Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jokowi dan Tudingan Praktik Dinasti Politik

Tudingan dinasti politik terutama saat putranya yang juga Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming bisa maju sebagai cawapres Prabowo Subianto di Pilpres.

27 Oktober 2023 | 13.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana aksi damai yang diusung oleh Koalisi Masyarakat Sipil Penjaga Reformasi (Kompas Reformasi) di area Patung Kudang, Jakarta Pusat pada Kamis, 26 Oktober 2023. Masa menolak adanya isu politik dinasti yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. TEMPO/Aisyah Amira Wakang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tudingan melakukan praktik dinasti politik ramai dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari-hari ini. Utamanya ketika putra sulungnya, yang juga Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka bisa maju sebagai cawapresnya Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tuduhan serupa sebenarnya bukan kali pertama diterima Jokowi. Orang nomor satu RI itu memang acap disebut membangun dinasti politik sejak keluarganya terlibat pemerintahan.

Misalnya, Gibran jadi Wali Kota Solo. Lalu menantunya, Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan. Serta putra bungsunya, Kaesang Pangarep, memutuskan terjun politik dan jadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia belum lama ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya itu, Jokowi juga menikahkan adiknya, Idayati, dengan Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK Anwar Usman. Pernikahan itu berpolemik lantaran hubungan Jokowi dengan Anwar menjadi ipar. Hubungan keluarga ini dinilai berpolemik karena dikhawatirkan mempengaruhi keputusan Anwar ihwal regulasi keluarga Jokowi. Soal putusan batas minimal umur capres-cawapres, medio Oktober lalu, misalnya.

Suatu ketika, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu digugat sejumlah pihak. Para penggugat meminta batas usia kandidat diubah dari 40 menjadi 35. MK lalu mengagendakan pembacaan putusan uji materi UU tersebut pada Senin, 16 Oktober 2023. Putusan itu berjarak tiga hari jelang pendaftaran capres-cawapres pada 19-25 Oktober 2023. MK mengabulkan sebagian gugatan, yaitu mempertimbangkan pengalaman sebagai kepala daerah.

Putusan MK soal batas usia capres-cawapres menyebabkan kegaduhan sebab dikaitkan dengan Gibran. Ketika itu, putra pertama Presiden Jokowi berusia 36 tahun ini disebut-sebut bakal dipasangkan dengan Prabowo Subianto pada pemilihan presiden atau pilpres 2024. Putusan tersebut dinilai untuk memuluskan langkah Gibran menjadi Capres. Lalu, pada Ahad, 22 Oktober 2023, Gibran dideklarasikan oleh Prabowo sebagai cawapresnya.

Dilansir dari Majalah Tempo edisi Minggu, 2 Juli 2023, tak bisa dipungkiri, Gibran di Solo dan Bobby di Medan menang mudah dalam Pilkada pada 2020 karena figur Jokowi. Kaesang, yang bersiap berlaga dalam pilkada Depok di Jawa Barat tahun depan, diakui atau tidak, akan mendapat manfaat yang sama. Jokowi sudah memberi restu atas rencana pencalonan anak bungsunya itu. September lalu, Kaesang memilih PSI sebagai kendaraan politiknya.

“Presiden Jokowi bisa saja berkilah keikutsertaan anak dan menantunya dalam pemilihan kepala daerah tak menyalahi aturan dan merupakan hak warga negara. Namun, tak bisa dimungkiri, ketika seorang presiden menjadi pai bagi sanak keluarganya yang maju dalam pilkada, mereka akan mendapat keuntungan dan kemudahan dibanding kandidat lain,” tulis Majalah Tempo.

Bahaya politik dinasti

Mobilisasi aparatur sipil negara, warisan jaringan politik, dan sokongan finansial adalah pelbagai “keunggulan” yang dimiliki kandidat kepala daerah dari dinasti politik. Dalam sistem birokrasi patron-klien, restu Jokowi terhadap anak-anaknya bisa diterjemahkan sebagai perintah kepada birokrasi dan aparatur pemerintah lain agar mendukung. Gibran di Solo dan Bobby di Medan bukan tak punya prestasi. Di Solo kabarnya kerukunan umat beragama kian baik. Di Medan, Bobby lumayan disukai masyarakat.

Tapi itu tak cukup. Sejumlah studi menyebutkan dinasti politik juga dekat dengan korupsi. Kekuasaan yang dihimpun di tangan satu keluarga membuka sikap permisif pemegang kekuasaan untuk melanggar tata kelola. Bermodal populisme, salah satunya diukur dari tingkat kepuasan kerja yang tinggi versi sejumlah lembaga survei, Jokowi berhasil menjadikan anak dan menantunya sebagai pesona elektoral bagi partai politik yang gagal menjalankan meritokrasi kader.

Dituding “Dinasti Politik” Ini Jawaban Jokowi

Partai-partai yang memperebutkan anak dan menantu Presiden juga berharap mendapatkan efek ekor jas popularitas Jokowi. Alih-alih menjadi alat demokrasi, partai-partai kian terbenam dalam kubangan politik elektoral. Kondisi ini diperparah oleh permakluman di kalangan pemilih bahwa dinasti politik merupakan konsekuensi demokrasi. Riset Nagara Institute menemukan bahwa 57 kandidat dari dinasti politik dipilih rakyat dalam pilkada 2020, termasuk Gibran dan Bobby.

“Dinasti politik Jokowi tak hanya mengoyak etika politik, tapi juga sekaligus merusak demokrasi,” tulis Majalah Tempo.

Tanggapan Jokowi

Jokowi turut menanggapi soal isu dinasti politik setelah putra sulungnya diusung sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.

“Ya itu kan masyarakat yang menilai,” kata Jokowi setelah menghadiri acara Investor’s Daily Summit 2023 di Jakarta, Selasa 24 Oktober 2024. Jokowi menyatakan dalam pemilu, semua yang memilih adalah rakyat. “Yang menentukan itu rakyat yang mencoblos itu rakyat, itu bukan elite, bukan partai, itulah demokrasi.”

HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | IHSAN RELIUBUN | DANIEL A. FAJRI | MAJALAH TEMPO
Pilihan editor: Bedah Politik Dinasti dalam Sistem Ketatanegaraan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus