Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Berkarya besutan Tommy Soeharto menanggapi larangan penggunaan gambar tokoh nasional, termasuk Presiden RI kedua Soeharto, dalam kampanye.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Alhamdulillah, dari awal kami membangun partai ini, kan, sudah pakai Pak Harto. Ya, jadi banyak orang yang sudah tahu Partai Berkarya adalah Presiden Soeharto. Beruntung juga kami,” ujar Ketua Umum Partai Berkarya Neneng Anjarwati Tutty saat dimintai konfirmasi, Selasa, 27 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Neneng mengatakan Partai Berkarya mulai saat ini akan mengikuti aturan. Ia menuturkan akan segera mensosialisasi aturan itu kepada para kader. Menurut dia, walaupun sebagai partai baru aturan tersebut merugikan, pihaknya hanya bisa patuh agar terhindar dari sanksi.
“Ya, kami sebagai partai baru ya manut sajalah. Namanya udah diatur ya enggak apa-apa. Kan, masih bisa tatap muka. Memperagakan alat peraga juga bisa,” ucap Neneng.
Sebelumnya, komisioner KPU, Wahyu Setiawan, menjelaskan soal larangan menampilkan gambar tokoh seperti Sukarno, Soeharto, KH Hasyim Asyari, dan Habibie dalam alat peraga kampanye. Menurut Wahyu, hal itu karena tokoh-tokoh tersebut bukan pengurus partai politik. “Kalau SBY atau Megawati, ya itu boleh, karena beliau pengurus partai,” tutur Wahyu.
Adapun penggunaan gambar tokoh nasional untuk kepentingan rapat internal partai politik, menurut Wahyu, masih dibolehkan karena itu tidak difasilitasi KPU. Tapi, ujar Wahyu, ruang lingkup sosialisasi partai politik hanya pemasangan bendera partai dan nomor urut dalam pertemuan internal yang diberitahukan kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Wahyu mengatakan KPU akan memfasilitasi iklan kampanye dengan prinsip adil dan setara. Namun, saat pemasangan iklan kampanye nanti, partai politik bisa menyiapkan juga alat peraga kampanye sendiri. Itu pun, ucap Wahyu, tetap harus memenuhi prinsip keadilan dam kesetaraan.
Menurut Wahyu, alat peraga kampanye difasilitasi oleh KPU karena isu soal itu sangat sensitif. Karena itu, desain dan materi dari alat peraga kampanye juga harus diteliti KPU untuk memastikan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk mengawasi iklan kampanye, KPU bekerja sama dengan Bawaslu, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Dewan Pers. Empat lembaga tersebut tergabung dalam gugus tugas.
“Dalam bekerja, gugus tugas juga tunduk pada undang-undang lain yang relevan serta mengedepankan prinsip keadilan dan kesetaraan,” tutur Wahyu.