Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Soeharto resmi menjadi presiden kedua Republik Indonesia setelah menggantikan Soekarno pada 26 Maret 1968.
Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Soekarno, tidak lepas dari rangkaian panjang yang terjadi setelah peristiwa Gestok atau Gerakan satu Oktober 1965. Setelah terjadinya ingar bingar pada peristiwa tersebut, muncul Surat Perintah Sebelas Maret atau yang dikenal dengan Supersemar pada 11 Maret 1966. Hal ini pula yang menjadi gerbang awal Soeharto meraih tampuk kepemimpinan.
Surat diberikan Presiden Sokarno kepada Soeharto yang saat itu menjabat Panglima komando operasi keamaan dan ketertiban atau Pangkopkamtib. Supersemar berisikan instruksi mengatasi situasi dan kondisi Indonesia yang tidak stabil dengan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu.
Supersemar memiliki kekuatan mengikat kepada semua orang secara hukum, bahkan Sukarno pun tidak bisa membatalkan instruksi dari surat tersebut. Hal ini yang menjadi lahirnya TAP MPRS Nomor IX/1996 pada 21 Juni 1996. Dihari yang sama dengan keluarnya peraturan tersebut, MPRS juga mencabut gelar presiden seumur hidup yang lekat pada Sukarno.
Soeharto semakin diatas angin setelah MPRS memeberinya kewenangan sebagai pengemban Supersemar, untuk membentuk kabinet sendiri pada 5 Juli 1966.
Baca: Seperti Soekarno dan Soeharto Pengamat Menduga Jokowi Tergoda Masa Jabatan
Setelah MPRS memberikan mandat tersebut kepada Soeharto, dualisme di puncak kekuasaan antara Sukarno dan Soeharto tidak terhindarkan. Namun Soeharto tetap mendapatkan perhatian lebih setelah memanfaatkan momentum Gestok dengan menjadi Pangkopkamtib. Tidak hanya itu, memburuknya ekonomi Indonesia saat itu membuat kondisi politik Soekarno semakin terdesak.
Pada 7 Februari 1967, Soekarno mengirim surat kepada Soeharto yang berisi, “Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata dan mengarahkan Soeharto untuk melaporkan pada Presiden tentang pelaksanaan pemindahan kekuasaan ini apabila dipandang perlu.”
Lalu Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR-GR melakukan pertemuan dengan MPRS untuk mengajukan sidang terkait pemberhentian Presiden Sukarno pada 9 Februar1967.
Setelah serangkaian panjang akhirnya Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutifnya kepada pengemban Supersemar, Soeharto pada 22 Februari 1967. Tak lama setelah itu, MPRS mencabut kekuasaan Presiden Sukarno dan menetapkan Soeharto sebagai penggantinya. Hal ini tertuang dalam TAP MPRS Nomor. XXXIII Tahun 1967. Pada sidang MPRS 7 Maret 1967 Soeharto resmi menjadi pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Lalu, pada 26 Maret 1968, Soeharto resmi menjadi Presiden RI secara penuh. Soeharto dilantik pada sidang V MPRS yang dipimpin Jenderal AH Nasution.
GERIN RIO PRANATA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini