Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Inilah status quo tower

Sekelompok pemuda memancangkan plang dan menduduki gedung niaga tower dan Ditjen Perhubungan Darat. keduanya melanggar putusan PTUN.

19 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKELOMPOK pemuda tiba-tiba memasuki halaman Gedung Niaga Tower dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Tanpa basa-basi, Senin pekan lalu, rombongan 20 pemuda itu langsung memancangkan plang pengumuman yang memaklumkan bahwa tanah kavling 58 dan 59 di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, dalam keadaan status quo alias siapa pun tak boleh melakukan kegiatan di situ. Kontan saja para satpam gedung megah itu mencegahnya. Namun, salah seorang pemuda balik menggertak, "Ini tanah kami. Bapak tak punya hak melarang kami." Semula pelaku aksi pendudukan yang berlangsung dari pukul 11.30 hingga 13.30 itu menuntut bertemu langsung dengan bos Niaga Tower, Robby Djohan. Tapi, dengan alasan Robby sibuk, para pemuda keluarga ahli waris Mar'ah binti Tasmi, Suryadi bin Tasmi, Nurjanah binti Rojali, hanya ditemui seorang utusan dari biro hukum pengelola gedung PT Graha Niaga Tata Utama (GNTU). Pelaku aksi pendudukan itu ahli waris Bana bin Nioeng, pemilik sah tanah sejak 1938. Tindakan pendudukan itu hanya untuk menegaskan kembali status tanah. Tuntutan status quo sesuai dengan penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Juli 1993. Memang, baik PT GNTU maupun Ditjen Perhubungan Darat masih mengupayakan banding atas keputusan PTUN itu. Namun, hakim menegaskan, status itu tetap berlaku hingga keputusan mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Dalam persidangan, PT GNTU dan Ditjen Perhubungan Darat gagal membuktikan keabsahan kepemilikan tanahnya. Kuasa hukum PT GNTU, Hadi Evianto, juga tak bisa menunjukkan alas hak sertifikat itu. Tanah tersebut dibeli PT GNTU dari PT Inremco pada 1989. PT Inremco sendiri memperoleh tanah itu dari Komando Urusan Proyek Asian Games (KUPAG) pada 1962. Anehnya, bukti pelepasan hak antara KUPAG dan PT Inremco tak ada. Akibatnya, transaksi pembelian tanah dari PT Inremco pada 1989 itu dianggap tidak sah. Hakim Herlyna Sitorus Tampubolon membatalkan sertifikat tanah seluas 1.960 meter persegi yang dikeluarkan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan untuk PT GNTU. Begitu pula dengan sertifikat Ditjen Perhubungan Darat. Di persidangan, kuasa hukum instansi itu tak dapat membuktikan keaslian girik C nomor 924 atas nama Bana bin Niming. Lurah Senayan yang dihadirkan sebagai saksi menyatakan Bana bin Niming adalah nama fiktif. Girik itu juga tak pernah didaftarkan ke kelurahan. Kepada pihak ahli waris, seorang staf Ditjen Perhubungan Darat menyatakan tanah itu didapat dari hasil tukar guling dengan PT Batara Brahma Sakti di kavling 60. Baik PT GNTU maupun Ditjen Perhubungan Darat rupanya tak mau mengindahkan keputusan PTUN. Bahkan, plang besi status quo yang ditancapkan dengan restu Bakorstanasda itu sudah tak tampak lagi keesokan harinya. Perjuangan ahli waris sebenarnya sudah dilakukan sejak gedung PT GNTU mulai didirikan tiga tahun silam. Saat itu, ketika PT GNTU baru memulai pembangunan lantai I, keluarga ahli waris telah mencoba menghalanginya. Sementara itu, Ketua PTUN Benyamin Mangkoedilaga menyatakan, meski PT GNTU dan Ditjen Perhubungan Darat mengajukan banding, "Tanah itu tetap status quo." Artinya, untuk sementara waktu, sesuai dengan perintah pengadilan, pihak mana pun tak boleh melakukan sesuatu di atas tanah itu.Andi Reza Rohadian dan A. Kukuh Karsadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum