Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Naluri sang menteri

Departemen tenaga kerja punya bumn yang bergerak di bidang pengerahan tenaga kerja ke luar negeri. akan menyaingi PPTKI?

16 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEKHAWATIRAN kini meliputi perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia (PPTKI). Banyak PPTKI yang bisnisnya mengirim tenaga kerja ke luar negeri merasa perusahaannya terancam bangkrut. Ada apa? "Ya, kasihan kan perusahaan-perusahaan pengerah tenaga kerja itu kalau ternyata Departemen Tenaga Kerja membuka perusahaan juga," kata Nietje Umar Salim, Sekjen Himpunan Pengusaha Pengerah Tenaga Kerja Indonesia. Itu terjadi setelah pekan lalu Abdillah Nusi, Dirut PT Astek -- BUMN yang berada di bawah Departemen Tenaga Kerja -- melantik Soeramsihono, pejabat Departemen Tenaga Kerja, sebagai Dirut PT Bina Jasa Karya (Bijak). Perusahaan ini bakal bergerak dalam bisnis pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Kekhawatiran itu rupanya sudah tercium Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief. Maka, ketika memberi sambutan dalam acara yang berlangsung di gedung Astek Jalan Gatot Subroto, Menteri Abdul Latief mengatakan bahwa usaha baru dengan modal Rp 5 miliar itu akan berfungsi sebagai penggerak dan dinamisator perusahaan jasa TKI yang lain. Bahkan Bijak, katanya, akan mendorong sekitar 200 perusahaan PPTKI melakukan modernisasi guna meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia (TKI). Untuk itu, Bijak akan memberikan bantuan semacam modal ventura kepada PPTKI yang lemah. Misalnya dengan cara membeli sebagian saham perusahaan yang ngos-ngosan. Nanti kalau perusahaan itu sudah baik, Bijak menjual sahamnya kembali ke perusahaan tersebut. Bijak juga akan membantuperusahaan yang lemah manajemennya. Pokoknya, suara Latief merdulah di telinga PPTKI. Semua itu tadi, menurut menteri ini, perlu dilakukan untuk menghindari praktek perusahaan yang selama ini tak profesional. Membuat neraca pembukuan saja banyak yang tak mampu. "Ya, ini kan bidangnya terlalu besar. Permintaan perawat saja mencapai puluhan ribu dan kami tak bisa menyuplainya," katanya. Karena itu, kini Bijak menyusun perencanaan pemasaran tenaga kerja dan kebutuhan tenaga kerja di negara-negara Arab, Taiwan, Malaysia, dan lainnya. Perusahaan ini juga menjalin kerja sama dengan sejumlah bank pemerintah. Sehingga gaji tenaga kerja di luar negeri bisa ditabungkan melalui bank. Nanti tiap TKI, yang diperkirakan memperoleh gaji US$ 400 per bulan, cuma akan mendapat uang kontan 30% dari gajinya. Sisanya yang 70% langsung dimasukkan ke dalam rekening bank yang tersedia, sebagai tabungan yang bisa diambil saat ia pulang kampung. Bisakah dipercaya Bijak tak akan menelan PPTKI yang lain? Sebagai lead company, menurut Latief, Bijak tak akan menjadi saingan. "Tapi, sebagai perusahaan, tentu kami cari untung juga dong," kata menteri yang juga komisaris PT Astek itu. Anehnya, Ali Hanafiah Syarief, Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa TKI, menyambut baik kehadiran Bijak yang dianggapnya peduli memperhatikan nasib PPTKI. "Sebab, terus terang, rata- rata manajemen PPTKI selama ini memang tak profesional," katanya. Disebutnya sebagai contoh, banyak PPTKI yang sulit mendapatkan pinjaman dari bank karena tak mampu membuat proposal. Makanya, menurut dia, PPTKI itu perlu diberi pembinaan manajemen, dan terutama bantuan modal. Soalnya, ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja tahun 1994 yang mewajibkan tiap perusahaan minimal harus punya aset Rp 375 juta. Alasannya, aset ini akan dijadikan jaminan manakala nasib TKI yang dikirimkan sebuah perusahaan ke luar negeri terlantar. Nietje Umar Salim tampaknya lebih mewakili "suara" teman- temannya yang lain. "Departemen Tenaga Kerja punya perusahaan, itu kan bisa mematikan perusahaan yang kecil," katanya. "Bagi kami, Bijak seperti hantu di siang bolong," keluh rekannya dari PPTKI yang lain. Ada pula yang bilang, itu karena sang menteri punya naluri bisnis. Latief, sang menteri, memang bos Pasaraya.Agus Basri, Andi Reza Rohadian, dan Diah Purnomowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum