MAYOR Jenderal (Pur.) Raja Inal Siregar agaknya telah menggulung lengan baju. Gubernur Sumatera Utara ini tak mau setengah-setengah menangani pengurus Golkar Dairi yang bermain dalam pemilihan bupati, 17 Januari silam. Apalagi, akibat permainan itu, F.M. Banjarnahor, tokoh yang dijagokan Raja, tersisih oleh Sabam Isodorus Sihotang, calon pendamping yang ternyata menggaet dukungan FKP setempat.Raja Inal tampaknya berang. Sebab, sebelum pemilihan, setidaknya dua kali FKP Dairi ia beri pengarahan agar memilih Banjarnahor. Maka, secara terbuka Raja sempat mengancam tak akan melantik Sihotang, yang meraih suara terbanyak. Tapi sikapnya tersebut tak didukung Jakarta. Menteri Dalam Negeri Yogie S. Memed menetapkan Sihotang sebagai bupati. Raja Inal pun berupaya menunda pelantikanbupati itu. Tapi akhirnya ia lantik juga Sihotang, 29 Maret lalu. Selesai? Ternyata Raja Inal masih menyimpan kekesalan. Buntutnya, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD II) Golkar Dairi, Ir. Effendi Saragih, dicopotnya dariKepala Dinas Perkebunan setempat, 23 Maret lalu. Saragih dimutasikan ke Medan, 153 km dari Sidikalang, ibu kota Dairi. Ia dianggap bertanggung jawab dalam aksi yang mengatasnamakan arus bawah yang kemudian menjungkirkan aspirasi Gubernur itu.Karena dipindah begitu jauh, Saragih harus melepas jabatannya sebagai Ketua DPD II Golkar yang belum setahun dipegangnya. Kapten (Pur.) Baja Purba, salahsatu wakil ketua di DPD Golkar Dairi, ditunjuk menggantikannya, konon, atas petunjuk Raja. Tapi kehadiran Purba tak bisa diterima begitu saja. "Ia calon drop-dropan," begitu gerutu beberapa tokoh Golkar di Sidikalang. Pencopotan Effendi Saragih tentu mengecewakan pendukung Golkar setempat. "Ia kader Golkar yang bisa diandalkan," ujar V.H. Togatorop, Ketua DPRD Dairi yang juga berasal dari kubu beringin. Effendi, kata Togatorop lagi, telahaktif 20 tahun di Golkar Dairi, sebelum menggaet posisi ketua. "Ia memenuhi kriteria PDLT: prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tak tercela," tambahnya.Tapi nasib sial Saragih belum berhenti. Belakangan terdengar berita bahwa istrinya, Ny. Sondang Saragih, bidan yang juga anggota DPRD mewakili FKP Dairi, ketiban sial suaminya. Sondang, konon, akan "dibuang" pula ke daerah pelosok, yang akan memaksanya meninggalkan kursinya di FKP. Sebagai karyawan Dinas Kesehatan dan Dinas Perkebunan, status kepegawaian suami- istri Saragihitu memang berada di bawah ketiak gubernur. Artinya, kalau cuma memindahkan mereka, gubernur seakan membalikkan telapak tangan saja.Kalau kabar itu menjadi kenyataan, Ny. Saragih harus rela berpisah sementara dengan klinik bersalin Eva, yang diusahakannya di Sidikalang. "Kecuali kalau ia mau melepas hanyut status pegawai negerinya," ujar seorang yang dekat dengan Ny. Sondang. Tapi itu bukan jaminan ia tak akan direcall. Sayang, baik Effendi maupun Sondang memilih bungkam. Mereka menolak bicara pada wartawan.Beberapa anggota FKP pun cemas. Desas-desus recalling untuk para pendukung Saragih pun merebak. Namun, Gubernur Raja Inal menolak tuduhan bahwa pemindahan Effendi Saragih itu sebagai sanksi yang berkaitan dengan pemilihan bupati. "Mutasi itu kan soal biasa. Apalagi ia pegawai negeri," ujarnya kalem. Tapi, mana bisa anggota FKP di Dairi percaya?PTH (Jakarta) dan MC (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini