Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAJAH Ustad Umar Budihargo, 39 tahun, pembimbing rombongan umrah jemaah pengajian Taruna Alquran Yogyakarta, tampak kecewa. Pasalnya, 12 dari 62 orang yang mendaftar untuk beribadah umrah (haji kecil) bersamanya pada jadwal 27 Oktober lalu tak boleh ikut serta ke Tanah Suci. Mereka terganjal oleh persyaratan mahram (laki-laki, anggota keluarga sedarah) yang mulai tahun ini diterapkan secara ketat oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Saking ketatnya, bahkan pengertian mahram dibatasi sebagai suami saja. "Anak kan juga mahram dari ibunya," kata Umar. Ustad itu mengerti betul tentang fikih karena, selain lulusan Pesantren Gontor, Ponorogo, dia mengantongi ijazah dari sebuah kampus Islam di Pakistan.
Kaum wanita muslim yang ingin menjalankan ibadah umrah mulai tahun ini memang mesti memikirkan dan menyiapkan seorang mahram yang disertai dokumen semacam surat keluarga untuk mengonfirmasi pengakuan itu. Sebab, tanpa itu, mereka bakalan bernasib buruk: dideportasi oleh petugas imigrasi di bandar udara Arab Saudi.
Kebijakan pemerintah Arab Saudi itu tentu mengejutkan beberapa pihak, termasuk Departemen Agama dan para pengelola jasa perjalanan ibadah umrah Indonesia. Sebab, selama ini, hubungan Arab Saudi-Indonesia, menyangkut manajemen ibadah haji dan umrah, lancar-lancar saja.
Bahkan, kebijakan pemerintah Arab Saudi yang menggariskan peraturan bahwa seorang laki-laki diperbolehkan menjadi mahram bagi dua wanitatentu dengan prasyarat sebelumnya, misalnya, atas seizin suami yang disahkan oleh kelurahan dan pejabat Departemen Agamasudah lama berlangsung. Bahkan, dalam praktek, pemerintah Arab Saudi menenggang sebagian jemaah umrah Indonesia dengan membolehkan seorang laki-laki menjadi mahram bagi empat wanita.
Namun, kelonggaran itu berakhir sudah. Mengapa? Karena alasan fikih atau sekadar soal teknis? Sayang, Duta Besar Arab Saudi di Jakarta yang dihubungi TEMPO belum sempat menjelaskannya. Tapi jawaban datang dari Drs. H. Taufiq Kamil, S.H., Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Departemen Agama. Peraturan itu ekses dari banyaknya biro perjalanan umrah yang melanggar peraturan soal mahram.
Contohnya, dua bulan lalu, 106 jemaah umrah Indonesia ditolak masuk wilayah hukum Arab Saudi karena mereka tidak membawa mahram masing-masing. Bahkan, sebagian di antaranya mahram palsu. Para jemaah yang malang itu tanpa kecuali akhirnya dideportasi. Beberapa pemimpin biro perjalanan umrah yang memberangkatkan mereka pun harus dipenjarakan. Pihak penerbangan juga dipersalahkan. Bahkan, Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta juga ikut menanggung akibat.
Maka, negara petrodolar itu secara ketat menerapkan peraturan bahwa seorang laki-laki hanya bisa menjadi mahram bagi dua wanita. Bahkan, dalam kasus jemaahYogya pimpinan Ustad Umar itu, seorang anak laki-laki pun tidak dibolehkan menjadi mahram bagi ibu kandungnya. "Pengertian mahram yang dipersempit hanya untuk suami itu berlebihan," kata Umar.
Jadi, soal mahram itu lebih menyangkut persoalan teknis manajemen. Pasalnya, dari aspek fikih, ajaran Islam menyangkut kewajiban penyertaan mahram bagi wanita yang bepergian dari rumah relatif luwes. Ada ayat Alquran dan beberapa hadis yang intinya melarang perempuan bepergian, atau berduaan, tanpa disertai mahram. Sebuah hadis secara jelas berbunyi, "Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak halal melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih kecuali disertai ayah, suami, anak, ibu, atau mahramnya."
Namun, fikih menyediakan alternatifnya. Bila sulit disediakan, mahram itu bisa diganti dengan kehadiran empat orang wanita yang bisa dipercaya. Dalam istilah fikih, ini disebut niswah tsiqah. "Jadi, tidak harus dengan mahram," kata K.H. Sahal Mahfudz, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat. Karena itu, menurut kiai dari sayap Nahdlatul Ulama ini, Departemen Agama mestinya melakukan pendekatan kepada pemerintah Arab Saudi dan melakukan tabayun (penjelasan) tentang pengertian mahrambahwa syarat mahram itu dalam pelaksanaan umrah dan haji tidak mutlak.
KMN, Adi Prasetya, R. Fadjri (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo