Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Jadilah Pip Saja Dulu

Universitas Nusa Cendana, Kupang NTT dengan 4 fakultas nampaknya belum mantap. Rencana akan membuka Fak. Pertanian tanah kering sebagai pola ilmiah pokok (PIP) ini akan menjadi identitas cendana. (pdk)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMPUS di Jalan Jenderal Soehrto itu tampaknya kurang terawat. Halamannya luas, bertanah batu-batuan karang. Ada beberapa laboratorium yang kurang peralatan. Salah satu atapnya menganga, jebol. Di sebuah teras tergeletak tulang punggun kerangka ikan paus raksasa. Sisa kerangka lainnya teronggok di pojok ruangan lain yang disebut 'museum'. Dalam usia 16 tahun, Universitas Nusa Cendana (Undana) di Kupang, NTT, nampaknya belum mantap juga. Dengan 4 fakultas -- Fakultas Peternakan, Keguruan, Ilmu Pendidikan serta Fakultas Ketatanegaraan, Ketataniagaan dan Hukum -- kini jumlah mahasiswa 5.280 orang. Sebagian terbesar dari luar Kupang, 60% di antaranya dari keluarga berpenghasilan rendah. Selama ini tampaknya kemampuan untuk tumbuh dengan kekuatan sendiri sangat terbatas. Itu juga diakui sendiri oleh kalangan Undana. Maka produktivitasnya pun rendah: sarjana muda ,4%, sarjana 3,2%. Namun keterbatasan itu tidaklah mengurangi minat Menteri P&K untuk menitipkan harapannya. "Tak mustahil dalam keadaan fasilitas kurang, dapat tumbuh sikap dan mentalita akademik," kata Menteri P&K Daoed Joesoef 22 Maret lalu ketika melantik Frans E. Likadja, 49 tahun, sebagai Rektor Undana yang baru menggantikan Soetan Moehamad Sjah. Mengambil contoh Universitas Cenderawasih di Jayapura dan Universitas Mulawarman di Samarinda yang masingmasing mengambil antropologi dan teknologi kehutanan sebagai fokus bidang studinya, Daoed menyarankan agar Undana memilih bidang studi pertanian dan kehutanan. Diharapkannya pula kelak bisa dikembangkan suatu teknoIogi pertanian daerah kering: Sebagian terbesar tanah di NTT adalah tanah kering. Harapan itu, bagi Frans merupakan isyarat ia tidak bertepuk sebelah tangan. Sejak beberapa waktu lalu Undana memang sudah bertekad memilih sektor pertanian tanah kering sebagai PIP (pola ilmiah pokok). "Dan ini akan merupakan identitas Undana. Hingga kelak bila orang bertanya tentang pertanian tanah kering akan datang ke Undana, tidak ke universitas lain," harap Frans sambil mengunyah jagung rebus. IPB Sangsi Maka niat membuka Fakultas Pertanian Tanah Kering pun mulai dijajagi, bersama Kantor Wilayah Departemen Pertanian setempat. Karena selama ini teknologi yang ada adalah untuk pertanian tanah basah, dianggap kurang cocok untuk NTT. Maka tak kurang dari Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) NTT dan Gubernur Ben Mboi pun menyokong pembukaan fakultas tersebut. Bahkan menurut Frans Likadja, ada 2 lembaga internasional yang merekomendasi niat tersebut: ClDA.(Canadian /nternational Development Agency) yang kabarnya akan membantu membuka sebuah pusat pengkajian pertanian tanah kering serta MUCIA (Mid West University Consortium for International Activities) yang konon menjanjikan membantu penyusunan kurikulum, tentang pengajar dan fasilitas lain. MUCIA beranggotakan 7 universitas di AS, antara lain Universitas Michigan, Ohio dan Wiscounsin. Apa yang dimaksud dengan tanah kering? Frans menunjuk hasil kongres Agronomi di Jakarta (1977) yang menampilkan 3 pengertian tanah kering:  Yang hampir sepanjang tahun tidak tergenang air secara permanen (pengertian umum).  Yang secara alamiah lapisan atas dan bawahnya hampir sepanjang tahun tidak jenuh atau tidak tergenang air (untuk pertanian pangan).  Tanah darat yang tidak dapat digenangi air irigasi (untuk perkebunan tanah kering). Musim hujan di NTT memang hanya turun antara Desember-Maret saja, sementara tanahnya kurang mampu 'mengikat' air. "Di sini hanya 100 hari saja mengalami hujan. Selama 9 bulan para petani boleh dikata menganggur tidak bercocok tanam," kata Gubernur Be Mboi. Hasil pertanian di wilayahnya sebagian besar jagung, kedelai dan kacang hijau, di samping kelapa, kayu cendana dan tanaman keras lainnya. Kondisi tanah kering seperti itu sebenarnya juga bukan lantaran musim kering yang berkepanjangan, tapi juga karena ulah penduduk setempat. Misalnya ada penebangan pohon yang sewenang-wenang perladangan yang berpindah-pindah dengan cara tebas-bakar dan penggembalaan ternak yang tidak terkontrol. Belum Mantap Tapi, pihak Dirjen Pendidikan Tinggi tampaknya belum bisa diyakinkan. S. Pramoetadi, Direktur Pembinaan Sarana Akademis cenderung menyarankan agar Undana lebih dulu meningkatkan sumber daya pendukung -- misalnya tenaga pengajar dan laboratorium. Di Undana memang ada laboratorium, tapi menurut Frans Likadja peralatannya masih kurang memadai. Dan sementara itu masalah pertanian tanah kering dijadikan PIP (pola ilmiah pokok). Pendapat Pramoetadi seperti itu ditopang oleh bekas Rektor IPB, A.M. Satari Ahli tanah yang kini menjadi Ketua Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB Bogor itu juga menyarankan Undana menjadikan pertanian tanah kering sebagai kegiatan universitas secara keseluruhan atau PIP tadi. Dan tidal usah dulu membuka sebuah fakultas yang khusus untuk itu. Ia menyangsikan tersedianya tenaga pengajar. "Dosen IPB tentu terlalu jauh untuk mengajar ke sana," katanya. Yuyu Wahyu, tokoh IPB lainnya yang juga Ketua Konsorsium Ilmu-Ilmu Pertanian yang belum lama ini ke Undana kabarnya juga belum melihat kemantapan konsep fakultas tersebut. Lebih jauh Satari bahkan menyatakan, pada prinsipnya pertanian di manamana itu sama saja, baik untuk tanah basah maupun tanah kering. "Soalnya tinggal bagaimana kita mengelola masalah air," katanya. Dijawa sendiri bukannya tak ada tanah kering, misalnya sepanjang pantai selatan atau pulau Madura. "Bahkan daerah Gunung Kidul di Yogya sama keringnya dengan NTT," tambah ahli tanah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus