Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Guru Besar UGM Kembangkan Alat Skrining Pencegahan Malnutrisi Pasien di Rumah Sakit

Guru Besar UGM, Profesor Susetyowati, mengembangkan sistem skrining untuk mencegah malnutrisi pasien dalam perawatan. Skrining hanya butuh 5 menit.

8 Mei 2024 | 17.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Susetyowati, tengah mengembangkan alat skrining gizi bernama Simple Nutrition Screening Tool (SNST) untuk mendeteksi gejala malnutrisi. Alat yang akan dipakai untuk mencegah penurunan kondisi gizi pasien di rumah sakit memiliki pola kerja yang sederhana, sehingga bisa menyelesaikan fungsinya dalam waktu singkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Alat skrining gizi ini tanpa pengukuran antropometri yang menjadi hambatan selama ini. Dapat dilakukan dengan waktu yang singkat, yaitu 3 hingga 5 menit,” ujarnya, dikutip dari web resmi UGM, Rabu, 8 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Malnutrisi menjadi salah satu isu pelik yang dihadapi tenaga kesehatan di rumah sakit. Angka malnutrisi pada pasien yang sedang dirawat masih tergolong tinggi, terutama di negara berkembang.

Malnutrisi diartikan sebagai kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan zat gizi yang menghasilkan efek tidak baik pada komposisi, fungsi, dan, outcome klinis tubuh. Kondisi itu turut dipengaruhi penyakit dasar yang diperparah oleh rendahnya asupan makan dan penurunan kemampuan bioavailabilitas—ukuran kemampuan tubuh untuk menyerap dan menggunakan zat gizi dari makanan.

Ketika dikukuhkan menjadi Guru Besar Bidang Gizi Kesehatan dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, pada Selasa, 7 Mei 2024, Susetyowati mengingatkan soal pentingnya skrining gizi untuk deteksi malnutrisi. Kasus malnutrisi di rumah sakit, kata dia, disebabkan oleh kurangnya pencatatan rutin tinggi serta berat badan pasien, juga karena kurangnya keterampilan untuk menilai status gizi dengan antropometri dan biokimia.

“Kekurangan ini membuat catatan pada rekam medik terkait monitoring asupan makan pasien berkurang, sehingga asupan gizi sebagian besar tidak terdeteksi,” tutur dia.

Skrining gizi perlu dilakukan pada semua pasien rawat inap untuk memprediksi dampak baik maupun buruk mengenai faktor gizi. Skrining itu juga untuk menakar pengaruh intervensi gizi.

“Kehilangan berat badan, indeks massa tubuh, dan kurangnya asupan makanan merupakan elemen utama dalam mendefinisikan malnutrisi,” tutur dia.

Alat skrining gizi SNST buatan Susetyowati menggunakan enam pertanyaan untuk menilai status gizi seseorang. Sistem itu mecari tahu kondisi kurus tidaknya tubuh pasien, termasuk soal pakaian yang terasa lebih longgar.

Skrining itu juga berisi pertanyaan soal berat badan pasien yang hilang secara tidak sengaja dalam 3-6 bulan terakhir. Ada juga pertanyaan mengenai penurunan asupan makan, kondisi pasien yang loyo atau tidak bertenaga, serta riwayat penyakit pasien yang mungkin pernah mengubah jumlah atau jenis makanan yang dikonsumsi.

Susetyowati mengklaim alat skrining gizi SNST yang dia kembamgkan sudah dibandingkan dengan skrining gizi lain, sehingga terbukti valid dan bisa dipercaya. Setelah dicoba, hasil deteksi SNST sama dengan model alat skrining lainnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus