Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi tercatat berkali-kali merombak susunan Kabinet Indonesia Maju menjelang purnatugas. Dalam kurun tiga bulan terakhir, Jokowi telah tiga kali me-reshuffle kabinetnya. Teranyar, Jokowi melantik Saifullah Yusuf alias Gus Ipul sebagai Menteri Sosial di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 11 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masa bakti Kabinet Indonesia Maju akan berakhir saat Jokowi purnatugas pada 20 Oktober 2024. Dalam kurun kurang dua bulan ke depan, Gus Ipul menggantikan Tri Rismaharini yang mundur lantaran maju di Pilkada Jawa Timur. Jika dihitung dari hari pelantikan, Gus Ipul hanya akan menjabat selama lebih kurang 39 hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjabat Mensos kurang dari dua bulan di Kabinet Jokowi, belum ada jaminan bagi Gus Ipul untuk terus melanjutkan bakti pada Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini mengatakan bahwa ia akan menjalankan tugas sesuai penugasan, yaitu untuk sisa masa jabatan 2019-2024. “Tidak, tidak ada (garansi berlanjut),” kata Gus Ipul.
Jadi menjabat menteri dalam kurun singkat, apakah Gus Ipul akan mendapatkan tunjangan atau uang pensiun setelah purnatugas?
Pada dasarnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/ Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya, menteri berhak atas tunjangan pensiun. Aturan ini secara spesifik dijelaskan dalam Pasal 10 dan Pasal 11.
“Menteri Negara yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun,” demikian bunyi Pasal 10 dalam PP yang ditandatangani Presiden Kedua RI Soeharto pada 27 Desember 1980 tersebut.
Lebih lanjut, dalam Pasal 11 mengatur mengenai jumlah pensiun yang didapatkan oleh menteri usai mengemban masa jabatan. Aturan ini menjelaskan bahwa uang pensiun yang didapat ditetapkan sesuai lamanya masa jabatan. Besarannya yaitu satu persen dari dasar pensiun untuk tiap-tiap satu bulan masa jabatan.
“Besarnya pensiun pokok sebulan adalah 1 persen (satu persen) dari dasar pensiun untuk tiap-tiap satu bulan masa jabatan dengan ketentuan bahwa besarnya pensiun pokok sekurang-kurangnya 6% (enam persen) dan sebanyak-banyaknya 75 persen (tujuh puluh lima persen) dari dasar pensiun,” demikian bunyi Pasal 11 ayat (2).
Sementara itu, pada ayat (3) disebutkan bahwa dana pensiun akan diberikan dengan angka tertinggi atau 75 persen apabila menteri negara berhenti dengan hormat dari jabatannya setelah dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan oleh tim penguji kesehatan karena keadaan jasmani dan rohani yang disebabkan dinas.
Adapun jumlah gaji pokok menteri diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara Dan Bekas Menteri Negara Serta Janda/Dudanya. Menteri negara diberikan gaji pokok sebesar Rp 5.040.000 sebulan.
Pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dihentikan apabila penerima pensiun yang bersangkutan meninggal dunia atau diangkat menjadi pejabat negara eksekutif.
Sementara itu, menteri juga akan diberikan hak Tunjangan Hari Tua atau THT. Pada dasarnya, seorang mantan menteri akan mendapat THT jika yang bersangkutan pernah memberikan iuran melalui gaji pokoknya. Namun, jika iuran belum diberikan maka tidak bisa THT diberikan. Adapun besaran THT dihitung 3,25 x gaji pokok.
DANIEL A. FAJRI | TIARA JUWUTA | EGI ADYATAMA
Pilihan Editor: Presiden Jokowi Lantik Gus Ipul Jadi Mensos, Begini Reaksi PKB