Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti penurunan partisipasi pemilih pada pilkada 2024. Hal tersebut disampaikan oleh sejumlah legislator saat menggelar rapat dengar pendapat bersama Komisi Pemilihan Umum pada Rabu, 4 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Muhammad Toha, mengatakan terjadi penurunan partisipasi pemilih yang cukup signifikan pada pilkada kali ini. Partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 secara nasional mencapai 68 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tidak tahu penyebabnya apa, tapi ini penting sekali dan harus menjadi evaluasi KPU dan semua pihak, termasuk oleh peserta pemilihan seperti partai politik," katanya.
Berdasarkan catatan Toha, tingkat partisipasi pemilih di pilkada 2024 sebesar 68 persen. Angka tersebut turun bila dibandingkan pilkada 2020 yang tercatat sebesar 73,4 persen.
Dia mengatakan tren penurunan partisipasi pemilih di pilkada terjadi sejak pilkada 2017 lalu yang tercatat sebesar 74,2 persen. Kemudian pada pilkada 2018, partisipasi pemilih tercatat sebesar 73,24 persen.
Legislator dari Fraksi Golkar, Taufan Pawe, meminta agar pelaksanaan pilkada 2024 dan penurunan partisipasi pemilih dibahas dalam rapat khusus antara Komisi II dan penyelenggara pemilu.
Taufan mengatakan hal tersebut mendesak dilakukan untuk mencari tahu tren penurunan partisipasi pemilih tersebut. "Maka bijaksana rasanya kalau pimpinan Komisi II memanggil kembali dan mereview dimana letak permasalahannya," katanya.
Sebelumnya, KPU menyatakan partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah 2024 di bawah 70 persen. Komisioner KPU August Mellaz mengatakan angka tersebut masih dapat dikategorikan normal. Pada 23 November 2024, Komisioner KPU Idham Holik mengungkapkan lembaganya menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada pilkada 2024 mencapai 82 persen.
KPU juga menyebutkan sejumlah 81,78 persen pemilih menggunakan hak pilihnya pada pemilu presiden (Pilpres) 2024; kemudian 81,42 persen untuk pemilu anggota legislatif (pileg); dan 81,36 persen untuk Pemilu Anggota DPD RI.
Menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, partai politik (parpol) di Indonesia harus meningkatkan kualitas kaderisasi guna mendapatkan kepercayaan publik dalam momentum pemilu maupun pilkada.
Dia mengatakan salah satu upaya meningkatkan partisipasi pemilih adalah dengan menyodorkan kader terbaik sebagai calon pemimpin daerah maupun tingkat nasional, sehingga para pemilih tidak memilih calon karbitan dalam momentum pesta demokrasi.
“Meskipun ambang batas pencalonan sudah diturunkan, masih banyak daerah yang menghadirkan calon tunggal dalam pilkada, sehingga menunjukkan lemahnya kaderisasi dan seleksi kandidat oleh partai politik,” kata Annisa di Jakarta pada Selasa, 3 Desember 2024.
Annisa menuturkan perubahan jadwal pelaksanaan pemilu dan pilkada yang tidak berdekatan bisa menjadi salah satu upaya meningkatkan partisipasi pemilih. Namun efeknya tetap bergantung pada faktor lain, salah satunya kualitas calon.
Faktor tersebut adalah integritas dan efektivitas proses politik harus diperkuat oleh seluruh pemangku kepentingan yang terlibat, mulai dari KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), parpol, dan calon.
“Kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan efektivitas proses politik harus diperkuat agar pemilih merasa bahwa partisipasi mereka benar-benar bermakna untuk perubahan,” ujar perempuan peneliti itu.
Karena itu, kata Annisa, peningkatan partisipasi harus dilihat sebagai langkah multidimensi dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari reformasi jadwal melalui revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada, peningkatan kualitas kandidat, dan penguatan kepercayaan masyarakat terhadap politik secara keseluruhan.