INI namanya pagar makan tanaman. Tugas jaksa mengamankan barang bukti diselewengkan oleh jaksa di Kejaksaan Negeri Tanjungperak, Surabaya menjadi memanfaatkan barang bukti. Yang dimanfaatkan oleh Bambang Sukoco, si jaksa, juga bukan barang sembarangan, yaitu uang palsu. Aksi kriminal ganda ini terbongkar ketika polisi membekuk Bambang, Selasa pekan lalu, di sebuah rumah kontrakan di Jalan Jojoran, Karangmenjangan, Surabaya. Pria berusia 39 tahun itu dipergoki hendak melakukan transaksi uang palsu senilai Rp 45 Juta dengan wanita simpanannya, Evy Dian Hudiari. Rencananya, uang haram ini akan dijual Bambang senilai Rp 20 Juta, tentu dengan uang asli.
Bagaimana barang bukti bisa melayang sampai ke Karangmenjangan? Semula Bambang tak bersedia bercerita. Ia stres berat. Berkali-kali kepalanya dibenturkannya ke dinding ruang tahanan Polwiltabes Surabaya. Bambang baru membuka mulut setelah istrinya, seorang guru SMU di Kraksaan Probolinggo, membesuk dan menemaninya semalam suntuk.
Jadilah, pada subuh pukul 5 hari Kamis, dari mulut Bambang mengalir cerita yang dituturkan kembali oleh Kasatserse Polwitabes Surabaya, Ajun Komisaris Syafril Nursal, kepada Wahyu Dhyatmika dari TEMPO. Kata Bambang, ia memperoleh uang palsu tersebut dari gudang penyimpanan barang bukti di Kejari Perak. Uang palsu ini merupakan bagian dari barang bukti kasus uang palsu senilai Rp 260 juta yang dilakukan komplotan Shodiq yang diungkap Polresta Surabaya Utara pada Juni lalu.
Kepada polisi, Bambang kemudian "berkicau" bahwa ia tidak "main" sendirian, suatu modus yang juga dilakukan oleh tiga jaksa dalam kasus pengambilan barang bukti 5.000 buah pil ekstasi di Tangerang pada tahun 1998. Pengutil uang palsu itu yang sebenarnya, katanya, adalah Jaksa Arief Djatmiko, Kepala Sub-Seksi Pidana Umum Pra-Penuntutan Kejari Perak. Menurut Bambang, jaksa inilah yang mengambilkan uang palsu dari tempat penyimpanan, memasukkannya ke tas kresek, dan menyerahkannya kepada Bambang. Serah-menyerah barang haram ini bukan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, melainkan di ruang kerja Bambang saat ia sedang bermain catur dengan Jaksa Basyar Faried. Kata Bambang, banyak pihak yang tahu apa isi tas kresek itu. Jaksa Basyar jelas tahu. Juga dua karyawan honorer, Arifin dan Noor Farida, Kepala Seksi Pra-Penuntutan Kajari Perak.
Namun, keempat orang yang dituding oleh Bambang itu cuci tangan. Jaksa Arief memang mengaku telah menyerahkan Rp 45 juta uang palsu kepada Bambang, tapi itu bukan untuk diperjualbelikan, melainkan untuk memancing se-orang bandar narkoba. Sedangkan Basyar dan Arifin mengaku me-lihat penyerahan tas kresek itu, tapi mereka tak mengerti apa isinya. Noor Farida? Ia mengaku sedang mengambil cuti dan sama sekali tidak berada di Kejari.
Meski hingga kini masih gelap siapa saja komplotan pengutil uang palsu itu, Ajun Komisaris Syafril mengaku tidak risau. Ia bahkan yakin, jika penyidikan terus dikembangkan, tidak tertutup kemungkinan menyeret Ketua Kejari Perak, H. Muhammad Salim, dengan tuduhan lalai atau mengetahui transaksi haram tersebut. Muhammad Salim sendiri memilih tutup mulut. "Kalau kasus lain, akan saya jawab. Tapi kalau masalah Bambang, tolong pahami posisi saya," pintanya.
Atas ulahnya tersebut, Bambang, yang mencalonkan diri menjadi Bupati Nganjuk, harus mendekam dalam tahanan Polwiltabes Surabaya. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Surabaya, Heru Mustofa, kepada Kukuh S. Wibowo dari TEMPO, pihaknya telah memberikan skorsing sementara kepada Bambang. Jika hasil pemeriksaan polisi membuktikan Bambang bersalah, sanksinya bisa dua. Secara pidana, ia akan dikurung. Sedangkan secara administratif menurut PP No. 30 Tahun 1988, sanksinya dilakukan secara bertahap, dari penurunan pangkat, skorsing, hingga pemecatan.
Agus Hidayat, Prasidono L., dan Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini