Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Habibie Center, Manuver Politik Bung Rudy?

Rancang bangun Habibie Center tampaknya kukuh. Manuver Habibie untuk membangun kekuatan politik baru?

26 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Habibie seperti menguap begitu ia kandas sebelum bertempur untuk merebut jabatan presiden. Sejak Gus Dur dilantik sebagai presiden, nama Habibie jarang sekali disebut-sebut, dan ia pun tak pernah muncul dalam suatu pertemuan yang diliput oleh pers. Tapi, Jumat tiga pekan lalu, nama Habibie seperti tanpa sengaja muncul di permukaaan. Saat itu, sejumlah perwira TNI yang "tersangkut" pelanggaran hak asasi manusia di Tim-Tim menggelar jumpa pers. Sosok Habibie memang tidak hadir, tapi acara itu diadakan di sebuah kantor yang menempati seluruh lantai 32 Wisma BNI 46 di Jalan Sudirman, Jakarta. Nama kantor itu: The Habibie Center. Tak ada yang istimewa dari kantor itu. Kantor itu pun masih lengang. Perabotnya sederhana. Jauh dari kesan gemerlap perkantoran di kawasan gedung mewah itu. Dindingnya, yang didominasi warna krem, cuma dihiasi dua gambar pesawat, salah satunya CN-235. Yang istimewa adalah nama itu tadi: The Habibie Center. Inilah tempat Bacharudin Jusuf Habibie berkantor sehari-hari setelah meninggalkan Istana Merdeka. Menurut mantan juru bicara kepresidenan, Dewi Fortuna Anwar, ide pendirian Habibie Center sudah ada sebelum pemilu Juni lalu, ketika Bung Rudy—demikian Habibie dipanggil—masih berkantor di Istana. Menurut Dewi, Habibie sudah berencana, jika tak terpilih lagi, ia akan membangun lembaga ini. Habibie Center resmi terbentuk dalam sebuah acara sederhana di kediaman Habibie, Jalan Patra Kuningan, sebelum bulan Puasa lalu. Saat itu hadir tak seberapa banyak orang. Cuma keluarga Rudy, para pendiri, dan pengurus lembaga itu, serta beberapa undangan. Tapi, rancang bangun lembaga nirlaba itu jauh dari sederhana. Habibie Center dirakit mengikuti model Carter Center. Ini lembaga swadaya masyarakat internasional terkemuka yang didirikan mantan presiden Amerika ke-39, Jimmy Carter, bersama istrinya, Rosalyn Smith, pada 1982 setelah mereka meninggalkan Gedung Putih. Hingga kini, Carter Center terjun di berbagai proyek kemanusiaan, hak asasi, dan demokratisasi di 65 negara dan telah memantau sekitar 30 pemilu, termasuk di Indonesia dan Timor-Timur yang baru lalu. "Carter Center adalah salah satu sebab saya membuka Habibie Center," kata Habibie, beberapa waktu lalu. Habibie Center merangkul nama-nama kondang. Mereka adalah tokoh yang selama ini dikenal sebagai "lingkar dalam" sang Mantan Presiden. Baik yang pernah duduk di kursi kabinet maupun aktivis Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)—basis utama pendukung Habibie. Lembaga ini dipimpin sebuah dewan direktur yang langsung dipiloti pakar pesawat terbang itu. Sebagai pelaksana harian—disebut direktur eksekutif—adalah Ahmad Watik Pratiknya. Anggota dewan direktur terdiri dari para ketua badan otonom, di antaranya mantan Menteri Kehakiman Muladi, yang menakhodai Institut Demokrasi dan Hak Asasi Manusia—dua bidang garapan utama Habibie Center. Juga duduk mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, yang mengepalai Habibie Foundation. Yayasan ini berdiri sejak dua tahun lalu, dengan misi menebar beasiswa bagi para kandidat doktor. Jumlah beasiswa lumayan, Rp 130 juta per tahun untuk program lokal dan US$ 36 ribu untuk program di luar negeri. Lewat yayasan ini jugalah, sebuah penghargaan berlabel Habibie Award—plus US$ 2.000—akan dianugerahkan kepada para peneliti berprestasi. Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rahardi Ramelan, memimpin Lembaga Diseminasi dan Sosialisasi Teknologi. Sedang dua adik Habibie, yakni Timmy dan Fanny, masing-masing mengomandani Pusat Pengembangan Media—tempat stasiun Global Teve akan bernaung—dan Maritime Continent Institute. Sementara itu, mantan staf ahli wakil presiden, Jimly Asshidiqie, memimpin Pusat Afiliasi (Affiliate Center). Lembaga terakhir ini bertugas memintal jaring kerja sama dengan lembaga lain. Istri dan kedua putra Habibie—Hasri Ainun, Tareq, dan Kemal—juga masuk sebagai pimpinan teras. Di jajaran asisten direktur tercantum nama seperti mantan juru bicara kepresidenan Dewi Fortuna Anwar (Pusat Afiliasi), dan pimpinan pusat Partai Golkar, Marwah Daud Ibrahim (Pusat Pengembangan Media). Pakar sekelas Prof. Samaun Samadikun pun ikut memperkuat. Bahkan, "Presiden Gus Dur sudah bersedia jadi penasihat," kata Habibie berpromosi, beberapa waktu lalu. Yang menarik, beberapa nama sejumlah pendukung berat Habibie tak muncul. Pentolan kaukus Iramasuka Nusantara dan mantan Menteri BUMN Tanri Abeng, yang tersangkut skandal Bank Bali, tak tercatat sebagai pengurus. Hariman Siregar, yang kerap diposisikan sebagai operator politik Habibie, juga tak tercantum namanya. Mantan Menteri Koperasi Adi Sasono, yang semula masuk, belakangan dicoret dari daftar. Kabarnya, pencalonan Adi sebagai presiden dari Partai Daulat Rakyat pada pemilu lalu masih membuat gerah sejumlah pengikut Habibie. "Yang ikut, mereka yang selama ini dianggap bergerak di bidang akademik," kata Dewi Fortuna. Menurut seorang mantan petinggi Golkar, langkah itu tak lepas dari evaluasi kelompok Habibie atas kekalahan jagonya di pentas presiden. Mereka menyimpulkan, manuver Iramasuka-lah yang jadi biang kerok kekalahan Habibie. Politik primordial yang gencar dimainkan justru mengasingkan, lalu memantik perlawanan sengit dari banyak fungsionaris Golkar non-Iramasuka. "Sekarang, Habibie ingin melebarkan kembali ruang gerak politiknya dari kungkungan Iramasuka," kata sumber itu. Yang tersisa dari Iramasuka tinggal Marwah Daud. Itu pun karena kualifikasi akademiknya yang memang cemerlang. Adapun figur yang kini ditonjolkan justru Muladi, yang jauh dari Iramasuka. Yang kental di Habibie Center ini justru warna ICMI. "Mereka yang menggarap Habibie Center juga pengurus ICMI," kata mantan staf ahli ekonomi wakil presiden, Umar Juoro. Berbagai kerja sama akan dijalin Habibie Center dengan ICMI, juga dengan CIDES (Center for Information and Development Studies), tangki pemikir ICMI, meskipun, kata Juoro lagi, secara kelembagaan, Habibie Center dan ICMI terpisah. Hal inilah yang justru dikhawatirkan pengurus ICMI Dawam Rahardjo. "Saya khawatir ada konflik kepentingan," katanya beberapa waktu lalu. Ia juga melihat rentang program Habibie Center yang begitu luas bakal tumpang tindih dengan program ICMI. Dari mana lembaga ini mendapatkan dana? Kabarnya, Habibie Center punya brankas gendut. Berapa isinya? "Itu rahasia. Tapi, untuk modal awal lima tahun ke depan masih cukup," kata Muladi memberi gambaran. Itu belum termasuk sejumlah komitmen bantuan hasil "jalan-jalan" Muladi ke mancanegara yang baru lalu. Belum lagi road show berikutnya, yang akan dipimpin Habibie sendiri. Toh, meski begitu, Muladi menyangkal rumor bahwa gaji rata-rata eksekutif di lembaga ini mencapai US$ 7 ribu per bulan. "Yang jelas, sama seperti standar swasta," katanya lagi. Habibie juga bertindak selaku penyandang fulus. "Dananya dari pemasukan saya selama bekerja. Sejak pertama, saya masukkan ke Bank Bumi Daya dan tidak pernah saya ambil. Saya hidup dari gaji menteri," kata Habibie, yang pernah menjadi eksekutif puncak di MBB-industri pesawat terbesar di Jerman. Tapi, sang mantan petinggi Golkar juga menengarai keterlibatan kocek sejumlah taipan. Juga disebut-sebut dana ratusan juta rupiah yang digelontorkan seorang petinggi koperasi dari barisan Iramasuka. Saat ini, konsep final masih terus dirancang di "hanggar" mereka. Fondasi sedang diperkukuh. Dukungan internasional pun terus digalang. Pada road show ke mancanegara sejak dua pekan lalu, Muladi sudah menyambangi sejumlah tokoh penting, dari Ketua Komisi Hak Asasi PBB Mary Robinson, para petinggi Human Right Watch, dan tentu saja Carter Center. Jika tak ada aral melintang, Habibie Center ini secara resmi akan diluncurkan ke publik Mei mendatang, melalui sebuah seminar akbar. Kata Muladi lagi, Presiden Abdurrahman Wahid dan Jimmy Carter telah menyanggupi hadir sebagai pembicara kunci. Toh, sejumlah prasangka bermunculan. Melalui armada ini, Habibie ditengarai sedang kembali melebarkan sayap politik. Yang pertama, kata sumber itu, adalah menjadikannya semacam benteng pertahanan bagi anggota kelompoknya yang terlibat sejumlah skandal saat pemerintahannya berlangsung. Untuk urusan ini, Institut Hak Asasi dan Demokrasi pimpinan Muladi akan menyiapkan pembelaan kelas satu. Hal itu, katanya lagi, tampak jelas dalam kasus pembelaan Jenderal Wiranto dalam kasus Tim-Tim. Tapi, di mata Dewi Fortuna, tudingan itu terlalu gegabah. "Kebetulan saja dia memakai tempat Habibie Center," katanya. Kecurigaan lain, Habibie Center akan bermanuver untuk merebut kembali tampuk kekuasaan lima tahun mendatang. Salah satu target yang diincar adalah kembali menguasai Golkar dengan menggeser Ketua Umum Akbar Tandjung. Juga terbetik kabar rencana pembentukan sebuah organisasi kemasyarakatan berbasis Indonesia Timur. Ini batu loncatan untuk sampai ke sasaran pokok: mengembalikan Habibie ke istana. Suatu hal yang sebenarnya sah-sah saja. Toh, hal itu disanggah Dewi. Menurut Dewi, Habibie Center tak akan masuk ke kancah politik praktis. Bahkan, ada ketentuan tegas: tiap anggota diharamkan membawa-bawa nama lembaga ketika beraktivitas politik. Demikian pula Muladi. "Demi Allah, tidak ada," katanya. Cuma, ia mengakui rencana itu memang ada di benak satu-dua orang dekat sang Mantan Presiden. Muladi dan Habibie sendiri tak berminat. Habibie Center juga disebut-sebut bakal memainkan peran sebagai oposisi terhadap pemerintahan Gus Dur. Cuma, sayangnya, Habibie justru menolak posisi terhormat dan perlu bagi demokrasi itu, yaitu sebagai tokoh oposisi. Atau, karena belum terbiasa? Karaniya Dharmasaputra, Agus S. Riyanto, Arif Kuswardono, Wens Manggut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus