JUMLAH lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) disangka sudah cukup memenuhi kebutuhan akan guru SD. Ternyata masih banyak SD tanpa guru. Seperti dikatakan Menkeu Ali Wardhana di depan DPR RI pekan lalu, "penyebaran guru secara regional masih mengalami hambatan," dan itu bukan karena pemerintah tidak menyediakan anggarannya. Tempat terpencil, misalnya, di pedalaman Kalimantan Barat, tetap menjerit meminta guru. Calon guru tidak bergairah untuk bekerja di situ. Begitu pula di Irian Jaya, provinsi yang menutup 189 SD karena tak ada gurunya. Maka turunlah (20 Januari) SK Menteri P & K tentang penyelenggaraan program khusus KPG (Kursus Pendidikan Guru) Paket C Kursus ini dilangsungkan secara kilat, 6 bulan, tidak lagi selama 3, 2, dan satu tahun. Program khusus ini, menurut SK itu, "untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru SD yang sangat mendesak." Kanwil P & K Kalimantan Barat telah lebih dini melaksanakan program itu. Sudah sejak 1980 kekurangan guru SD di Kal-Bar begitu gawat. Kal-Bar berusaha mengimpor guru a.l. dari Yogyakarta, Bali, dan Ujungpandang. Tapi ongkos mendatangkan guru semakin nalk. Dengan pesatnya pendirian SD Inpres, Kal-Bar harus menyediakan sekitar dua ribu guru. Lantas Kanwil P & K-nya memberanikan diri membuka kursus kilat. Setelah tiga kali program khusus itu, yang menampung lulusan SMTA, Kal-Bar memperoleh sekitar 1.200 guru SD, dan semuanya telah ditugaskan. Mereka menurut Tasnim Dachlan, Kakanwil P & K Kal-Bar, kebanyakan berasal atau telah bertempat tinggal di Kal-Bar, hingga "bisa betah di tempat tugas yang terpencil." Tentu disadari benar kualitas guru cetakan program khusus tidak sama dengan yang lulusan SPG. Tapi Tasnim yakin, "bila sudah terjun di lapangan, mereka akan berusaha meningkatkan diri. " Ny. Ida Haryati, 27 tahun, lulusan program khusus angkatan pertama (1980) kini ditempatkan di SDN 73. Berkat bantuan kepala sekolah dan teman guru seniornya, Ida akhirnya mampu juga membimbing anak-anak. Demikian pula dengan Rosida, 25 tahun, mengaku selalu menyiapkan pelajaran untuk esok di malam harinya, agar tidak gugup. Menurut Ajidin, Kepala SDN 73, dua guru lulusan program khusus itu di sekolahnya tidak mengecewakan. "Mereka mau bekerja, mau bertanya dan mempunyai inisiatif," katanya. Yang menyusul Kal-Bar adalah Riau. Kawasan ini masih membutuhkan sekitar 3 ribu guru SD. Sebetulnya SPG Negeri di Tanjungpinang tiap tahun meluluskan antara 200 dan 300 calon guru. Mereka, karena menolak penempatan di pulau-pulau terpencil, memilih pekerjaan apa saja di Riau daratan. Insentif guru sebesar Rp 60 ribu per tahun tidak cukup menarik buat hidup di tempat sepi. "Andai empat tahun sekali kami dimutasikan ke daratan, mungkin tak ada yang menolak bekerja di pulau terpencil," tutur seorang guru. "Tapi biasanya, sekali tercampak di pulau itu, ya, sampai pensiunlah." Kanwil P & K Riau mulai Desember lalu membuka program khusus mencetak guru SD. Ada 80 pesertanya, 56 di antaranya wanita. Kursus 6 bulan ini diadakan di Tanjungpinang. Tapi Syamsuddin Kasim, Kepala Kursus Pendidikan Guru yang menjadi penanggung jawab program tersebut, terpaksa memungut dari pesertanya uang Rp 2 ribu. Seharusnya peserta tak mengeluarkan uang sepeser pun. Dana dari pemda konon tersendat-sendat. Menurut Syamsuddin, sebenarnya sekolah normal tidak cocok untuk kawasan Riau Kepulauan. Di daerah itu jumlah anak usia SD sedikit. "Yang dibutuhkan sebenarnya Sekolah Kecil seperti yang di Kalimantan itu," katanya. Sekolah Kecil yang dipersiapkan menampung jumlah siswa yang terlalu sedikit untuk memenuhi sebuah SD biasa. Guru bisa hanya satu atau dua orang, dengan hanya satu atau dua lokal. Kanwil P & K Irian Jaya merencanakan membuka program khusus ini Juli nanti. Dan tak tanggung-tanggung, "serentak di lima kabupaten," kata Soetrisno, Kakanwil P & K di situ. Ir-Ja konon kekurangan 3.200 guru SD. Enam SPG di seluruh provinsi per tahun hanya bisa meluluskan rata-rata 150 calon guru. "Dan karena kesulitan administrasi, banyak yang tidak diangkat jadi guru, lalu pindah pekerjaan," tambah Soetrisno. SK Menteri P & K tentang kursus kilat ini tentu bertujuan juga menyambut dimulainya wajib belajar di awal Pelita IV. Diduga dalam waktu dekat akan. bermunculan juga program khusus ini di Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jambi dan Bengkulu. Di sana juga banyak dijumpai gedung SD yang mempunyai enam kelas hanya ditangani seorang guru. Bayangkan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini