Keprajuritan. "RUU Keprajuritan ini adalah salah satu bagian yang harus lahir setelah UU No. 20 1982," kata Pangab. RUU Keprajuritan, antara lain, akan mengatur secara lebih terinci pelaksanaan asas "pertahanan rakyat semesta". Di situ, kabarnya, akan dijabarkan ketentuan mengenal cadangan TNI -- termasuk penundaan usia pensiun perwira tinggi ABRI dari 55 menjadi 60 tahun. Menurut sumber TEMPO, penundaan usia pensiun ini dianggap sebagai penyesuaian terhadap kemajuan taraf hidup manusia Indonesia. Sebab, di banyak negara lain, seperti Muangthai dan AS, hal ini sudah lama dilakukan. RUU ini diharapkan dapat disahkan pada 19 Desember mendatang, bertepatan dengan peringatan ke-39 serangan Belanda ke Yogyakarta. Hari itu dianggap penting karena satu hal yang hakiki telah terbukti: meski para pimpinan pemerintah RI ditawan Belanda, perjuangan melawan Belanda berjalan terus di bawah pimpinan TNI. Selain masalah konsepsional, Rapim juga membahas masalah operasional. Antara lain mengenai pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) Hankam III, yang akan berakhir pada anggaran 1988/1989 mendatang, dan pengamanan Sidang Umum MPR tahun depan. Pangab berpendapat, pelaksanaan Renstra III ini umumnya berjalan sesuai dengan rencana, walaupun terdapat penyesuaian, karena menurunnya pendapatan pemerintah. Sedangkan pengamanan Sidang Umum juga dirasa mantap, kendati hal ini tak berarti mengurangi kewaspadaan ABRI. Upaya untuk menyempurnakan doktrin ABRI ini disambut baik oleh Presiden Soeharto. Kepala Negara berharap, "Hasil Rapim ABRI 1987 dapat memberikan ketenangan kepada rakyat Indonesia bahwa Sidang Umum MPR Maret 1988 akan dilalui dengan aman, tertib, dan tenang".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini