Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nyaris dua abad pada 28 Maret 1830 lalu, Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda di Magelang, kemudian diasingkan ke Manado, dan meninggal di Makassar. Diponegoro bersedia menyerahkan diri dengan syarat anggota perang yang tersisa dibebaskan. Pangeran Diponegoro adalah pahlawan nasional yang menolak penjajahan yang dilakukan Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum ditangkap dan diasingkan Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terhadap Belanda, karena tidak setuju dengan campur tangan Belanda terhadap urusan internal keraton Yogyakarta dan pemasangan patok di tanah pribadi. Pada 1821 petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Namun, penguasa Hinda Belanda saat itu Van Der Capellen menetapkan dekrit bahwa semua tanah yang disewa harus dikembalikan dengan syarat, pemilik lahan memberikan kompensasi terhadap penyewa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini yang membuat Pangeran Diponegoro semakin bertekad untuk melakukan perlawanan. Tak hanya sampai di situ, atas perintah Belanda, Patih Danureja memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api yang melewati makam leluhurnya.
Pada 20 Juli 1825, Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi diserang di Tegalrejo sebelum perang pecah. Rumah Diponegoro dibakar, tetapi pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil meloloskan diri dengan bergerak ke arah barat melewati Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo. Mereka melakukan perjalanan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilo meter arah barat Kota Bantul.
Goa tersebut dijadikan sebagai basis Pangeran Diponegoro. Selain goa tersebut, Goa Kakung yang terletak dibagian barat dijadikan tempat pertapaannya.
Belanda kembali melakukan penyerangan terhadap Diponegoro pada 1827 dengan menggunakan sistem benteng sehingga pasukan Diponegoro terjepit. Perlahan orang-orang Pangeran ditangkap, pada 1829 Kyai Mojo pemimpin spiritual pemberontakan ditangkap, mneyusul Pangeran Mangkubumi dan panglima Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada Belanda.
Perang Diponegoro yang menghabiskan waktu selama 5 tahun mulai 1825 hingga 1830 ini menelan korban sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa. Sedangkan pasukan Belanda menjadi korban perang besar ini mencapai 8.000 jiwa.
YOLANDA AGNE
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.