Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Hasri Ainun Habibie, Perjalanan Sosok Pendamping BJ Habibie

Tepat 11 Agustus, di 1937 kelahiran Hasri Ainun Habibie, sosok yang mendukung cemerlangnya Presiden RI ke 3, BJ Habibie, Bapak Dirgantara Indonesia.

12 Agustus 2022 | 22.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Di balik sukses karirnya Presiden RI ketiga BJ Habibie, ada wanita yang menemani dan mendukung jalannya, yaitu sang istri yang luar biasa Hasri Ainun Habibie.

Kisah cinta mereka mengundang banyak kekaguman, bahkan diabadikan dalam karya layar lebar. Tepat 11 Agustus di tahun 1937 adalah kelahiran Hasri Ainun Habibie, sosok yang mendukung cemerlangnya karir Bapak Dirgantara Indonesia ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memiliki nama asli Hasri Ainun Besari, wanita yang akrab disapa Ainun ini lahir di Semarang, 11 Agustus 1937. Dilansir dari p2k.unkris.ac.id, ia merupakan anak keempat dengan delapan bersaudara dari pasangan R. Mohamad Besari dan Sadarmi. Namanya diambil dari bahasa Arab, yang artinya seorang anak yang memiliki mata yang indah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ainun menyelesaikan pendidikan hingga SLTA di kota Bandung. SLTP nya saat itu bersampingan dengan sekolah BJ. Habibie yang ternyata berjodoh dengannya. Bahkan di bangku SLTA Habibie merupakan kakak kelasnya.  

Usai menyelesaikan pendidikan di tingkat SLTA, Ainun merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia dan lulus pada 1961. Berbekal ijazah kedokterannya, ia diterima bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta di bagian perawatan anak-anak. 

Ainun dan Habibie berpisah cukup lama setelah selesai di SLTA. Habibie melanjutkan pendidikannya ke ITB Bandung, dan tak lama dikirimkan orangtuanya untuk melanjutkan kuliah di universitas Technische Hochscheule, Achen, Jerman.

Cinta yang Bersemi Sejak Remaja 

Ternyata cinta keduanya telah bersemi sejak remaja. BJ Habibie mempersunting Ainun pada 12 Mei 1962 dan menghabiskan bulan madu di Kaliurang, Bali dan diakhiri di Ujung Pandang, yang merupakan daerah asal Habibie.  

Dilansir dari bemfmipaunri.org, setelah menikah dengan Habibie, Ainun ikut dengannya ke Jerman untuk menyelesaikan pendidikan doktoralnya. Mereka di sana hidup dengan penuh perjuangan karena harus bersabar dan cukup dengan pendapatan Habibie yang amat kecil dari beasiswanya. 

Namun Ainun tetap sabar...
 

Namun Ainun tetap sabar dan kuat menemani perjalanan Habibie. Bahkan, Ainun dengan penuh niat dan kasih sayang menjahit sendiri keperluan pakaian bayi untuk dua putranya yang lahir dan besar di Jerman. 

Dari pernikahan keduanya, mereka dianugerahi dua orang putra yang diberi nama llham Akbar dan Thareq Kemal. Lalu enam orang cucu. Sebagai sosok seorang ibu, Ainun sangat bertanggungjawab dalam membesarkan anak-anaknya. Sedari kecil Ainun membiasakan anaknya untuk mengembangkan kepribadian. Anak-anaknya dibebaskan untuk berani bertanya tentang segala hal yang tak diketahuinya.

Karena ia sadar sedari kecil anak-anak harus dibangun rasa ingin tahu dan kreativitasnya. Bila ia tak mampu menjawab pertanyaan sang buah hati, ia akan meminta sang suami untuk membantu menjawabnya. 

Tak hanya itu, Ainun juga membiasakan anaknya untuk hidup sederhana. Uang jajan yang diberikannya diberikan pas untuk satu Minggu. Dengan begitu, anaknya memiliki kebebasan menentukan jajan yang mereka inginkan sekaligus mengelola uang yang ada.  

Sebagai sosok seorang istri, Ainun mendampingi Habibie dalam segala hal. Ia tokoh di belakang layar yang selalu siap mendorong dan mendukung sang suami. Salah satunya ia selalu mengingatkan suaminya dalam mengatur waktu kerja. Ketika jam telah menunjukkan pukul 22.00, Ainun menelpon Habibie dan mengingatkannya agar menjaga kesehatan.  

Presiden ketiga BJ Habibie menggandeng tangan istrinya, Asri Ainun Habibie pada acara peresmian The Habibie Center di ruang Cendrawasih, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, 22 Mei 2000. Habibie yang tutup usia pada 11 September 2019 kini kembali bersatu dengan istri tercintanya yang lebih dulu wafat pada 22 Mei 2010 lalu. dok.TEMPO/Bernard Chaniago

Ia juga mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatannya dalam pendirian beberapa yayasan, seperti Bank Mata untuk penyantun mata tunanetra. Bahkan saat Habibie bukan lagi seorang pejabat, ia masih menjadi Ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI). 

Berpulang pada Maret 2010 

Dalam usaha memperkenalkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat Indonesia, Ainun pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pendiri Yayasan SDM Iptek. Selain itu ia mendirikan Yayasan Beasiswa Orbit yang memiliki cabang di seluruh Indonesia. Ainun juga memprakarsai penerbitan majalah teknologi anak-anak Orbit. 

Dengan dedikasi dan kasih sayang Ainun yang melimpah, tak heran Habibie amat mencintainya. Dikabarkan selama hampir tiga bulan Ainun terbaring di rumah sakit, Habibie tak beranjak dari sisi istrinya.

Sejak masuk rumah sakit pada tanggal 24 Maret 2010 silam Habibie memberikan perhatian dan menunjukkan cinta kepada ibu dari anak-anaknya itu. Tak hanya saat terbaring sakit, dalam proses pengurusan administrasi sebelum jenazah diterbangkan ke tanah air pun Habibie masih mendampingi istrinya. 

Di pesawat, Habibie terus berdekatan dengan jenazah sang istri hingga jenazah tiba di tanah air. Ainun wafat dalam usia 72 tahun pada tanggal 24 Maret 2010 setelah menderita kanker Ovarium. Ia wafat setelah hidup selama 45 tahun bersama BJ Habibie

ANNISA FIRDAUSI
Baca juga : Mengenang 1.000 Hari Wafatnya BJ Habibie, Sosok Bapak Teknologi Indonesia

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus