Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Bagi pemudik disabilitas yang mudik ke Kediri, Jawa Timur kini tak perlu khawatir untuk dapat beribadah lebih nyaman dan mandiri. Salah satu masjid terakses bagi penyandang disabilitas kini berada di wilayah Simpang Lima Gumul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masjid tersebut berada di dalam lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Simpang Lima Gumul (RSUD SLG). Ketua Takmir Masjid Asy Syifa RSUD SLG Gilang Kusdinar mengatakan masjid ini mulanya merupakan musala kecil yang ada di dalam lingkungan rumah sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Namun seiring berjalannya kebutuhan para karyawan di RSUD Simpang Lima Gumul ini untuk melaksanakan salat berjemaah dan salat Jumat, maka musala ini direnovasi menjadi sebuah masjid besar Bernama Asy Syifa,” ujarnya dalam webinar “Inovasi Mewujudkan Masjid Ramah Disabilitas dan Lansia”, Sabtu, 22 Maret 2025.
Masjid Asy Syifa RSUD SLG merupakan masjid percontohan yang ramah disabilitas dan lansia terbaik versi Kementerian Agama tahun 2024. Selain memiliki aksesibilitas yang mengikuti standar mind set, skill set dan tool set yang memenuhi kaidah universal design, masjid ini juga memenuhi 3 unsur manajemen masjid ramah menurut Dirjen Bina Masjid Kementerian Agama. Tiga unsur itu adalah idaroh (manajemen administrasi), imaroh(manajemen kemakmuran) dan riayah (penyediaan akses yang dibutuhkan).
"Jadi kami juga menyeleraskan perspektif para takmir masjid dengan Masyarakat,” kata Gilang yang juga bertugas sebagai dokter spesialis di RSUD SLG Kediri.
Berbagai jenis aksesibilitas tersedia di masjid ini. Mulai dari tersedianya parkiran bagi jemaah disabilitas yang jaraknya kurang dari 60 meter ke pintu utama masjid, pintu utama yang dibuat sangat lebar agar pengguna kursi roda dapat masuk, tersedianya kamar mandi dan tempat wudu yang dapat diakses disabilitas fisik khususnya pengguna kursi roda, penggunaan ram dengan kemiringan kurang dari 60 derajat untuk menuju ke lantai atas, ram hidrolik dari parkiran menuju selasar utama masjid, lantai timbul dan kontras bagi jemaah difabel netra, para takmir masjid yang diberi pendidikan bahasa isyarat untuk jemaah tuli, serta penyediaan Al Quran Braille serta Al Quran bahasa isyarat.
“Memang belum seluruhnya sempurna,tapi kami terus berkonsultasi dengan organisasi penyandang disabilitas yang ada di Kediri, penyediaan ini semua juga merupakan hasil konsultasi dengan organisasi penyandang disabilitas seperti PDKK, Gerkatin, juga Pertuni,” kata Gilang.
Dalam memugar musala menjadi masjid ini, Asy Syifa menggunakan dana dukungan dari Kementrian Agama dan dana swadaya. Menurut Gilang, lantaran proses pemugaran awal dilakukan dari musala kecl kemudian menjadi masjid besar, dana yang dihabiskan cukup besar.
"Karena memugar besar-besaran dari mushala kecil menjadi masjid besar, waktu itu hampir menghabiskan kurang lebih tiga digit,” kata Gilang.
Meski demikian, penyediaan aksesibilitas ibadah bagi penyandang disabilitas biaya yang dihabiskan tidak banyak. "Seperti misalnya pembuatan ram menuju lantai atas dan pemasangan lantai tactile untuk pemandu tunanetra tidak menghabiskan biaya banyak," kata Gilang.
Sekretaris Departemen Pengembangan Disabilitas dan Lansiaserta Masjid Inklusif Dewan Masjid Indonesia Bahrul Fuad mengatakan sudah ada standarisasi dalam penyediaan serta pembangunan masjid yang terakses bagi penyandang disabilitas dan lansia. Standarisasi dan Rencana Anggaran Bangunan masjid inklusif ini dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri PUPR bernomor 14/PRT/m/2017. Bahkan sebelumnya, juga sudah ada peraturan Mentri PUPR Nomor 30 Tahun 2006 yang juga mengatur tentang standarisasi Pembangunan masjid terakses.
“Jadi apabila ada masjid yang ingin memugar bangunannya menjadi masjid yang menyediakan akses bagi penyandang disabilitas tinggal berpatokan dengan peraturan tersebut,” kata Bahrul Fuad yang juga menulis buku tentang Fiqih Disabilitas pada kesempatan yang sama.