Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Meninggalnya Gus Dur mengubah hidup Alissa Wahid, yang memilih menjauh dari dunia politik.
Alissa gamang karena mendapat banyak curhat tentang intoleransi.
Dia harus memilih antara mencari duit dan menjaga warisan Gus Dur.
SYAHDAN, pada 2009, sembilan aktivis Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, diciduk polisi pada malam hari. Mereka dituding menghadang truk milik PT Semen Indonesia. Tak gentar terhadap penangkapan rekan-rekannya, para petani yang menolak pendirian pabrik semen itu berangkat ke Jakarta untuk mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan bertemu dengan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan.
Putri sulung Gus Dur, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, yang mendampingi ayahnya menemui penduduk Kendeng, bercerita, saat itu Gus Dur mulai sakit-sakitan. Namun dia berjanji berkunjung ke Kendeng untuk mendukung perjuangan para petani. Hingga berpulang pada 30 Desember tahun itu, Gus Dur tak menunaikan janjinya.
Dalam sebuah kesempatan di Jakarta, para petani itu kembali bertemu dengan Alissa. Janji tersebut pun ditagih. “Mbak, Gus Dur masih utang berkunjung ke Kendeng. Kalau bisa, ada ahli warisnya yang ke sana,” kata Alissa pada Jumat, 3 Januari lalu, menceritakan percakapan satu dasawarsa silam itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo