Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dua Putusan Penting MK Awal Tahun: Tolak Gugatan MAKI dan Cabut Aturan Presidential Threshold 20 Persen

MK membuat dua keputusan penting di awal tahun yakni ihwal siapa yang berwenang membentuk Pansel KPK dan soal presidential threshold 20 persen.

3 Januari 2025 | 10.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 22 April 2024. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diajukan dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. ANTARA/M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat dua keputusan penting di awal tahun dalam kurun sehari pada Kamis kemarin, 2 Januari 2025. Pertama, MK menolak uji materi ihwal wewenang pembentukan panitia seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua, MK mengabulkan permohonan penghapusan presidential threshold atau ambang batas syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wewenang pembentukan panitia seleksi calon dewan pengawas dan pimpinan KPK atau biasa disebut Pansel KPK dipermasalahkan oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang diajukan ke MK awal November 2024 lalu. Diketahui, Pansel KPK periode 2024-2029 dibentuk menjelang peralihan kepemimpinan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Permohonan diajukan Boyamin mengujikan Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Kala itu, MAKI menilai pembentukan Pansel KPK merupakan wewenang Prabowo Subianto selaku presiden terpilih yang segera dilantik pada Oktober. Menurutnya, dalam lima tahun ke depan, KPK akan bekerja dalam pemerintahan Prabowo. Sehingga lazim jika Pansel KPK dibentuk presiden mendatang, alih-alih oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang segera lengser.

Sementara terkait penghapusan presidential threshold sebagaimana tercantum dalam pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu, permohonan ini diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk.

Pemohon mendalilkan prinsip “one man one vote one value” tersimpangi oleh adanya aturan tersebut. Hal ini mencederai prinsip “one value” karena nilai suara tidak selalu memiliki bobot yang sama. Idealnya, menurut mereka, nilai suara seharusnya mengikuti periode pemilihan yang bersangkutan.

Namun, dalam kasus presidential threshold, nilai suara digunakan untuk dua periode pemilihan, yang dapat mengarah pada distorsi representasi dalam sistem demokrasi. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan pada prinsip asas periodik, nilai suara seharusnya mengikuti setiap periode pemilihan secara proporsional.

Putusan MK Soal Wewenang Pembentukan Pansel KPK

Dilansir dari situs Mkri.go.id, perkara uji materi wewenang pembentukan Pansel KPK diputus dalam Putusan Nomor 160/PUU-XXII/2024 yang digelar kemarin. MK menolak seluruhnya permohonan Pemohon yang merasa dirugikan secara konstitusional akibat tidak adanya kepastian hukum mengenai presiden atau pemerintah periode mana yang berhak membentuk Pansel KPK.

“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam membacakan pertimbangan MK, mengatakan presiden terikat pada ketentuan dalam UU KPK dan berakhirnya masa jabatan pimpinan dan Dewas KPK. Diketahui, presiden terpilih dilantik pada 20 Oktober tiap awal periode menjabat. Sementara pimpinan KPK pada tiap pertengahan Desember.

Artinya, jika Pansel KPK dibentuk setelah pelantikan presiden terpilih, maka mustahil pimpinan KPK yang baru dapat dilantik tepat waktu. Dengan beleid pembentukan Pansel KPK diwenangkan kepada presiden terdahulu, hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan di lembaga antirasuah tersebut.

Apabila permohonan Pemohon dikabulkan, justru akan menimbulkan pemaknaan yang sempit terhadap penerapan Pasal 30 ayat (1) dan (2) UU KPK. Di mana norma tersebut menjadi sulit atau bahkan tidak dapat menyesuaikan dengan situasi serta sekuen waktu yang tersedia tatkala dilakukan seleksi hingga pengesahan capim dan calon Dewas KPK.

“Oleh karena itu, menurut mahkamah, norma Pasal 30 ayat (1) dan (2) UU KPK adalah cukup jelas. Sehingga tidak perlu diberikan pemaknaan lain berkenaan dengan presiden atau pemerintah mana yang berhak menerapkan norma a quo,” ujar Saldi.

MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen

MK akhirnya menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen berdasarkan keputusan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024. Suhartoyo mengatakan norma pasal 222 UU Pemilu serta beleid terkait, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945. Serta tidak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Kamis, 2 Januari 2024.

Sementara itu, hakim MK Saldi Isra menyebutkan penentuan ambang batas ini juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerabel secara nyata bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945. Karenanya, hal tersebut menjadi alasan menurut MK untuk menggeser dari pendirian putusan sebelumnya.

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyengkut besaran atau angka presentasi ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi Isra.

Dia mengatakan, ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ini juga bertentangan dengan beberapa pasal. Salah satunya pasal 6A ayat 2 UUD NRI tahun 1945. MK berpendapat, presidential threshold berapa pun besarnya atau angka presentasinya adalah bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 2 Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945.

M. Raihan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus