Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sekolah: Ada Hadiah! Ada "Discount"!

Sejumlah smp/sma swasta "papan bawah" terancam tu- tup, karena tak memperoleh murid. beberapa sekolah terpaksa melakukan promosi. diharapkan perbaikan mutu menjaring murid baru.

13 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah SMP/SMA swasta "papan bawah" terancam tutup tak memperoleh murid. Penambahan sekolah negeri menjadi kambing hitam? MENJELANG tahun ajaran baru pertengahan bulan ini, biasanya banyak sekolah terpaksa menolak calon siswa yang mendaftar. Alasannya pun sudah biasa, yakni daya tampung yang terbatas. Namun, malang bagi beberapa SMP dan SMA swasta di desa atau kota kecil. Mereka justru tak memperoleh murid atau siap-siap gulung tikar. Beberapa sekolah yang masih punya nyali terpaksa menempuh jalan promosi. Tak kalah dengan toserba menjelang Lebaran. Mereka pun memberikan iming-iming discount dan hadiah bagi calon siswa yang mau masuk. Ada yang menawarkan bebas sumbangan uang gedung, bebas SPP beberapa bulan, atau menjanjikan beasiswa. Memang, murid merupakan nasi bagi sekolah. Tanpa murid, sekolah akan loyo dan ambruk. Ini dialami, misalnya, SMP dan SMA Kristen Indrapasta, Semarang, Jawa Tengah. Mulai tahun ajaran ini, ia tak mampu hidup karena tak memperoleh murid. Ada lagi yang mati lebih tragis. Sekitar 125 sekolah di bawah naungan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), menurut anggota DPR Ki Suratman dalam dengar pendapat dengan Menteri P dan K Fuad Hassan Rabu pekan lalu, di seluruh Jawa ditutup. Seperti diakui oleh Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Basyuni Suriamihardja, sekolahnya terpaksa dimatikan karena susah mendapatkan murid. Penyebabnya, katanya, sekolah negeri makin banyak. "Lagi pula, siswa merasa lebih bergengsi kalau masuk ke sekolah negeri," katanya. Agar tak mati, seperti disebut di atas, beberapa sekolah nekat menebar janji manis. Seperti yang dilakukan SMA Kusuma, di Pati, Jawa Tengah. Sekolah swasta yang berstatus diakui itu berani memberikan bonus "uang saku" Rp 5.000 bagi setiap murid baru. Uang pendaftaran dan dana pembangunan gratis. Malah, "calo" yang mencarikan calon murid pun mendapat komisi Rp 2.000 per siswa. "Jalan promosi itu harus kami tempuh supaya memperoleh murid baru," kata Kepala SMA Kusuma, Mustahal Misbach. Untuk itu, jauh-jauh hari ia menyiapkan dana promosi Rp 2,5 juta. Kiat SMA Kusuma itu tampaknya cukup efektif. Agus, guru SMP Negeri Gunungwungkal, misalnya, berhasil menggiring 25 lulusan SMP-nya dan mendapat perangsang komisi Rp 50.000. Alhasil, SMA itu bisa menggaet 120 murid baru dari targetnya 200 orang. Tanda-tanda paceklik mendapatkan siswa, kata Mustahal, dirasakan sejak dua tahun lalu. Di kota kabupaten seperti Pati, kini sudah dibangun 10 SMA negeri dan swasta. "Saya yakin bahwa sekolah swasta secara bertahap akan gulung tikar," katanya. Dalam lomba berebut siswa, perang bonus pun terjadi. SMA Islam Sudirman Wedarijaksa, salah satu pesaing SMA Kusuma, tampak lebih berani menabur duit menyedot siswa. Dengan spanduk besar, sekolah itu menjanjikan setiap siswa baru dibebaskan membayar SPP Rp 6.000 selama enam bulan. Dana pembangunan Rp 25.000 pun tak dikutip. Promosi itu, selain disiarkan lewat radio, juga disebar ke sekolah-sekolah. Bahkan, para guru pun dikerahkan terjun ke desa, door to door menjemput calon murid. "Sasaran kami adalah lulusan SMP yang NEM-nya rendah," kata Kepala SMA Islam Sudirman Wedarijaksa, H.M. Humam Suyuti. Sayang, dengan berbagai kiat, SMA itu hanya mampu menarik 19 orang. Memang tak semua sekolah berani berpromosi-ria. "PGRI tak melakukannya karena hal itu tak mendidik. Untuk menarik siswa, ya serahkan saja pada pilihan siswa," kata Basyuni. Menurut perkiraan, awal Pelita V (1989/90), jumlah siswa yang siap masuk pendidikan menengah justru meledak. Ini sebagai buntut wajib belajar SD beberapa tahun lalu. Menurut catatan, anak usia 13-15 tahun (12,7 juta) yang tertampung di SMTP seluruhnya 7,6 juta atau 59,8% pada 1990/91. Dari 3,8 juta lulusan SD tahun ini, 72,2% atau 2,7 juta anak bisa masuk SMTP. Lulusan SMTP (2,05 juta) yang bisa masuk SMTA sekitar 84,2% atau 1,68 juta. Artinya, di atas kertas, sekolah swasta "papan bawah" pun masih memperoleh jatah, sisa yang tak tertampung sekolah negeri atau swasta "papan atas". Untuk menampung lulusan SD dan SMP itu, Pemerintah menambah 673 gedung untuk SMP dan SMA dari hanya 66 buah pada tahun lalu. Penambahan ruang kelas baru pun naik dua kali lebih, dari 628 menjadi 1.582 kelas tahun ini. Sepinya sementara sekolah swasta agaknya bukan semata karena penambahan gedung dan ruang kelas baru sekolah negeri. Antrean calon siswa yang mau masuk sekolah lanjutan makin panjang. Akhir Pelita I, (1973/74) hanya 119 ribu lulusan SMP yang masuk SMA. Tahun ini, naik sepuluh kali, menjadi 1,1 juta orang. Demikian pula lulusan SD yang masuk SMP, dari 522 ribu menjadi 2,7 juta. Memang, perkembangan jumlah sekolah negeri dan swasta bermutu mau tak mau akan menggencet sekolah swasta "papan bawah". Sekolah swasta "papan atas" bahkan berani menyeleksi calon siswa sebelum pertengahan Juni, ketika sekolah negeri belum membuka pendaftaran. Di daerah padat seperti kota besar, sekolah swasta semacam itu dan negeri tetap saja kebanjiran peminat. Dengan atau tanpa bonus pun, kalau sekolah itu dikenal bermutu, murid pun akan menyerbu. Karenanya, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Hasan Walinono, menyesalkan cara beberapa sekolah swasta mengobral bonus untuk menjaring siswa. "Kalau sekolah tersebut ingin menarik siswa baru, sebaiknya dengan cara meningkatkan mutunya. Bukan memberikan iming-iming itu," katanya. Gatot Triyanto, Sri Indrayati (Jakarta) dan Bandelan Amarudin (Kudus)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus