Anak-anak kaum veteran dibebaskan membayar SPP. PTN punya otonomi untuk mengaturnya. ANAK-anak Veteran pun bisa memperoleh hak istimewa. Mereka dapat minta bebas membayar SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) selama kuliah di perguruan tinggi negeri. Hak bebas SPP itu diingatkan kembali oleh Sekjen Departemen P dan K dalam surat edaran kepada para rektor beberapa waktu lalu. Pembebasan SPP bagi putra-putri veteran resminya mulai tahun 1976. Namun, kata Mayjen. Purn. R. Soedarmono, Sekjen LVRI (Legiun Veteran RI), ada saja sekolah yang punya pengertian atau tidak terhadap kaum veteran. "Menolak sih tidak. Tapi ada yang lebih hati-hati agar tak mengganggu anggaran sekolahnya," katanya. Jumlah veteran yang terdaftar sekitar 816 ribu orang. Mereka dikelompokkan dalam "veteran pejuang" dari perang kemerdekaan, dan "veteran pembela" dari Operasi Trikora, Dwikora, dan Seroja. Diperkirakan, setiap veteran pejuang masih punya seorang anak yang masih sekolah, dan veteran pembela tiga anak. Untuk pelaksanaannya, para rektor PTN dalam rapat kerja akhir Juni lalu menetapkan dasarnya. Pelaksanaan pembebasan SPP itu sepenuhnya diserahkan kepada setiap rektor. Tidak ada keseragaman pelaksanaannya. Apalagi, mulai tahun ajaran baru ini, telah diberlakukan sistem otonomi perguruan tinggi, termasuk dalam hal pengelolaan dana. Artinya, para rektor harus pandai-pandai mengatur duitnya sebelum membebaskan SPP. Menurut Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi, Ir. Oetomo Djajanegara, langkah pembebasan SPP itu merupakan bentuk penghargaan bagi para pejuang. "Tapi kebijaksanaan pembebasannya terserah pada perguruan tinggi masing-masing. Mereka yang akan menanggung bebannya," katanya. Karenanya, sebagian PTN membebaskan SPP bagi anak veteran itu tanpa pukul rata. Di Universitas Gadjah Mada, misalnya, bebas SPP hanya berlaku bagi anak kaum veteran yang berprestasi. "Kalau semua anak veteran otomatis bebas SPP, barangkali mereka tak mau cepat-cepat lulus," kata Rektor UGM, Prof. Mohamad Adnan. IKIP Yogyakarta punya peraturan baru yang ditempelkan sejak 7 Juni lalu. Tanpa pertimbangan prestasi, semua anak kandung cacat veteran dibebaskan membayar SPP. Anak veteran yang tak cacat mendapat pembebasan SPP bila nilai atau Indeks Prestasi (IP) lebih dari 2,25. Mereka yang tak mencapai IP itu hanya dibebaskan selama satu semester tiap tahun. Hingga Jumat pekan lalu, IKIP Yogyakarta sudah memproses 89 mahasiswa anak veteran yang minta bebas SPP. Tampaknya, PTN itu pun tak akan menampung semua permintaan bebas SPP. "Kami akan memilih anak veteran yang benar-benar membutuhkan. Tak semua anak veteran miskin," kata Prof. Djohar M.S., Pembantu Rektor I IKIP Yogya. Lagi pula, tak semua anak LVRI minta bebas SPP. Sampai tahun ini, di IKIP Bandung, ada sekitar 150 anak LVRI. Yang minta bebas SPP hanya 80 anak. Untuk itu, tiap tahun PTN itu harus menyisihkan dana Rp 15 juta. Maklum, SPP di PTN itu tergolong tinggi, Rp 180 ribu setahun. Tanda bebas SPP ternyata belum berarti bebas biaya lainnya di luar biaya kuliah itu. Yang bebas SPP pun wajib membayar uang praktikum atau kegiatan lainnya. Yang memanfaatkan hak istimewa bebas SPP bukan hanya anak veteran yang pas-pasan. Indra Darmawan, mahasiswa Fisipol UGM, adalah anak seorang brigadir jenderal purnawirawan. Ia minta juga pembebasan uang sekolah atau SPP itu. "Pembebasan SPP bagi saya dan dua orang saudara saya yang masih kuliah jelas akan mengurangi beban orangtua," katanya. GT dan Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini