Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERSIMPUH di pusara Soeharto dan Siti Hartinah di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah, I Gusti Putu Ngurah Sedana berdoa dan menabur bunga pada Kamis, 6 Mei lalu. Ketua Tim Kelompok Kerja Transisi Taman Mini Indonesia Indah itu mengaku meminta restu untuk mengelola kawasan wisata di Jakarta Timur tersebut. “Kami kulonuwun kepada beliau selaku penggagas pembangunan Taman Mini,” kata Putu kepada Tempo pada Jumat, 21 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini, pemerintah mengambil alih penguasaan Taman Mini dari Yayasan Harapan Kita yang dimiliki trah bekas presiden Soeharto alias keluarga Cendana. Kementerian Sekretariat Negara menyatakan salah satu alasan pemerintah mengakuisisi Taman Mini adalah memperbaiki pengelolaan aset negara sebagaimana rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan kawasan wisata yang diresmikan pada April 1975 itu terus merugi Rp 40-50 miliar setiap tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putu menyatakan pemerintah telah beberapa kali mengundang pengelola dan pihak Yayasan Harapan Kita untuk mendiskusikan proses peralihan manajemen. Dalam pertemuan pada 9 April lalu di Kementerian Sekretariat Negara, tim transisi meminta Yayasan segera menyerahkan laporan pengelolaan Taman Mini selama lebih dari empat dekade. “Kami meminta catatan lengkap inventarisasi aset, keuangan, sampai sumber daya manusia,” dia berujar.
Sekretaris Yayasan Harapan Kita, Tria Sasangka Putra, menyatakan pihaknya akan kooperatif dalam proses peralihan manajemen. Dia mengklaim Yayasan tak pernah meminta biaya apa pun dari pemerintah dan tak pernah berniat melakukan swakelola Taman Mini. Adapun Direktur Utama Taman Mini, Tanribali Lamo, membantah jika manajemen Taman Mini disebut tak pernah menyetorkan pendapatan dan dianggap merugikan negara.
Selain mengambil alih pengelolaan Taman Mini dari yayasan milik keluarga Cendana, pemerintah gencar menagih utang yang dimiliki Bambang Trihatmodjo. Anak ketiga Soeharto itu adalah ketua konsorsium swasta yang menjadi mitra penyelenggaraan SEA Games XIX di Jakarta pada 1997. Konsorsium ini sempat mengalami kekurangan dana dan akhirnya mendapat pinjaman dari negara.
Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I Kementerian Keuangan, Wildan Ahmad Fananto, mengatakan institusinya diminta Kementerian Sekretariat Negara menuntaskan piutang SEA Games XIX tersebut. Kementerian telah melayangkan surat penagihan dan pengajuan pencegahan ke luar negeri terhadap Bambang. “Kami berupaya menagih piutang negara secara optimal,” ucap Wildan.
Bambang kemudian menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait dengan keputusan pencegahan ke luar negeri. Bambang dua kali dicegah pelesiran ke luar negeri pada 11 Desember 2019 dan 27 Mei 2020. Pengadilan akhirnya menolak gugatan tersebut. Pencekalan terhadap Bambang sudah berakhir pada awal Mei lalu dan Kementerian belum mengajukan pencekalan ketiga.
Walau begitu, Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Lain-lain Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Lukman Effendi, memastikan penagihan akan terus dilakukan sampai utang kepada negara dinyatakan selesai. “Termasuk dengan upaya eksekusi oleh Panitia Urusan Piutang Negara,” kata Lukman.
RAYMUNDUS RIKANG, ADAM PRIREZA, FAJAR PEBRIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo