Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gerah Tersebab Peraturan Daerah Syariah

PIDATO Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie.

23 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gerah Tersebab Peraturan Daerah Syariah -ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIDATO Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie yang menyebutkan partainya tidak akan mendukung peraturan daerah yang berbasis Injil ataupun agama Islam atau perda syariah pada Ahad tiga pekan lalu berbuntut panjang. Grace dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI oleh Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia karena diduga menistakan agama. Grace pun telah diperiksa polisi pada Kamis pekan lalu.

Menurut Grace, alasan partainya menolak perda Injil atau syariah adalah agama rawan dimanfaatkan sebagai alat politik. Perda berbasis agama juga berpotensi diskriminatif dan tak memperlakukan masyarakat di daerah secara adil. “Karena ada jutaan penduduk dengan agama yang berbeda-beda,” ujarnya, Kamis pekan lalu.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md., juga menilai perda syariah dan sejenisnya cenderung diskriminatif. Mahfud menilai hukum syariah merupakan hukum perdata yang tak perlu dirancang menjadi peraturan daerah.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani menilai Grace berpikiran sempit lantaran menolak perda berbasis agama. Menurut dia, peraturan daerah tak bisa dilihat dari judulnya saja, tapi harus ditilik substansinya. “Perda larangan minuman keras, pelacuran, perjudian, itu syariah,” ucapnya. Arsul menyebutkan partainya, yang berbasis pemilih muslim, memang memperjuangkan aturan yang mencerminkan syariat.

Staf Ahli Menteri Agama Bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi Oman Faturrahman mengatakan lembaganya terus mengawasi pelaksanaan perda syariah agar tak menimbulkan persekusi terhadap kelompok minoritas. “Pelaksanaannya harus memperhatikan kelompok minoritas,” katanya.

Mereka yang Terbelah

PERATURAN daerah “syariah” menuai reaksi pro dan kontra. Mayoritas menghendaki peraturan semacam itu tak diperlukan karena rawan diskriminasi.

Perda ‘Syariah’ di Daerah:

- Aceh: Qanun Aceh

- Sumatera Barat: Perda busana muslimah tertuang dalam Surat Imbauan Gubernur Sumatera Barat Nomor 260/421/X/PPr-05

- Bengkulu: Perda Kota Bengkulu Nomor 24 Tahun 2000 tentang Larangan Pelacuran dalam Kota Bengkulu

- Banten: Perda Kota Tangerang tentang Pelarangan Pelacuran Nomor 8 Tahun 2005

- Kalimantan Selatan: Perda Kabupaten Banjarbaru Nomor 5 Tahun 2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol

- Jawa Timur: Perda Kabupaten Lamongan Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Lamongan

- Perda Injil telah diterapkan di Papua, yaitu di Manokwari, yang mengatur sejumlah peraturan, dari penggunaan simbol agama hingga minuman beralkohol dan prostitusi


* Survei terhadap 1.781 responden pada Oktober 2018

 


 

Puluhan Dai Terpapar Radikalisme

JURU bicara Badan Intelijen Negara, Wawan Hari Purwanto, mengatakan sekitar 50 penceramah diduga telah terpengaruh paham radikalisme. Temuan itu didasari hasil penelitian Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) terhadap 41 masjid di lingkungan instansi pemerintah. “Kami sudah membina para dai yang diduga terpapar radikalisme itu,” kata Wawan, Selasa pekan lalu.

Menurut Wawan, P3M meneliti khotbah Jumat di setiap masjid di lingkungan kementerian dan badan usaha milik negara seusai pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun lalu. BIN, yang mendalami hasil penelitian P3M, mendapati sekitar 50 penceramah terpapar paham radikalisme.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia, mengatakan lembaganya akan membuat kurikulum dan penilaian bagi penceramah agar mereka tak menyebarkan kabar bohong. Ia menyebutkan penyusunan kurikulum tersebut tidak berarti melarang para dai berceramah. “Yang menilai kiai itu ulama atau bukan ulama adalah masyarakat, bukan pemerintah,” ujarnya.

 


 

TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Delapan Tahun untuk Fayakhun

PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada bekas anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Fayakhun Andriadi, Rabu pekan lalu. Politikus Partai Golkar itu juga didenda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan dan dicabut hak politiknya selama lima tahun.

Ketua majelis hakim Franky Tambuwun mengatakan Fayakhun terbukti menerima suap sedikitnya US$ 911 ribu dari Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Duit itu diberikan agar Fayakhun mengawal anggaran pembelian satelit dan drone di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia. Fayakhun meminta imbalan 6-7 persen dari total nilai proyek.

Menanggapi vonis tersebut, Fayakhun belum pasti mengajukan permintaan banding. “Saya pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” katanya.

 


 

Diplomat Diduga Terima Suap

KEMENTERIAN Luar Negeri menarik pulang Agus Ramdhany Machjumi, pegawai Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura. Agus dipulangkan diduga lantaran menerima suap terkait dengan penunjukan penyedia asuransi tambahan tenaga kerja Indonesia di Singapura. “Sebagai tindak lanjut penegakan hukum di Singapura, kami memeriksa dia,” ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, Kamis pekan lalu.

Agus diduga menerima suap sebesar Sin$ 71.200 atau sekitar Rp 754 juta dari agen asuransi AIG Asia Pacific dan Liberty Insurance, Yeo Siew Liang James, yang diperantarai Abdul Aziz Mohamed Hanib, warga Singapura. Abdul, yang bekerja sebagai penerjemah lepas, mendapat duit sebesar Sin$ 21.400 atau sekitar Rp 226 juta.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, menuturkan lembaganya sudah mendapat informasi dari badan pemberantasan korupsi Singapura (CPIB) ihwal perkara suap ini. KPK akan memantau proses sidang di Singapura sebelum menyelidiki dugaan keterlibatan Agus.

 


 

-TEMPO/STR/Fakhri Hermansyah

Jonru Ginting Bebas Bersyarat

JON Riah Ukur alias Jonru Ginting, terpidana ujaran kebencian, menerima pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jumat pekan lalu. Pengacara  Jonru, Djudju Purwanto, mengatakan Jonru keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, setelah menjalani dua pertiga hukuman. “Menurut aturan kan sudah bisa bebas bersyarat,” kata Djudju.

Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menahan Jonru pada 20 September tahun lalu karena ia menulis status Facebook yang dinilai berbau kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan. Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum dia 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.

Djudju mengatakan Jonru belum merencanakan kegiatan apa pun kecuali berkumpul bersama keluarga. Jonru juga belum berpikir untuk mengikuti reuni peserta aksi demonstrasi “212” yang akan digelar bulan depan di Monumen Nasional, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus